Untuk mencari makna dari lirik lagu CHE.R.RY, penulis terlebih dahulu mencari makna referensial yang berlandaskan teori medan makna. Kata-kata memiliki asosiasi antara sesamanya. Berdasarkan hal tersebut Saussure memulai konsep asosiasi makna (Parera, 1991:137).
Pemikiran Saussure ini kemudian berkembang menjadi medan makna. Medan makna adalah satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas atau kesamaan, kontak atau hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera, 1991:138).
Parera memberikan contoh medan makna dengan kata “kerbau” dalam bahasa Indonesia. Dengan kata “kerbau” orang mungkin akan berpikir tentang kekuatan atau kebodohan. Medan makna ini dikembangkan oleh Trier dalam Parera (1991:139) mengemukakan bahwa:
Vokabulari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan, dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antara sesama makna, Trier mengatakan bahwa medan makna itu tersusun sebagai satu mosaik. Dan setiap medan makna itu akan selalu tercocokkan antar sesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal tumpang tindih. Pendekatan medan makna memandang bahasa sebagai satu keseluruhan yang tertata yang dapat dipenggal-penggal atas beberapa bagian yang saling berhubungan secara teratur.
Perlu diketahui bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia medan makna “melihat” dibedakan atas “melirik, mengintip, memandang, menatap, meninjau, melotot”, dan sebagainya (Parera, 1991:140).
Menurut Chaer (1994: 315-316) yang dimaksud dengan medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena maknanya menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
Banyaknya unsur leksikal dalam satu medan makna antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak sama besarnya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemilik bahasa itu.
Misalnya medan warna dalam bahasa Indonesia mengenal nama-nama merah, coklat, biru, hijau, kuning, abu-abu, putih, dan hitam. Untuk menyatakan nuansa warna yang berbeda, bahasaIndonesia memberi keterangan perbandingan, seperti, merah darah, merah jambu, dan merah bata (Chaer, 1994: 315-316).
Pemikiran Saussure ini kemudian berkembang menjadi medan makna. Medan makna adalah satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas atau kesamaan, kontak atau hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera, 1991:138).
Parera memberikan contoh medan makna dengan kata “kerbau” dalam bahasa Indonesia. Dengan kata “kerbau” orang mungkin akan berpikir tentang kekuatan atau kebodohan. Medan makna ini dikembangkan oleh Trier dalam Parera (1991:139) mengemukakan bahwa:
Vokabulari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan, dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antara sesama makna, Trier mengatakan bahwa medan makna itu tersusun sebagai satu mosaik. Dan setiap medan makna itu akan selalu tercocokkan antar sesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal tumpang tindih. Pendekatan medan makna memandang bahasa sebagai satu keseluruhan yang tertata yang dapat dipenggal-penggal atas beberapa bagian yang saling berhubungan secara teratur.
Perlu diketahui bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia medan makna “melihat” dibedakan atas “melirik, mengintip, memandang, menatap, meninjau, melotot”, dan sebagainya (Parera, 1991:140).
Menurut Chaer (1994: 315-316) yang dimaksud dengan medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena maknanya menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
Banyaknya unsur leksikal dalam satu medan makna antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak sama besarnya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemilik bahasa itu.
Misalnya medan warna dalam bahasa Indonesia mengenal nama-nama merah, coklat, biru, hijau, kuning, abu-abu, putih, dan hitam. Untuk menyatakan nuansa warna yang berbeda, bahasaIndonesia memberi keterangan perbandingan, seperti, merah darah, merah jambu, dan merah bata (Chaer, 1994: 315-316).