Kekuatan Hukum Pembuktian Dalam Kontrak Jual Beli Secara Elektronik DiTinjau dari Pasal 164 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
Legalitas dari suatu kontrak atau perjanjian dalam e-commerce menjadi sebuah fenomena yuridis yang relatif baru bagi hukum Indonesia (hukum positif) pada umumnya, yang perlu dikaji lebih lanjut terhadap aspek hukum pembuktian pada khususnya.
Dalam hal membuktikan suatu peristiwa ada beberapa cara yang dapat ditempuh. Menurut Paton dalam bukunya A Textbook of Jurisprudencedisebutkan bahwa, alat bukti dapat bersifat oral, documentary, atau materiil. Alat bukti yang bersifat oral merupakan kata-kata yang diucapkan seorang dalam pengadilan, artinya kesaksian tentang suatu peristiwa. Alat bukti yang bersifat documentary adalah alat bukti surat atau alat bukti tertulis, sedangkan alat bukti yang bersifat materiil alat bukti barang (fisik) yang tampak atau dapat dilihat selain dokumen.
Menurut sistem HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), dalam acara perdata, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang disahkan oleh undang-undang saja. Alat bukti yang diakui dalam peradilan perdata Indonesia diatur dalam ketentuan pasal 164 HIR, 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH-Perdata, yang menyatakan bahwa alat-alat bukti terdiri dari: alat bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Alat bukti dalam e-commercebersifat dibatasi, artinya hanya terdapat pada alat bukti tertulis saja. Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
Untuk lebih mengenal aspek hukum pembuktian dalam e-commerce maka akan lebih jelasnya jika diuraikan beberapa hal yang terkait dengan aspek hukum pembuktian tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Kontrak tertulis ;
Hukum yang berlaku di suatu negara tertentu tentang perdagangan secara umum, mengenal secara luas transaksi komersial sebagai sesuatu yang valid (berlaku), berkekuatan hukum, dan tanpa syarat yang spesifik untuk mereduksinya ke dalam bentuk tertulis. Persetujuan lisan adalah legal (resmi) dan sah, meskipun kurang kuat dalam hal pembuktian secara nyata. Legislasi dan regulasi tertentu tetap saja menggunakan terminologi yang membutuhkan keberadaan bentuk tulisan. Syarat-syarat tersebut berhubungan dengan katagori transaksi tertentu, contohnya mereka yang membutuhkan barang atau benda sebagai alat bukti untuk dikuatkan dalam mengahadapi pihak ketiga ketika terjadi sebuah pemberian hak yang diwujudkan ke dalam transfer fisik dokumen itu sendiri. Pada umumnya, invoice (faktur), surat pengantar dan dokumen komersial lainnya, pada dasarnya tidak perlu dalam bentuk tertulis jika terjadi dalam transaksi antar pihak-pihak swasta. Namun, di negara-negara Eropa instansi perpajakan memerlukan invoice dan dokumen akuntansi lainnya dalam bentuk tertulis. Rekaman akuntansi yang dikomputerisasi diterima oleh instansi perpajakan di negara-negara tertentu, terutama di negara-negara yang sistem komputernya mampu menangani keperluan formal tertentu yang ditetapkan oleh administrasi pajak. Dengan kata lain, ada ketidakseragaman, baik yang bersifat domestik maupun internasional mengenai transmisi elektronik meskipun dalam bentuk yang sudah terkenal seperti halnya facsimilie yang diterima sebagai bentuk tulisan.
2. Legalitas tanda tangan ;
Tanda tangan mungkin dalam bentuk tulisan tangan, tercetak pada kertas facsimilie, bentuk cetakan, tanda dalam bentuk symbol, atau bentuk lain yang dibuat secara mekanis maupun elektronik, apabila konsisten dengan hukum suatu negara dimana dokumen tersebut dikeluarkan. Sifat yang diinginkan dari legalitas tanda tangan, diantaranya adalah :
a. Tanda tangan itu asli (otentik), tidak mudah ditulis/ditiru oleh orang lain. Pesan dan tanda tangan pesan tersebut dapat juga menjadi alat bukti, sehingga penandatangan tidak bisa menyangkal bahwa dulu pada waktu membuat suatu perjanjian tidak pernah menandatanganinya ;
b. Tanda tangan itu hanya sah untuk dokumen (pesan) itu saja. Tanda tangan dapat dipindahkan dari suatu dokumen ke dokumen lainnya. Namun apabila demikian, maka tanda tangan digital dari pesan tersebut dianggap tidak lagi sah ;
c. Tanda tangan itu dapat diperiksa dengan mudah. Tanda tangan itu dapat diperiksa oleh pihak-pihak yang belum pernah bertemu dengan penandatangan ;
d. Tanda tangan itu juga sah untuk di copy dari dokumen yang sama persis. Tanda tangan digital memanfatkan fungsi satu arah untuk menjamin bahwa tanda tangan itu hanya berlaku untuk dokumen yang bersangkutan saja, bukan dokumen secara keseluruhan yang ditandatangani, namun biasanya yang ditandatangani adalah sidik jari dari dokumen itu beserta timestamp dengan menggunakan kunci privat. Timestamp berguna untuk menentukan waktu pengesahan dokumen.
