Analisis Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Dalam Kontrak Jual Beli Secara Elektronik Ditinjau Dari Pasal 164 Het Herziene Indonesisch Reglement (Hir)
Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Kontrak Jual Beli Secara Elektronik
Tanggung jawab para pihak dalam kontrak jual beli secara elektronik dengan menggunakan media internet, timbul karena adanya hubungan hukum antara para pihak yang membuat kontrak, yang melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Tanggung jawab atau kewajiban yang paling mendasar dalam suatu kontrak adalah melaksanakan isi kontrak dengan itikad baik (good faith), yang harus dimiliki oleh para pihak yang melakukan kontrak. Selain itu, pelaku usaha juga harus menjamin kualitas suatu barang (produk) yang ditawarkan. Jaminan terhadap kualitas produk dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu expressed warranty dan implied warranty.
Expressed warranty atau jaminan secara tegas adalah jaminan atas kualitas suatu produk, yang dinyatakan oleh pelaku usaha secara tegas dan tertuang dalam penawaran atau iklan. Pelaku usaha dalam hal ini bertanggungjawab untuk melaksanakan kewajibannya dengan menjamin mutu dari suatu barang yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu yang berlaku. Sedangkan implied warranty adalah jaminan yang berasal dari undang-undang atau peraturan yang berlaku, dalam hal ini pelaku usaha berkewajiban untuk menanggung adanya cacat tersembunyi pada produk barang yang ditawarkan, meskipun cacat tersebut tidak diketahuinya.
Prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam tanggung jawab pelaku usaha dapat dibedakan, sebagai berikut :
Tanggung jawab para pihak dalam kontrak jual beli secara elektronik dengan menggunakan media internet, timbul karena adanya hubungan hukum antara para pihak yang membuat kontrak, yang melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Tanggung jawab atau kewajiban yang paling mendasar dalam suatu kontrak adalah melaksanakan isi kontrak dengan itikad baik (good faith), yang harus dimiliki oleh para pihak yang melakukan kontrak. Selain itu, pelaku usaha juga harus menjamin kualitas suatu barang (produk) yang ditawarkan. Jaminan terhadap kualitas produk dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu expressed warranty dan implied warranty.
Expressed warranty atau jaminan secara tegas adalah jaminan atas kualitas suatu produk, yang dinyatakan oleh pelaku usaha secara tegas dan tertuang dalam penawaran atau iklan. Pelaku usaha dalam hal ini bertanggungjawab untuk melaksanakan kewajibannya dengan menjamin mutu dari suatu barang yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu yang berlaku. Sedangkan implied warranty adalah jaminan yang berasal dari undang-undang atau peraturan yang berlaku, dalam hal ini pelaku usaha berkewajiban untuk menanggung adanya cacat tersembunyi pada produk barang yang ditawarkan, meskipun cacat tersebut tidak diketahuinya.
Prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam tanggung jawab pelaku usaha dapat dibedakan, sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability) ;
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha baru dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum jika terbukti adanya unsur kesalahan yang telah dilakukannya. Kesalahan disini maksudnya adalah unsur yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu asas kepatutan, kesusilaan dan hukum yang berlaku. Prinsip tersebut terkandung dalam Pasal 1365 KUH-Perdata yang mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok untuk dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan melawan hukum, unsur kesalahan, kerugian yang diderita, dan hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability principle) ;
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai saat dibuktikan bahwa ia tidak bersalah, jadi beban pembuktian berada pada pihak tergugat. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dalam sengketa yang terjadi dengan konsumen, beban pembuktian barada pada pelaku usaha.
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab ;
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip yang tersebut dalam butir b diatas. Prinsip ini ini dikenal dalam transaksi konsumen yang terbatas, maksudnya bahwa pelaku usaha tidak harus selalu bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen, karena mungkin saja konsumen yang melakukan kesalahan atau kecurangan (fraud).
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) ;
Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas dasar perilaku yang berbahaya dan merugikan, tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya unsur kesengajaan (kecurangan). Pada prinsip ini terdapat hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggungjawab dan kesalahan yang diperbuatnya.
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan ;
Prinsip ini membatasi tanggung jawab pelaku usaha terhadap kejadian yang mungkin akan terjadi, misalnya dalam isi perjanjian disebutkan bahwa pelaku usaha akan mengganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen), apabila terjadi kerugian bagi konsumen ataupun terjadi suatu masalah dalam pelaksanaan perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen.
Bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain yaitu :
a. Contractual liability ;
yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan.
b. Produk liability ;
yaitu tanggung jawab perdata terhadap produk secara langsung (strict liability) dari pelaku usaha (produsen barang), atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Pertanggungjawaban produk tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum (tortius liability). Unsur-unsur dalam tortius liability ini antara lain unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian dan hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul.
c. Professional liability ;
yaitu tanggung jawab pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan.
d. Criminal liability ;
yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan negara.
Tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap permasalahannya dengan konsumen dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dasar, yaitu :
1. Tanggung jawab atas informasi ;
Pelaku usaha wajib memberikan informasi atas produk (barang) yang ditawarkannya kepada konsumen, agar konsumen tidak salah dalam mengkonsumsi produk tersebut. Standar umum mengenai informasi yang harus diberitahukan kepada konsumen adalah mengenai harga, kualitas, dan keterangan-keterangan lain yang dapat membantu konsumen dalam memutuskan untuk membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan kualitas dari barang tersebut. Tanggung jawab informasi dalam transaksi melalui media internet dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dasar, yaitu :
a. Tanggung jawab informasi atas iklan, maksudnya penawaran yang dilakukan oleh pelaku usaha atas produk berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak dan/atau jasa, harus memuat keterangan yang tidak menimbulkan salah interpretasi tentang barang dan/atau jasa tersebut, juga melaksanakan kode etik dalam periklanan, yaitu iklan yang dibuat harus jujur, bertanggungjawab dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku, golongan, iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.
b. Tanggung jawab informasi atas kontrak elektronik, yaitu kewajiban dalam memberikan keterangan yang diberikan oleh pihak pelaku usaha kepada konsumen untuk melakukan pengikatan pada tahapan transaksi yang akan menghasilkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
c. Tanggung jawab informasi atas pilihan hukum (choise of law) dan yurisdiksi, salah satu kondisi yang harus ada dalam bisnis melalui media internet adalah mengenai yurisdiksi dan pilihan hukum. Yurisdiksi merupakan kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa hukum, maksudnya kewenangan untuk mengadili suatu kasus.
2. Tanggung jawab atas produk ;
Tanggung jawab atas pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban produk (product liability), yaitu tanggung jawab perdata secara langsung dalam tanggung jawab atas produk juga terdapat pertanggungjawaban yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum (tortius liability). Unsur yang terdapat dalam tortius liability adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul.
Tanggung jawab atas pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban produk (product liability), yaitu tanggung jawab perdata secara langsung dalam tanggung jawab atas produk juga terdapat pertanggungjawaban yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum (tortius liability). Unsur yang terdapat dalam tortius liability adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul.
3. Tanggung jawab atas keamanan.
Jaringan transaksi secara elektronik harus memiliki kemampuan untuk menjamin keamanan dan keandalan arus informasi. Pelaku usaha harus menyediakan sistem jaringan untuk mengontrol keamanan. Sistem keamanan dalam media internet adalah mekanisme yang aman dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh konsumen pada suatu website.
Tanggung jawab pihak lain yaitu tanggung jawab dari provider untuk memberikan jasa layanan dan penyediaan akses internet selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, agar dapat dikunjungi para calon konsumen (customer). Tugas dan tanggung jawab dari provider tergantung dari perjanjian dengan pelaku usaha.
Dalam perjanjian transaksi e-commerce sebaiknya dipikirkan sejauhmana pentingnya memuat klausul mengenai pembatasan tanggung jawab para pihak, jangan sampai terjadi pembatasan tanggung jawab yang melanggar asas kepatutan yang berlaku pada hukum yang dipilih oleh para pihak untuk diterapkan dalam menyelesaikan sengketa antara para pihak.
Pembatasan tanggung jawab tersebut dapat pula menentukan batas jumlah ganti kerugian yang harus dibayar oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain apabila terjadi sengketa. Dengan demikian, para pihak sudah sejak dini mengetahui seberapa besar kemungkinan masing-masing pihak harus menanggung kewajiban pembayaran ganti kerugian apabila pihaknya ingkar janji dan kemudian diputuskan oleh pengadilan untuk membayar sejumlah ganti kerugian kepada pihak penggugat.