Kendala-Kendala yang Timbul Dalam Pembuktian Kontrak Jual Beli Secara Elektronik

Kendala-Kendala yang Timbul Dalam Pembuktian Kontrak Jual Beli Secara Elektronik
Berkembangnya e-commercedan akseptabilitas (hal yang dapat diterima) internet sebagai infrastruktur alternatif modern dalam mengembangkan dunia perdagangan bukan berarti bahwa eksistensinya tidak memunculkan permasalahan-permasalahan, baik yang bersifat teknis maupun permasalahan yuridis.  Masalah teknis yang dimaksud adalah masalah yang terjadi dari teknologi elektronik itu sendiri, dalam hubungannya dengan penggunaan media niaga (perdagangan).  Sedangkan masalah non teknis adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan implikasi-implikasi yang terlahir dari aplikasi teknologi elektronik itu sendiri dalam dunia perdagangan. 

Permasalahan-permasalahan e-commerce melalui internet bukan hanya menjadi permasalahan suatu negara tertentu melainkan menjadi permasalahan semua negara yang menggunakannya, contohnya dalam HPI (Hukum Perdata Internasional) seperti masalah yurisdiksi atau forum, Conflik of Law (Choice of Law), Recognition dan Enforence of The Judgement  yang mengatur suatu kontrak yang akan dilakukan melalui internet, hal tersebut merupakan permasalahan berbagai negara dan bahkan menjadi permasalahan internasional.

Di samping itu, karena internet bersifat individual dan non-face, maka ketika digunakan sebagai fasilitas dalam dunia perdagangan, sangat terbuka terjadinya suatu fraud (kecurangan) yang berimplikasi terhadap adanya perbuatan melanggar hukum yang bersifat pidana maupun perdata.  Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan e-commerceinternet tidak menutup kemungkinan juga muncul dalam kaitannya dengan kebijakan-kebijakan (policies) pemerintah baik yang berkenaan dengan ekonomi, politik maupun sosial.  Permasalahan seperti ini dimungkinkan timbul ke permukaan karena masalah internet bukan hanya masalah teknologi, melainkan juga masalah gaya hidup, budaya, ideologi dan lain sebagainya.

Secara umum, ketika diadakan indentifikasi permasalahan e-commerce, permasalahan-permasalahan atau kendala-kendala dalam hal pembuktian dapat dikatagorikan kedalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

1.       Kelompok pertama adalah kelompok permasalahan-permasalahan yang bersifat substantif, meliputi :
a.       Keaslian data message dan tanda tangan elektronik (authenticity) ;

Pada sistem jaringan yang menggunakan TPC (Transmission Control Protokol) atau IP (Internet Protokol), peralatan dasar yang digunakan untuk memverifikasi identitas user adalah password, tetapi password dapat diduga atau diintersepsi.  Alamat internet protokol (IP) dapat dipalsukan atau disadap oleh para hacker sehingga tidak bisa lagi menjamin keaslian data message.  Seorang hacker bisa saja mengirim message atas nama orang lain dengan menggunakan password orang lain itu atau menggunakan address-nya.  Masalah keotentikkan data message ini menjadi permasalahan yang sangat vital dalam e-commerce, karena data message inilah yang dijadikan dasar utama terciptanya suatu kontrak, baik hubungannya dengan kesepakatan mengenai ketentuan-ketentuan dan persayaratan kontrak ataupun substansi kesepakatan itu sendiri.  Dengan demikian, hal ini sangat erat kaitannya dengan masalah keabsahan (validity) kontrak, keamanan (security) dan juga kerahasiaan dokumen (privacy).  Sebagai wujud solusi permasalahan diatas, selama ini dimunculkan beberapa alat atau teknik yang dianggap mampu memberikan kepastian terhadap data message, yaitu kriptografi (cryptography) dan tanda tangan elektronik (digital signature).  Dua teknik tersebut selama ini dianggap pilar atau penopang e-commerce dan dianggap telah memungkinkan dokumen elektronik untuk memiliki posisi yang sama bahkan lebih baik dari pada dokumen kertas.  Kriptografimerupakan sebuah teknik pengamanan dan sekaligus pengontentikkan data yang terdiri dari dua proses, yaitu enskripsi (encryption) dan deskripsi (descryption).  Enskripsi adalah sebuah proses yang menjadikan teks informasi tidak terbaca oleh pembaca yang tidak berwenang karena telah dikonversi ke dalam bahasa sandi atau kode, sedangkan deskripsi adalah proses kebalikan dari enskripsi yaitu menjadikan teks informasi dapat dibaca kembali oleh pembaca yang memiliki wewenang.  Kriptografikonvensional biasanya menggunakan pasangan kunci tertentu untuk melakukan enskripsi dan deskripsi itu, dalam setiap proses kriptografi memiliki 3 (tiga) bagian dasar, yaitu:

