Pengertia Iklim Komunikasi Umat Beragama, Syariah Islam


Pengertia Iklim Komunikasi Umat Beragama, Syariah Islam 

Pelaksanaan syariat Islam di Aceh menurut catatan tertulis dan ingatan kolektif masyarakat Aceh telah berlangsung cukup lama, sebagaimana dikemukakan oleh Al Yasa’ Abubakar : Bahwa rakyat Aceh telah lama melaksanakan syariat Islam secara relative sempurna dalam hidup keseharian, hidup kemasyarakatan dan hidup ketatanegaraan pada masa kesultanan dahulu yaitu sebelum diganggu dan dicampuri oleh penjajah Belanda (mulai menyerang Aceh pada tahun 1873 dan terus mendapat perlawanan sengit sampai awal abad dua puluh, dan terus bergolak sampai Belanda kalah karena kedatangan Jepang). 

Syariat Islam di Aceh menyatu dengan adat sedemikian rupa, sehingga sering sifat adatnya lebih menonjol dari sifat syariatnya, lebih dari itu beberapa ijtihad dan terobosan telah dilakukan Ulama Aceh atas aturan dalam Fiqih Mazhab Syafi’I, misalnya keizinan perempuan menjadi kepala Negara, adanya pemisahan antara mesjid dengan meunasah, dan lain sebagainya. Syariat Islam di Aceh bukan hanya dipahami dalam aspek hukum dan peradilan, tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, pemerintahan, berbagai bentuk dan tata cara pelayanan social, kegiatan seni dan budaya bahkan olahraga.

Pada saat melantik ketua Mahkamah Syariah Provinsi NAD, Ketua Mahkamah Agung dalam sambutannya menyampaikan tiga hal sebagai berikut :
§  Syariat Islam yang dijalankan di Aceh harus dapat memenuhi kesadaran hukum rakyat dan harus dapat memberikan keadilan yang lebih baik kepada umat. Apabila hal ini tidak berhasil dilakukan, maka pelaksanaan syariat Islam mungkin menjadi bumerang dan kontra produktif.
§  Pelaksanaan syariat Islam harus secara bertahap, karena bagaimanapun juga syariat Islam di Aceh sekarang adalah ibarat benih yang baru dipindahkan dari persemaian ke tengah sawah atau kebun. Karena itu harus dijaga dan dirawat dengan baik dan tidak boleh diberi beban yang berlebihan
§  Pembentukan peradilan untuk melaksanakan syariat Islam dalam rangka otonomi khusus di Aceh, bukan saja mempengaruhi hukum positif di Aceh, tetapi juga akan mempengaruhi perkembangan hukum tatanegara di Indonesia.

Sampai saat ini telah disahkan enam buah quanum yang berkaitan langsung dengan hukum dan peradilan syariat Islam yaitu :
1.      Qanum Nomor. 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang Akidah, ibadah dan syiar Islam
2.      Qanum Nomor. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.
3.      Qanum Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian)
4.      Qanum Nomor. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (perbuatan mesum)
5.      Qanum Nomor. 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan zakat
6.      Qanum Nomor. 11 Tahun 2004 tugas fungsional kepolisian daerah NAD

Syariat Islam secara umum dipahami sebagai paradigma moral yang berdasarkan pada kedudukan kepada Tuhan. Titik penting dari konsep syariat Islam adalah untuk memelihara hak-hak manusia dan memberi mereka perlindungan dan keselamatan serta kedamaian yang bersifat kaku dan statis, bukan pula sebagai petunjuk teknis yang dapat dijadikan pegangan manusia dalam kehidupan di dunia, tetapi ia merupakan jalan atau metode normative yang perlu diaktualisasikan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana umat Islam harus melaksanakan ajaran agamanya.

Sebagaimana diketahui di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terutama pada Kabupaten Aceh Tenggara ditemukan penganut agama lain (Kristen). Lebih-lebih lagi di Kecamatan Lawe Sigala-gala, jumlah penganut agama Kristen relative lebih banyak disbanding penganut agama Islam.

Subscribe to receive free email updates: