Pengertian Hukum Acara Peradilan - Hukum Acara disebut juga dengan hukum formil, yaitu :
“ Hukum yang mengatur cara menyelesaikan perkara melalui Pengadilan sejak diajukan gugatan sampai dengan pelksanaan putusan (eksekusi)”
Atau:
“Hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum materiil”
Atau :
“ Rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan peraturan hukum perdata”(Wirjono Projodikuro).
“ Hukum yang mengatur cara menyelesaikan perkara melalui Pengadilan sejak diajukan gugatan sampai dengan pelksanaan putusan (eksekusi)”
Atau:
“Hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum materiil”
Atau :
“ Rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan peraturan hukum perdata”(Wirjono Projodikuro).
Hukum Acara Perdata (Formal Civil Law):
“Peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata”
“Peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata”
Peradilan Agama:
“Salah satu kekuasaan kehakiman yang bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan (melaksanakan putusan) perkara perdata tertentu bagi orang Islam”
“Salah satu kekuasaan kehakiman yang bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan (melaksanakan putusan) perkara perdata tertentu bagi orang Islam”
Hukum Acara Peradilan Agama:
“ Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum perdata bagi orang Islam’
“ Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum perdata bagi orang Islam’
Hukum Perdata atau Pidana disebut juga dengan Hukum Materiil:
“ Hukum yang mengatur bagaimana seseorang harus bertindak terhadap orang lain, apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan serta sangsi apa yang harus diterima bagi orang yang melanggarnya”
“ Hukum yang mengatur bagaimana seseorang harus bertindak terhadap orang lain, apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan serta sangsi apa yang harus diterima bagi orang yang melanggarnya”
Hukum Pidana:
“Hukum yang mengatur tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) dan sangsi yang harus diterima bagi pelanggarnya”
Aspek Perkara Pidana:
1. Perbuatan pidana sifatnya merugikan negara, kepentingan umum, mengganggu kewibaan pemerintah, mengganggu ketertiban umum;
2. Inisiatif berperkara datang dari pihak penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim;
3. Pihak yang mengajukan perkara ke pengadilan disebut jaksa, polisi yang melakukan penyidikan. Pihak yang disangka melakukan tindak pidana disebut tersangka atau tertuduh atau terdakwa;
4. Hakim bertugas mencari kebenaran sesungguhnya (materii) secara mutlak dan tuntas;
5. Pemeriksaan perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian, kecualai ada alasan dideponir;
6. Pemeriksaan perkara pidana tidak dikenal sumpah pemutus ( decissoire);
7. Hukuman yang dibebankan oleh hakim kepada terdakwa berupa hukuman badan, denda dan hak, yaitu hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda, hukuman pencabutan hak tertentu.
Hukum Perdata:
“Hukum yang mengatur bagaimana seseorang atau pihak harus bertindak terhadap seseorang atau pihak lain, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan serta sangsi bagi yang malanggarnya”
Aspek Perkara Perdata:
Timbulnya perkara perdata karena terjadi pelanggarakan terhadap hak seseorang seperti yang diatur dalam Hukum Perdata. Akibat pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian bagi yang bersangkutan;
1. Inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Hakim baru bertidak menyelesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku apabila pihak yang dirugikan mengajukan penyelesaian (gugatan) kepada pengadilan.
2. Pihak yang mengajukan perkara ke pengadilan disebut penggugat, sedang pihak yang digugat (lawan) disebut tergugat;
3. Hakim bertugas mencari kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak-pihak. Hakim tidak boleh memeriksa/memutus melebihi dari apa yang diminta;
4. Pemeriksaan perkara perdata di muka persidangan selama belum diputus oleh hakim selalu dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara;
5. Pemeriksaan perkara perdata dikenal sumpah pemutus (decissoire);
6. Hukuman bagi pelanggar perkara perdata dibebankan oleh hakim kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi.
Hubungan antara Hukum Acara (formil) dengan Hukum Materiil:
“Keduanya mempunyai hubungan yang erat. Hukum materiil tidak bisa diterapkan secara benar tanpa hukum formil. Demikian halnya, hukum formil tidak punya arti tanpa adanya hukum materiil”