Berlakunya Outsourcing Melegalkan Perdagangan dan Perbudakan Manusia

Berlakunya Outsourcing Melegalkan Perdagangan dan Perbudakan Manusia
Sebelum berlakunya Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, praktik penyediaan jasa pekerja untuk dipekerjakan di perusahaan lain sudah terjadi. Bidang-bidang pekerjaan seperti satuan pengamanan (satpam), sekuriti dan cleaning service merupakan pekerjaan yang diserahkan perusahaan untuk dikerjakan oleh tenaga kerja dari perusahaan lain. Praktik pelaksanaannya pun tidak berbeda dengan yang diatur dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Praktek outsourcing di Indonesia ditilik dari sejarahnya telah dilakukan bertahun-tahun yang lampau. Pada Putusan P4P Nomor 65/59/II/02/c 5 Agustus 1959 mengenai tuntutan pekerja kontrak dari Kontraktor Firma Semesta yang bekerja di Pacific Bechtel. Pekerja dipekerjakan dengan sistem seperti yang dilakukan pada pekerjaan outsourcing, sehingga pada saat kontrak diputus begitu saja antara kontraktor Firma Semesta dengan Pacific Bechtel, pekerja outsourcing tidak dapat menuntut hak-haknya kepada kedua perusahaan tersebut. 

Namun demikian, ketiadaan perlindungan bagi pekerja telah membuat pandangan masyarakat menjadi negatif. Pekerja dianggap sebagai barang komoditi yang dapat dijual, dipindah tangankan, ditukar, yang hanya diperhatikan apabila pengusaha menganggap dapat mempekerjakan pekerja yang bersangkutan dan dapat disingkirkan begitu saja apabila pengusaha tidak memerlukannya lagi. Pada kenyataannya hingga masa-masa sekarang ini di mana pekerja kesulitan mencari pekerjaan, pekerja dihadapkan pada pilihan take it or leave it terhadap tawaran peluang pekerja outsourcing atau tidak bekerja sama sekali.

Subscribe to receive free email updates: