Aspek Iklim Komunikasi
Faktor Peluang Yang Menguntungkan
Hasil-hasil pemantauan di lapangan dan informasi yang disampaiakan oleh para informan yang berkaitan tentang iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara dapat dipahami dari kondisi dan aktivitas yang telah menjadi tradisi masyarakat adalah hal-hal yang dapat dipandang sebagai faktor merupakan peluang yang menguntungkan :
- Ketaatan terhadap norma agama dan norma hukum masih dijalankan dengan penuh kesadaran oleh masyarakat. Norma yang mengatur kehidupan antara hukum adat dan hukum nasional (KUHP) berjalan seiring.
- Hubungan kemasyarakatan kelompok masyarakat yang berbeda baik etnis, maupun antar pemeluk agama berjalan baik
- Solidaritas antar warga sangat tinggi, tanpa melihat kesukuan maupun agama yang dianut
- Toleransi dan solidaritas umat non muslim ditunjukkan dalam berpakaian, jika dalam satu kantor banyak pegawai yang beragama Islam mengenakan jilbab, maka tidak jarang mereka non muslim juga ikut memakai jilbab walaupun tidak ada yang menyuruh.
- Toleransi terhadap keberadaan seorang pimpinan, masyarakat dapat menerima pimpinan dari agama yang berbeda maupun dari etnis yang berbeda, asalkan dipandang mampu.
Faktor Yang Merugikan
Faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya gerakan massa di daerah ini antara lain terkait dengan penerapan syariat Islam. Banyaknya penduduk yang non muslim maka penerapan Qanun dapat menjadi potensi terjadinya pemicu keresahan masyarakat, terutama di saat itu pemerintah daerah belum lagi melakukan sosialisasi penerapan syariat Islam kepada semua lapisan masyarakat. Bahkan dilakukannya sosialisasi Qanun menimbulan kekhawatiran warga non muslim, karena penerapan Qanun dapat menimbulkan anggapan tentang pembatasan hak-hak warga setempat, selain itu perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum antara lain muslim dan non muslim itu bisa menjadi pemicu bagi timbulnya gerakan massa. Karena adanya diskriminasi penegakan hukum yang dirasakan oleh non muslim dalam kasus perjudian yang pelakunya terdiri dari orang muslim dan non muslim karena pelaku muslim tidak ditahan, sementara pelaku non muslim ditahan, hal ini disebabkan berkaitan dengan Qanun di daerah tersebut.
Demikian halnya, faktor kemajemukan (pluralisme) yang dimiliki dapat mengundang potensi konflik. Kendati agama memiliki kekuatan pemersatu, agama juga mempunyai potensi pemecah belah. Kesan ambivalensi agama salah satunya dapat dilihat dari fenomena perang dan damai, sebagai akibat logis dari watak. Watak agama yang dapat mendorong pertentangan dan konflik.
Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang pluralis seperti Kabupaten Aceh Tenggara ini dibutuhkan sikap dan pemikiran sebagaimana keanekaragaman budaya dan etnis yang dipelihara dengan konsensus umum mengenai nilai dan norma yang dihormati bersama.
- Dari hasil penelitian baik berupa wawancara mendalam (Depth Interview) terhadap tokoh pemerintahan dan pemuka agama (Islam-Kristen) yang dijadikan sebagai informan, maupun pengamatan langsung dilapangan memberikan jawaban bahwa iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara relative dinamis. Kehidupan masyarakat yang harmonis hal tersebut teraplikasi di dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum diberlakukan syariat Islam maupun sesudah diberlakukan syariat Islam tersebut.
- Kelangsungan berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat mempergunakan bahasa dari berbagai etnis yang ada, yang dominan bahasa Alas, Gayo, Tapanuli, dan Karo. Sementara etnis dan bahasa Aceh sangat relatif sedikit (jarang) pada umumnya masyarakat disamping menguasai bahasa etnisnya sendiri, juga dapat / bisa berkomunikasi dengan etnis yang lain.
- Pelaksanaan / penerapan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara tidak berdampak negatif terhadap kerukunan antar umat beragama, dikarenakan tingkat toleransi dan solidaritas umat sangat tinggi yang terimplikasi yaitu umat beragama dapat melaksanakan aktivitas. Kegiatan ajaran agamanya masing-masing yang saling percaya, maka konflik social, baik bersifat antar etnis maupun yang bersifat antar agama tidak pernah terjadi, hal ini dapat merupakan nilai plus yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang perlu dicontoh di tengah kemajemukan etnis/agama di Negara kesatuan Republik Indonesia ini.