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, secara eksplisit memberikan solusi teknis yang sama nilai legalnya dengan tanda tangan konvensional, yang dalam maksud-maksud tertentu para pihak bisa menyetujuinya jika mereka menghendaki. Teknologi tanda tangan elektronik masa depan ini dapat digunakan sebagai teknologi yang tepat, tanpa harus mengubah undang-undang. Ketentuan Pasal 7 dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, yang menyatakan bahwa aturan hukum mensyaratkan tanda tangan, atau memberi konsekuensi tertentu, jika tanpa tanda tangan maka dalam hubungannya dengan pesan data, aturan itu akan terpenuhi, apabila :
a. Ada metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pembuat asli dari pesan data dan mengindikasi persetujuan pembuat asli terhadap isi informasi yang ada pada pesan data tersebut ; dan
b. Metode tersebut bisa diandalkan sebagai metode yang tepat untuk kebutuhan dimana pesan data tersebut dihasilkan dan dikomunikasikan, dalam segala kondisi yang ada, termasuk semua persetujuan antara pembuat asli dengan yang penerima pesan data.
Interpretasi ini belum diterapkan oleh konvensi-konvensi internasional yang lain, yang membatasi arti karakteristik tanda tangan pada dokumen khusus. Namun pada kenyataannya, hukum di negara-negara tertentu secara explisit tidak memperbolehkan bentuk-bentuk lain tanda tangan, selain dari bentuk tradisional tanda tangan tinta di atas kertas secara konvensional. Meskipun ketika hukum sebuah negara tidak secara explisit melarang tanda tangan elektronik, hukum tidak akan berkembang dengan baik, dari para pelaku usaha/dagang akan memberikan perhatian penuh sampai pengadilan mengakui tanda tangan elektronik.
3. Bentuk tulisan.
Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah posisi transmisi ini sehingga dapat digunakan sebagai evidence (bukti) nyata dalam pembuktian dan sebagai salah satu pendekatan yang paling relatif mudah sebagai solusi yang ditawarkan.
Apabila terdapat perkara (kasus) khususnya perkara perdata, maka untuk mengambil dan melegalisasi dokumen yang akan dijadikan sebagai barang bukti, misalnya bukti tersebut berada di negara lain, maka dapat digunakan Convention on the Taking evidence Abroad in Civil Commercial Maters 1968. Di dalam konvensi ini juga diatur cara mengenai kesaksian apabila saksi berada di negara yang berlainan. Konvensi ini diselenggarakan di Den Haag (The Hague) 26 Oktober 1968. Convention on the service Abroad of Judical and extrajudicial Document in Civil or Commercial Matters (1965), yang mengatur mengenai cara melakukan panggilan-panggilan atau melakukan pemberitahuan dalam perkara perdata apabila ada pihak yang berada di luar negeri.
Tentang photocopydapat disimpulkan dari putusan MA (Mahkamah Agung) 14 april 1976 No. 701 K / Sip 1074, bahwa photocopy dapat diterima sebagai alat bukti apabila photocopy itu disertai keterangan atau jalan apapun secara sah dapat diterima sesuai dengan aslinya. Dalam surat tertanggal 14 Januari 1988 No. 39 / TU / 88 / 102 /Pid kepada Menteri Kehakiman, Mahkamah Agung mengemukakan pendapatnya bahwa micrpfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan menggantikan alat bukti surat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) sub c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengenai alat bukti surat.
Aspek hukum kekuatan pembuktian dalam kontrak jual beli secara elektronik dapat digunakan sesuai dengan hukum acara perdata, namun hanya terbatas pada alat bukti tertulis saja. Dalam pembuktian dengan cara alat bukti tertulis tersebut perlu digunakan metode analogi (mempersamakan yurisprudensi yang satu dengan yurisprudensi yang lain berdasarkan asas presedent, dan pada dasarnya bahwa hakim harus menerapkan suatu peraturan perundang-undangan pada peristiwa yang telah terjadi dengan cara memperluas suatu peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip dengan yang diatur dalam undang-undang) dan interpretasi (melakukan penelaahan peraturan perundang-undangan) , bahwa alat bukti digital mempunyai persyaratan yang sah sebagai alat pembuktian dalam cyberspace khususnya kegiatan e-commerce. Keabsahan alat bukti harus memenuhi beberapa hal, yaitu :
1. Reability (dapat dipertanggungjawabkan) ;
2. Confidentiality (jaminan kerahasiaan) ;
3. Non-repudiation (tidak dapat disangkal keberadaannya) ;
4. Integrity (jaminan keutuhan) ;
5. Authenticity (jaminan keaslian).
Dari kelima hal tersebut secara prosedur tekhnis dapat diatasi dengan digital signatureyaitu dengan menggunakan metode enskripsi dan deskripsi yang menggunakan kunci privat dan kunci public. Proses tersebut mampu menjamin keabsahan alat bukti digital (digital evidance), sehingga secara analogi alat bukti dalam perdagangan secara e-commerce dapat sesuai dengan hukum acara perdata tentang pembuktian.
Dalam beberapa peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti RUU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, mengakui bukti-bukti e-mail, fax serta data elektronik komputer dan lain sebagainya, dengan demikian maka data record, e-mail, dan chatting mendapat pengakuan yang sah sebagai alat bukti menurut hukum.