1)      Plaintext----message asli dalam bentuk yang bisa dibaca;
2)      Ciphertext----message plaintext setelah enskripsi menjadi tulisan yang tidak terbaca ;
3)      Encryption algorithm----formula matematis yang digunakan untuk mengenskripsi data message.  

Kunci yang berbeda akan melahirkan ciphertext yang berbeda ketika digunakan dengan menggunakan algoritma yang sama.
         
b.       Keabsahan (validity) ;
Masalah substansial lain dalam e-commerce ini adalah masalah keabsahan penggunaan data message dalam pembuatan kontrak dan sekaligus menimbulkan permasalahan mengenai keabsahan kontrak itu sendiri.  Keabsahan suatu kontrak tergantung pada pemenuhan syarat-syarat kontrak.  Apabila syarat-syarat kontrak kontrak telah terpenuhi, maka hal yang diutamakan adalah adanya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak, maka kontrak dinyatakan sah terjadi.  Namun dalam e-commerce, terjadinya suatu kesepakatan atau perjanjian sangat erat hubungannya dengan penerimaan atas keabsahan dan otentiknya data message yang memuat kesepakatan tersebut.  Berkenaan dengan hal ini, maka UNCITRAL Model Law yang menjadi rujukan pembuatan undang-undang dan hukum e-commercedi seluruh dunia menyatakan pada pasal 5, bahwa sebuah informasi, efek, validitas atau keberdayaan hukumnya, tidak dapat ditolak semata-mata atas dasar karena dalam hal ini berbentuk data message.

Pasal 5 UNCITRAL Model Lawtersebut secara tegas menolak keraguan atas keabsahan data message sebagai dasar dari sebuah kesepakatan atau perjanjian.  Data message yang dimaksud adalah data message yang keotentikkannya telah dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik atau instrument yang terpercaya.  Pernyataan UNCITRAL atas keabsahan on-line contract ini memiliki pengaruh sebagai consideration bagi negara-negara yang mengatur masalah e-commerce.

c.       Kerahasiaan (privacy/confidentiality) ;
Kerahasiaan yang dimaksud meliputi kerahasiaan data atau informasi serta perlindungan terhadap data dan informasi dari akses yang tidak sah dan berwenang.  Untuk e-commerce, masalah kerahasiaan ini merupakan permasalahan yang sangat penting dalam hubungan dengan proteksi terhadap data keuangan suatu perusahaan atau organisasi, informasi perkembangan produksi, struktur organisasi serta informasi lainnya yang bersifat rahasia.  Informasi yang berhubungan dengan waktu dan daftar harga untuk jangka waktu tertentu merupakan suatu hal yang bersifat rahasia dan harus dilindungi.  Permasalahan kerahasiaan ini sangat penting untuk kelanjutan dari perkembangan (sustainable development) e-commerce, oleh karena itu diperlukan suatu solusi yang tepat.  Kegagalan untuk memberikan proteksi kepada kerahasiaan semacam ini dapat menimbulkan terjadinya suatu dispute yang berujung kepada tuntutan ganti rugi dan lain sebagainya.    

