Prinsip-Prinsip Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an

Prinsip-Prinsip Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an
Tolak ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi mengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan pada abad ini. Oleh karena itu, apabila ada suatu bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.

Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Isra: 1-5)”

Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan utama di berbagai Universitas Barat.

Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang representatif untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.

·         Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arofa (mengetahui), ‘arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan).

Menurut pandangan Al-Qur’an seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam. Pertama ‘ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Qur’an surat al-Kahfi, 18:65.

Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami”.

Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.

Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Qur’an terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Qur’an, antara lain firman-Nya:

Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat”.
(Q.S. Al-Haqqah, 69:38-39).

Dengan demikian, obyek ilmu meliputi materi dan non materi. Fenomena dan non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.

Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui”.
(Q.S. Al-Nahl, 16:8).

Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan

Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”.

(Q.S. Al-Isra’, 17:85).

·         Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis”. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.

Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.

Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugrah) dari-Nya”.  
 (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).

Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur’an. Sebelum menjawab pertanyaan, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.

Pertama, ketika Al-Qur’an berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Misalnya uraian Al-Qur’an tentang kejadian alam.

Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”.  
 (Q.S. Al-Anbiya, 27:30).

Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika Al-Qur’an berbicara tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman kepada-Nya.

Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik.

Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang maknanya bermuara pada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik.

Ketika Al-Qur’an memilih kata sahkara yang arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.

Dan kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang berada di alam raya ini. 

Subscribe to receive free email updates: