Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan PKP (Pengusaha Kena Pajak)
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
3. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
4. Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
a. Sebelum melakukan penyerahan barang dan atau jasa kena pajak bagi yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Pengusaha kecil yang memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib mengajukan pernyataan tertulis.
c. Pengusaha kecil yang tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak bila saat peredaran bruto melampaui batas tertentu, paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
5. Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP dan Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
a. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) non usahawan: fotocopi KTP,atau Kartu Keluarga,atau SIM, atau Paspor.
b. Untuk WP OP usahawan:
1) Fotocopi KTP/KK/SIM/Paspor.
2) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi berwenang.
c. Untuk WP Badan:
1) Fotocopi akte pendirian.
2) Fotocopi KTP salah seorang pengurus.
3) Fotocopi surat ijin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.
d. Untuk bendaharawan sebagai pemungut/pemotong:
1) Fotocopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
2) Fotocopi tanda bukti diri KTP/KK/SIM/Paspor.
e. Jika pemohon berstatus perusahaan anak/cabang, maka harus melampirkan bukti pendaftaran perusahaan induk/pusatnya.
6. Penghapusan NPWP oleh DirJen Pajak dilakukan jika:
a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP/ahli waris jika WP sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif atau obyektif sesuai ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.
b. WP badan dilikuidasi karena penghentian/penggabungan usaha.
c. WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
d. Dianggap perlu oleh DirJen Pajak.
7. Kode seri NPWP terdiri dari 15 digit dengan rincian:
Contoh: NPWP PT. ABC 01.855.081.4.521.000
a. 2 digit pertama merupakan identitas WP:
1) 01 s/d 03 : WP badan.
2) 04 dan 06 : WP pengusaha.
3) 05 : WP karyawan.
4) 07 s/d 09 : WP orang pribadi.
b. 6 digit kedua merupakan nomer registrasi/urut yang diberikan kantor pusat DJP kepada KPP. (contoh 855.081)
c. 1 digit ketiga diberikan untuk NPWP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP.
d. 3 digit keempat adalah kode KPP. (contoh 521)
e. 3 terakhir adalah status WP. (tunggal, pusat, atau cabang)
SPT
1. Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT harus dilaporkan dengan benar, lengkap, dan jelas.
2. Fungsi SPT:
a. Bagi WP PPh
1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
3) Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak.
1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang.
2) Untuk melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
3) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
c. Bagi Pemungut atau Pemotong Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
3. Prosedur penyelesaian SPT:
a. WP mengambil sendiri blanko SPT pada KPP setempat.
b. WP mengisi SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
c. WP menyerahkan kembali SPT ke KPP yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditentukan, minta bukti penerimaan yang bertanggal dari KPP. Jika lewat kantor pos harus tercatat, tanda bukti dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.
d. Benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Lengkap berarti memuat semua unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Jelas berarti melaporkan asal usul atau sumber dari obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
4. SPT dianggap tidak disampaikan bila:
a. SPT tidak ditandatangani
b. SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen yang telah ditentukan.
c. SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak dan WP telah ditegur secara tertulis.
d. SPT disampaikan setelah DirJen Pajak melaksanakan pemeriksaan atau menerbitkan SKP.
5. Pengolahan SPT:
a. Penelitian SPT
Kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
b. Perekaman SPT
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis data perpajakan dengan cara antara lain merekam, uploading, dan atau memindai (scanning).
6. Batas Waktu Penyampaian SPT:
a. SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak.
b. SPT Tahunan PPh WP OP, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
c. SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
7. Sanksi administrasi berupa denda:
a. Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN.
b. Rp 100.000 untuk SPT Masa Lainnya.
c. Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan.
d. Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh WP OP.
Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Tagihan Pajak (STP), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1. Fungsi SSP:
a. Sarana membayar pajak.
b. Sebagai bukti laporan pembayaran pajak.
2. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak:
a. Bank-bank yang ditunjuk oleh DitJen Anggaran.
b. Kantor Pos dan Giro
3. Fungsi STP:
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang SPT wajib pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak.
4. STP diterbitkan apabila:
a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap.
f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.
5. Sanksi Administrasi:
a. Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa, bagian atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya STP.
b. (5d) Wajib menyetor pajak yang terutang dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak).
c. (5g) Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SKP sampai dengan tanggal penerbitan STP.
6. SKP:
a. SKP (Surat Ketetapan Pajak)
b. SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
d. SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil)
e. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)
7. Fungsi SKPKB:
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT.
b. Sarana mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.
8. SKPKB diterbitkan apabila:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.
b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 3 (UU KUP) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% yang mengakibatkan restitusi.
d. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dan 29 (UU KUP) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
e. Kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.
9. Sanksi Administrasi:
a. (9a dan 9e) Jumlah kekurangan pajak yang terutang ditambah bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau masa berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b. (9b) Kenaikan 50% dari PPh kurang atau tidak dibayar.
c. (9c) Jumlah pajak dalam SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang bayar.
10. Fungsi SKPKBT:
a. Sebagai koreksi atas ketetapan pajak kurang bayar (sebelumnya).
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.
11. SKPKBT diterbitkan apabila:
a. Berdasarkan data baru atau data yang semula belum terungkap menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam SKP sebelumnya.
b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.
12. Sanksi Administrasi:
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Pembukuan
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
7. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
8. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
9. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan:
a. Tidak mengadakan pembukuan atau pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP secara jabatan ditambah kenaikan 100%, khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.
b. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah benar; tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan; tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; akan dipidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar.
Keberatan
1. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada DirJen Pajak atas suatu: SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali bila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
4. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas SKP, wajib pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
6. Bila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, DirJen Pajak wajib memberikan keterangan tertulis hal yang menjadi DPP, penghitungan rugi atau pemotongan atau pemungutan pajak.
7. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK keberatan.
8. Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
9. DirJen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Jika jangka waktu tersebut telah terlampaui dan DirJen Pajak tidak memberi surat keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
10. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. DirJen Pajak dapat menerbitkan keputusan atas keberatan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Banding
1. Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Pengadilan Tinggi Urusan Negara.
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Dalam hal mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang belum dibayar saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
4. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
5. Jika keberatan, banding, dan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya dan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan dimaksud dikembalikan dengan ditambah bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan.
Pemeriksaan
1. Sasaran pemeriksaan adalah mencari adanya:
a. Interprestasi undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilaksanakan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
2. Tujuan Pemeriksaan adalah menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal wajib pajak:
a. Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar.
b. Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.
c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tidak tepat waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran.
d. Melakukan penggabungan, pembubaran atau akan selama-lamanya.
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisa resiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan wajib pajak tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
3. Tujuan Lain:
a. Pemberian NPWP secara jabatan.
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.
d. Wajib pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan NPPN.
f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda.
4. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau obyek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan.
d. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan kantor sesuai dengan waktu yang ditentukan.
e. Memenuhi permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan.
f. memberi keterangan secara tertulis maupun lisan.
g. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui.
h. Menandatangani BAP pemeriksaan, bila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui.
i. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, apabila menolak membantu kelancaran pemeriksaan.
j. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan penyegelan tempat dan atau ruangan tertentu.
5. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan:
a. Minta untuk memperlihatkan tanda pengenal dan surat pemeriksaan.
b. Minta untuk menyerahkan surat pemberitahuan pemeriksaan.
c. Minta penjelasan tertentu maksud dan tujuan pemeriksaan.
d. Minta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT.
e. Memberikan sanggahan terhadap koreksi yang dilakukan pemeriksaan pajak, dengan menunjukkan bukti yang kuat dan syah dalam rangka closing conference.
f. Meminta tanda bukti peminjaman buku, dokumen, dan catatan secara rinci.