d.      Keamanan (security) ;
Masalah keamanan merupakan suatu masalah yang tidak kalah pentingnya dengan masalah-masalah lainnya karena keamanan akan menciptakan rasa confidence bagi para user dan pelaku bisnis untuk tetap menggunakan media elektronik bagi kepentingan bisnisnya.  Kepercayaan semacam ini akan terjadi apabila adanya suatu jaminan dan tidak adanya pihak yang tidak bertanggung jawab dalam proses perdagangan elektronik yang dilakukan dan pada akhirnya dapat mengakibatkan  kerusakan (error) pada sistem atau data atau dengan cara membuka dan menyebar luaskan kerahasiaan yang seharusnya disimpan secara aman.

e.       Availibilitas (availability).
Di samping permasalahan yang telah disebutkan diatas, permasalahan lain yang juga harus diperhatikan adalah keberadaan informasi yang dibuat dan ditransmisikan secara elektronik dan harus tersedia setiap kali dibutuhkan.  Masalah ini erat hubungannya dengan sistem pengamanan dan kekokohan sistem yang dapat memproteksi dan mencegah terjadinya kesalahan atau hambatan pada jaringan, baik kesalahan itu bersifat teknis, jaringan ataupun kesalahan profesional.  Disamping itu, karena e-commerce  tidak mengharuskan adanya pertemuan fisik atau tatap muka antara para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak e-commerce, maka timbul permasalahan lain yaitu masalah keberadaan barang yang diperjualbelikan secara elektronik.  Hal ini sangat berkaitan dengan trust (kepercayaan) dan good faith (itikad baik) dari para pihak.  Masalah terakhir adalah masalah personal, hal ini menjadi permasalahan yang bersifat substansial karena sangat erat kaitannya dengan penyelesaian kontrak itu sendiri.  Permasalahan lainnya yang masih berhubungan dengan availability adalah masalah availability data, dimana informasi yang disimpan dan ditransmisikan melalui lalu lintas jaringan itu harus available (bisa diperoleh) kapan saja dibutuhkan, sehingga harus ada suatu cara yang bisa mengatasi kemungkinan terjadinya error (kesalahan) baik yang disebabkan karena rusaknya program ataupun karena masuknya virus ke dalam sistem komputer. 
  
2.       Kelompok permasalahan-permasalahan yang bersifat prosedural, meliputi :
a.       Yurisdiksi atau forum (jurisdiction) ;
Yurisdiksi atau forum merupakan kekuasaan pengadilan untuk mengadili kasus-kasus tertentu.  Masalah yurisdiksi ini sangat kompleks, rumit, krusial dan urgen dalam e-commerce karena setiap putusan pengadilan yang tidak memiliki yurisdiksi atas perkara tertentu atau personal incasu pihak-pihak, dinyatakan batal demi hukum (null and void).  Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 84 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yurisdiksi menjadi relevan ketika pengadilan mencoba mempergunakan kekuasaannya terhadap setiap orang yang bukan penduduk atau tidak bertempat tinggal dalam batas-batas negara dari wilayah kekuasaan pengadilan, bahkan pengadilan tidak dapat menerapkan atau mengadili perkara tertentu kecuali negara mengadakan hubungan ekstradisi, maka para pihak yang melakukan kontrak antar negara yang mempunyai hubungan ekstradisi tersebut dapat menggunakan pilihan hukum atau menentukan hukum yang akan digunakan.  Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam penentuan yurisdiksi perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : lokasi para pihak; objek, barang atau jasa; kehadiran (presence) para kontraktan.  Selanjutnya terhadap negara yang ikut serta dalam konvensi biasanya diberlakukan peraturan mandatory (pelimpahan wewenang), sedangkan terhadap badan hukum atau perusahaan maka penentuan forumnya adalah domisili perusahaan.  Pada konsepsi mengenai alternatif pilihan (opsi), dimana penggugat memilih yurisdiksi berdasarkan hal-hal berikut :

