Absurditas Manusia Modern
Sejak zaman Renaisance di abad 17 lalu, manusia memasuki “dunia baru”, dunia yang begitu berbeda dengan tatanan dunia sebelumnya. Alfin Tovler, futurolog yang membagi tiga tahapan perkembangan peradaban manusia, menyatakan bahwa manusia saat ini hidup di tengah periode masyarakat komunikasi yang berlangsung sejak 1970 hingga sekarang. Dalam kehidupan di dunia baru ini manusia mengalami proses transformasi – untuk tidak mengatakan revolusi seperti yang diistilahkan oleh Franz Magnis – yang begitu cepat dan mencengangkan. Hasil olah sains dan teknologi canggih yang diciptakan manusia membuat sesuatu menjadi mudah, tidak berjarak dan tidak tersekat oleh waktu dan tempat. Semuanya dapat dilampaui oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hikmat Budiman dengan sinis menyatakan, bahwa canggihnya kehidupan modern belum, bahkan tidak terjangkau oleh mimpi-mimpi paling liar sekalipun pada masyarakat primitif (1997).
Kecanggihan ilmu pengetahuan sekarang ini membuka ruang dan cakrawala baru dalam tatanan peradaban kehidupan manusia. Betapa tidak, sesuatu yang dahulunya dianggap tabu, misteri dan merupakan wilayah metafisis bahkan teologis, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi riil dan lumrah. Sebagai contoh, sebut saja tentang penjelajahan manusia ke semesta lain, seperti perjalanan ke bulan dengan hanya menggunakan pesawat ulang alik baik yang berawak maupun yang tidak; rekayasa genetika; teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Akan tetapi, betapapun manusia telah berhasil dan terus berhasrat melakukan eksplorasi dan menguak tabir misteri cosmic, termasuk dirinya, namun keberadaan manusia itu sendiri tetap saja menjadi misteri yang hingga kini, bahkan entah sampai kapan perlu diuangkap.
Berbagai penemuan baru super canggih produk ratio telah mampu merubah tatanan dan pola hidup yang dilakonkan manusia, termasuk paradigma kehidupannya. Perubahan dimaksud sekaligus telah menjadi pertanda keberhasilan manusia mengganti peran alam yang awalnya hadir sebagai mitra dalam kehidupan di semeta ini kini menjadi objek eksploitasi hanya dengan mengedepankan dalih demi kelangsungan hidup manusia dan demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seiring dengan perjalanan waktu, manusia semakin terpesona dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk kerja ratio. Bahkan ironisnya, hanya dikarenakan berbagai kemudahan dalam menjalankan aktivitas kehidupan sebagai tawaran dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian hari kian berkembang, manusia telah berani meniscayakan “ratio” yang terbukti telah berhasil menghadirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tanpa disadari seiring dengan itu pula ia telah mereduksi keniscayaan realitas lainnya termasuk agama dengan berbagai elemen spiritual yang terkandung di dalamnya.
Keterpesonaan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakhir pada peniscayaan terhadap ratio membuat manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai realitas yang sederhana. Oleh Yasraf Amir Pilliang dunia seperti itu diistilahkan dengan dunia yang telah dilipat (2004). Hal ini disebabkan oleh kenyataan betapa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat aktivitas hidup manusia semakin efektif dan efisien.
Dunia yang telah dilipat muncul sebagai konsekwensi dari kehadiran berbagai penemuan teknologi mutakhir terutama transportasi, telekomunikasi dan informasi, jarak-ruang semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan dalam pergerakan di dalamnya, inilah pelipatan ruang-waktu. Adalagi pelipatan waktu-tindakan, yakni pemadatan tindakan ke dalam satuan waktu tertentu dalam rangka memperpendek jarak dan durasi tindakan, dengan tujuan mencapai efisiensi waktu. Dahulu manusia melakukan satu hal dalam satu waktu tertentu, seperti memasak, menyetir, membaca, menelepon dan lain-lain. Kini, manusia dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu bersamaan, menyetir mobil sambil menelepon, mendengar musik, makan dan sambil bicara.
Pada bagian lain ada pula miniaturisasi ruang-waktu, dimana sesuatu dikerdilkan dalam berbagai dimensi, aspek, sifat dan bentuk lainnya. Realitas ditampilkan melalui media gambar, fotografi, televisi, film, video, dan internet. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paul Virilio yang dikutip Yasraf Amir Pilliang, bahwa ruang saat ini tidak lagi meluas, tetapi mengerut di dalam sebuah layar elektronik. Jika ingin mengetahui sesuatu yang riil, manusia dapat mencari dan menyaksikan melalui video, film, televisi. Ingin tahu mendetail tentang sang bintang idola, maka orang tinggal mengklik satu situs dalam internet, kemudian tampillah sang bintang dengan ragam tentang dirinya, dan seterusnya. Demikianlah di antara beberapa gambaran tentang pelipatan dunia oleh perkembangan teknologi mutakhir di bidang transportasi, komunikasi dan informasi.