1)      Lex loci contraktus, yaitu tempat dimana kontrak tersebut dilakukan oleh para pihak ;
2)      Lex loci delictionis, yaitu tempat dimana para pihak telah melakukan suatu perbuatan hukum atau pelanggaran dan mengakibatkan terjadinya akibat dari perbuatan hukum tersebut ;
3)      Terhadap delictiyang terjadi yaitu berdasarkan dua tempat yang terjadi maka penggugat dapat memilih salah satu forum ;
4)      Terhadap cabang perusahaan maka pilihan forum pada lokasi atau tempat cabang ;
5)      Terhadap dua tergugat, maka penggugat boleh memilih salah satunya ;
6)      Terhadap yurisdiksi khusus/ekslusif ;
7)      Yurisdiksi menurut konvensi dimana terdapat klausula;
8)      Terhadap konsumen, diberlakukan forum konsumen ;
9)      Terhadap tender pekerja dimana terdapat klausula dalam e-commerce, diperhatikan bukti-bukti komputer.

Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI) dikatakan bahwa pengadilan memiliki yurisdiksi terhadap seseorang apabila pengadilan tersebut memiliki wewenang untuk mengadili persengketaan yang melibatkan para pihak dalam membuat suatu perjanjian atau kontrak serta memberikan putusan yang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak.  Jadi, yurisdiksi pengadilan didasarkan atas batas-batas teritorial dari negara-negara atau pemerintahan yang diwakili oleh pengadilan yang bersangkutan.  Pada akhirnya, masalah yurisdiksi ini erat kaitannya dengan masalah hukum yang akan diterapkan pada kasus yang terjadi, yang dalam istilah hukum disebut dengan choice of law atau applicable law (hukum yang dapat diterapkan). 

b.       Hukum yang diterapkan (applicable law) ;
HPI (Hukum Perdata Internasional) mengatur pilihan hukum dalam perkara-perkara internasional.  Pada prinsipnya bentuk dan pengaruh suatu kontrak ditentukan oleh pilihan hukum para pihak.  Apabila perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak jelas maka perjanjian diatur oleh hukum, tempat dimana perbuatan itu dilakukan atau terjadi.  Dalam kaitan dengan e-commerce, timbul suatu masalah yaitu mengenai gambaran hukum penawaran dalam internet.  Dikatakan bahwa pada umumnya penawaran tercantum dalam homepage (situs), sehingga ketika tidak ada pilihan hukum yang efektif, maka hak dan kewajiban dari para pihak yang membuat kontrak dapat ditentukan oleh hukum yang berlaku dari suatu negara salah satu pihak, dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan hukum yang memiliki signifikasi terdekat dengan masalah dari para pihak.  Hukum yang diterapkan, disesuaikan dengan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pengadilan pertama-tama melihat isi dari kontrak tersebut khususnya klausula tentang pilihan hukum, apabila ada, maka kemudian pengadilan mengadakan dugaan hukum dengan melibatkan istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian dan keadaan sekitarnya dengan memperhatikan petunjuk dan semua unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam kontrak yang bersangkutan untuk mengetahui dan menentukan pilihan hukum. 

Pembuktian dalam e-commerce, memegang peranan yang sangat penting, bahkan tidak kalah pentingnya dengan yurisdiksi dan pilihan hukum, karena doktrin yurisdiksi dan pilihan hukum yang diterapkan sangat memperhatikan adanya bukti yang melandasi terjadinya kontrak antara para pihak.  Dalam perkara perdata (civil cases) pasal 164 HIR disebutkan alat-alat bukti yang sah, yaitu: bukti surat, bukti saksi, bukti sangka, pengakuan, dan sumpah.  Sedangkan dalam perkara pidana, dalam pasal 184 KUHAP menyebutkan alat bukti yang terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 

Dalam kaitannya dengan hubungan hukum yang terjadi melalui media internet, mengenai masalah pembuktiannya dalam hal alat bukti tertulis sangat sulit untuk dibuktikan, karena transaksi yang dilakukan melalui media internet tidak dituliskan diatas kertas yang dapat disimpan dan juga tidak selalu terdapat kwitansi sebagai tanda pembayaran yang ditandatangani pihak penerima pembayaran tersebut.  Selanjutnya mengenai masalah penandatangannan dokumen transaksi sulit dinyatakan secara tertulis, karena tanda tangan digital bukan merupakan tanda tangan yang dibubuhkan oleh pelaku transaksi di atas dokumen, melainkan hanya berupa kumpulan beberapa code digital yang disusun dan diacak dengan suatu sistem elektronik tertentu.  Dengan kata lain, dalam transaksi on-line tidak terdapat dokumen secara tertulis yang dapat dibawa sebagai bukti otentik di hadapan pengadilan atau pihak lain yang akan menyelesaikan sengketa.  Demikian pula pembuktian dengan surat yang mengharuskan adanya pembayaran bea materai atas setiap surat atau dokumen, sedangkan dalam transaksi secara on-line, suatu kontrak atau perjanjian hanya dilakukan dengan pengisian formulir yang disediakan oleh pelaku usaha bekerjasama dengan provider secara on-line, dan tidak terdapat kemungkinan pembubuhan materai pada  dokumen tersebut.

Pembuktian dengan kesaksian yaitu berbicara mengenai kesaksian yang dapat diajukan untuk peristiwa hukum yang terjadi melalui media internet, yaitu dapatkah provider internet atau karyawan diajukan sebagai saksi bahwa di media yang dikelolanya telah terjadi pelanggaran hukum, misalnya mengenai tindak pidana penipuan, kelalaian dan lain sebagainya.   

Kendala atau masalah hukum lainnya adalah penggunaan domain name, yang biasanya digunakan oleh seseorang yang hendak mendirikan suatu perusahaan di dalam dunia maya, yaitu mengenai penentuan alamat atau cara yang dalam istilah Internet disebut domain name.  Semakin mirip domain name tersebut dengan nama perusahaan atau merek barang yang dujual, maka semakin mudah bagi pelanggan untuk menemukan alamat atau domain nametersebut.  Misalnya, suatu bank di Indonesia yang bernama Bank Umum Indonesia (BUI), dimana web-site bank tersebut menggunakan http: / / www.bui.com sebagai domain name, maka situs bank tersebut akan mudah ditemukan oleh konsumen dari pada bank tersebut menggunakan domain name lain. 

Sebelum suatu perusahaan menentukan suatu domain name tertentu, sebaiknya terlebih dahulu mengecek apakah domain nameyang akan dipakainya itu telah digunakan oleh pihak lain atau belum.  Pengecekan domain name dilakukan melaui media InterNICInterNIC adalah sutau organisasi yang mendaftarkan domain name dan mengikuti perkembangannya melaui suatu database searcher yang disebut Whois.  Apabila nama yang diinginkan telah didaftarkan oleh pihak lain, maka perusahaan tersebut harus menghubungi pihak lain yang telah mendaftrkan nama tersebut dan menjajagi kemungkinannya, apakah perusahaan tersebut dapat membeli hak penggunaan nama itu, atau mengambil tindakan hukum terhadap pihak tersebut.  Pada kenyataannya terjadi praktek-praktek oleh para pihak tertentu untuk mendahului mendaftarkan suatu domain name tertentu yang terkait dengan suatu perusahaan lain, tujuan pihak tersebut ialah agar memperoleh keuntungan besar, dalam hal ini keuntungan itu diperoleh dengan cara menjual domain name tersebut kepada perusahaan yang ingin memiliki domain name itu.

Dari beberapa permasalahan diatas, telah dijelaskan mengenai permasalahan yang bersifat subtantif ataupun prosedural, yang dihadapi oleh para pelaku atau para pihak yang membuat suatu kontrak secara elektronik.  Salah satu permasalahan e-commerce yang paling dominan adalah permasalahan yang bersifat teknis operasional karena berhubungan dengan teknologi informasi.  Permasalahan-permasalahan hukum dalam e-commerce ini memerlukan sebuah solusi sehingga pada akhirnya mampu memberikan suatu kepastian hukum (legal certainty) dan melahirkan kepercayaan diri (self confidence) pada para pelaku bisnis e-commerce khususnya, dan kepada semua lapisan masyarakat umumnya. 

Subscribe to receive free email updates: