Pengelolaan Kualitas Sumber Daya Air
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Sumber air tersebut ada yang diperoleh dari air tanah, mata air, air sungai, danau, dan air laut. Sumber air di bumi tersebut berasal dari suatu siklus air dimana tenaga matahari merupakan sumber panas yang mampu menguapkan air. Air baik yang berada didarat maupun d laut akan menguapa oleh panas matahari. Uap kemudian naik berkumpul menjadi awan. Awan mengalami kondensasi dan pendinginan akan membentuk titik-titik air dan akhirnya akan menjadi hujan. Air hujan jatuh ke bumi sebagian mengalir meresap kedalam tanah menjadi air tanah dan mata air, sebagian mengalir melalui saluran yang disebut air sungai, sebagian lagi terkumpul dalam danau/rawa dan sebagian lagi kembali ke laut.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Sumber Daya Air dikelola berdasarkan asas kelestarian, kesimbangan, kemanfaat umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas
Menurut UU.No 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa, Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Secara umum, Pengelolaan Sumber Daya Air meliputi ; perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengkoordinasian, pengendalian, pengawasan, penganggaran dan keuangan.
Pengeloaan Sumber Daya Air juga dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non-struktural, untuk mengendalikan system sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. Tindakan-tindakan struktur (structural measure) untuk pengelolaan air adalah fasilitas-fasilitas terbangun (constructed facilities) yang digunakan untuk mengendalikan aliran air baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Tindakan-tindakan non-struktural (non-structual measure) untuk pengelolaan air adalah program-program atau aktifitas-aktifitas yang tidak membutuhkan fasilitas-fasilitas terbangun. (Grigg, 1996)
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas yang diinginkan sesuai fungsi peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisis alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
Tindakan-tindakan pengelolaan dalam upaya pengaturan kualitas air menurut Brooks dkk, (1994), dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : pengaturan, fiscal, dan pengelolaan serta investasi public secara langsung. Dalam pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan kualitas air meliputi zooning, regulasi, peraturan-peraturan spesifik tentang air dan tanah, pengendalian, perijinan, larangan dan lisensi. Untuk kategori fiscal meliputi harga, pajak, subsidi, denda, dan bantuan. Sedangkan yang masuk dalam kategori pengelolaan dan investasi publik antara lain bantuan teknis, riset, pendidikan dan pengelolaan tanah dan air, instansi dan infrstuktur.
Penggunaan teknologi pengelolaan air dapat dilihat berdasarkan :
1. Kualitas Air :
a. Siklus air di alam
b. Baku mutu lingkungan hidup
c. Klasifikasi dan kriteria mutu air (kondisi fisika-kimia-biologis air)
d. Kontrol polusi air
2. Sistem pengolahan air :
a. Tahap pengolahan air tawar
b. Problem dalam unit pengolahan air
Ada beberapa teknologi yang dipakai untuk pengelolaan kualitas air, misalnya:
1. Manipulasi kondisi air kultur
Parameter fisika-kimia kultur (kimia : kandungan oksigen terlarut, kandungan H2S, NH3, tingkat keasaman (pH); fisika: salinitas, turbiditas/kekeruhan air, filtrasi, sterilisasi). Parameter biologis kultur (parameter dan pengukuran kualitas biologis air, bakteri nitrifikasi (isolasi, substrat, etc), probiotik, bio-flok, perifiton, pakan alami dan aplikasi)
2. Teknologi pengelolaan kualitas air
Teknologi sistem resirkulasi, zero-water discharge
3. Faktor ekonomi dalam pengelolaan kualitas air
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Kriteria mutu air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air. Mutu air dapat diklasifikasikan menjadi 4 kriteria :
1. Kelas Satu
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas Empat
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengendalikan kualitas air terlebih dahulu menentukan kelas/mutu air yang ditinjau sebagai patokan dalam menentukan alternatif yang diambil sebagai upaya pengendalian kualitas air, Untuk menentukan pengendalian kualitas air dilakukan tahap/proses sebagai berikut.
(Gambar Diagram Alir Pengendalian Kualitas Air)
Penentuan Titik Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan contoh ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat diketahui kualitas air alamiah dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kualitas air alamiah diukur pada lokasi di hulu sungai yang belum mengalami perubahan oleh kegiatan manusia. Sedangkan perubahan kualitas air dapat diketahui di hilir sungai, setelah melalui suatu daerah permukiman, industri ataupun pertanian. Di daerah muara sungai diperlukan pula lokasi pengukuran untuk mengetahui pengaruh intrusi air laut. Pada danau atau waduk sekurang-kurangnya diperlukan tiga titik pengambilan contoh yaitu sebelum masuk, di tengah dan setelah keluar dari danau.
Untuk keperluan pengendalian pencemaran air, contoh diambil pada 3 lokasi:
1. Pada perairan penerima sebelum tercampur limbah (upstream) (titik 4)
2. Pada saluran pembuangan air limbah sebelum ke perairan penerima (titik 3)
3. Pada perairan penerima setelah bercampur dengan air limbah (downstream), namun belum tercampur atau menerima limbah cair lainnya (titik 5)
(Gambar Contoh Lokasi Pengambilan Sampel untuk Pengendalian Pencemaran Air)
Pengambilan Sampel
Pengambilan contoh dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis tergantung dari keperluan dan fasilitas yang ada. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa cara yang digunakan dalam pengambilan sampel.
Cara Manual
Pengambilan contoh secara manual mudah diatur waktu dan tempatnya, serta dapat menggunakan bermacam-macam alat sesuai dengan keperluannya. Apabila diperlukan volume contoh yang lebih banyak, contoh dapat diambil lagi dengan mudah. Selain itu biaya pemeliharaan alat dengan cara ini tidak besar bila dibandingkan dengan cara otomatis. Akan tetapi keberhasilan pengambilan contoh secara manual sangat tergantung pada keterampilan petugas yang melaksanakannya. Pengambilan contoh secara manual yang berulang-ulang dapat menyebabkan perbedaan perlakuan yang dapat mengakibatkan perbedaan hasil pemeriksaan kualitas air.
Pengambilan contoh secara manual sesuai untuk diterapkan pada pengambilan contoh sesaat pada titik tertentu dan untuk jumlah contoh yang sedikit. Sedangkan untuk pengambilan contoh yang rutin dan berulang-ulang dalam periode waktu yang lama cara manual memerlukan biaya dan tenaga kerja yang besar.
Gambar Alat Pengambil Contoh Sederhana
(a) Gayung Bertangkai Panjang;
(b) Botol;
(c) Botol dengan Pemberat
Cara Otomatis
Pengambilan contoh cara otomatis sesuai untuk pengambilan contoh gabungan waktu dan contoh yang diambil rutin secara berulang-ulang. Contoh dapat diambil pada interval waktu yang tepat secara terus-menerus dan secara otomatis dapat dimasukkan ke dalam beberapa botol contoh secara terpisah atau ke dalam satu botol untuk mendapatkan contoh campuran.
Pemeriksaan contoh secara terpisah dari tiap-tiap botol dapat menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada masing-masing contoh, serta dapat memberikan nilai minimum dan maksimum dalam periode waktu tertentu. Sedangkan hasil pemeriksaan dari contoh komposit merupakan hasil rata-rata selama periode pengukuran.
Dewasa ini telah banyak peralatan mekanis yang dapat digunakan untuk mengambil contoh cara otomatis yang dirancang sesuai dengan keperluan pemakainya. Beberapa alat pengambil contoh otomatis dirancang khusus yang dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik sumber air dan air limbah setiap waktu, debit air setiap waktu, berat jenis cairan dan kadar zat tersuspensi, serta terdapatnya bahan-bahan yang mengapung. Akan tetapi pengambilan contoh secara otomatis memerlukan biaya yang lebih mahal untuk konstruksi alat dan pemeliharaannya, serta memerlukan tenaga operator yang terlatih.
Gambar Alat pengambil contoh air otomatis
Analisa Kualitas Air
Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah :
- DO (Dissolved Oxygen)
- BOD (Biochemical Oxygen Demand)
- COD (Chemical Oxygen Demad) dan
- pH
DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme, seperti bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Biochemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biokimia yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar.
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan (Alaerts dan Santika, 1984).
COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum,
pH
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka.
Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral. Nilai pH bisa ditentukan melalui alat pH meter atau dengan uji kertas lakmus.
Mutu dan Kelas Air (PP No. 8 Tahun 2001 dan PP No.2 Tahun 1990)
a. Definisi (PP No. 8 Tahun 2001 Pasal 1)
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
b. Klasifikasi Mutu dan Kelas Air (PP No. 8 Tahun 2001 Pasal 8)
1. Kelas Satu
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas Dua
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas Tiga
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Penggolongan Air (PP No.2 Tahun 1990 Pasal 7)
Penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut :
1. Golongan A
Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu,
2. Golongan B
Air yang dapat dighunakan sebagai air baku air minum,
3. Golongan C
Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan,
4. Golongan D
Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
Pengendalian Pencemaran Air
Pengendalian Pencemaran air dilakukan apabila kualitas sumber air yang ada tidak sesuai kelas/mutu air yang tetapkan untuk penggunaan sumber air.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air
Upaya pengendalian pencemaran air merupakan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota yang diatur dalam PP No. 8 Tahun 2001, adapun wewenang dalam pengendalian pencemaran air adalah;
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Landasan Hukum Mengenai Kualitas Air dan Air Tercemar
Undang-Undang No.7 Tahun 2004 Pasal 23 Mengenai Sumber Daya Air (UU no 7 tahun 2004 Pasal 23)
i. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada sumber-sumber air.
ii. Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
iii. Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
iv. Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup yaitu; masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula tercemar karena masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau zat yang membahayakan bagi kesehatan. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya.
STUDY KASUS
Permasalahan
Sungai merupakan tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai mampu menampung aliran permukaan dari daerah tangkapannya atau disebut dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS). DPS merupakan satuan hidrologis, dimana didalamnya berlangsung berlangsung proses biohidrologis, yaitu suatu proses dinamik dalam bentuk, aktivitas, iterrelasi dan interdepensi antara factor manusia, makhluk hidup lain, fisik hidrologi didalamnya termasuk didalamnya proses erosi, sedimentasi, pencemaran dan upaya pengendaliannya.
Perkembangan jumlah manusia dalam satuan DPS, sangat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas air sungai. Aktivitas pembangunan yang meningkat, berbanding lurus dengan peningkatan jumlah limbah/polutan. Kondisi terkini sungai citarum dan sungai citanduy adalah penjelasan factual.
Sungai sebagai suatu ekosistem memerlukan suatu sistem pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik dan fungsinya. Variasi karakteristik dan fungsi sungai menghendaki variasi upaya pengelolaan. Variasi upaya pengelolaan sangat identik dengan variasi aktor pengelola dan pananggung jawab, serta variasi visi dan misi upaya pengelolaan. Oleh karena itu diperlukan suatu media agar upaya pengelolaan dilakukan secara terkoordinasi, terpadu dan sinergi dalam tataran visi dan misi, jenis upaya, ruang, dan waktu. Hal ini sesuai dengan yang digariskan dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan.
Pendekatan Pemecahan masalah
Media pengelolaan yang dimaksud berupa Pengembangan Infrastruktur dan pengelolaan kualitas air sebagai salah satu bentuk upaya pengelolaan Sungai Citarum dan Sungai Citanduy sebagai contoh kasus. Terdapat dua metoda yang dapat digunakan untuk menentukan status mutu air, yaitu Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran (Kepmen KLH No. 115 Tahun 2003).
Pembahasan
a. Status Mutu Air Sungai Citarum
Sungai Citarum diperuntukkan sebagai air baku air minum, perikanan dan peternakan, pertanian, dan lain-lain yang termasuk ke dalam Golongan B; C; D (Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tanggal 21 Desember 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat). Peruntukan baku mutu air Sungai Citarum yang digunakan disesuaikan dengan peruntukan baku mutu air Kelas II (PP Nomor 82 Tahun 2001). Hasil perhitungan terhadap sejumlah data yang dikumpulkan dari 10 titik pengamatan di Sungai Citarum (BPLHD Jabar, 2004) diperoleh status mutu Sungai Citarum (Metode STORET) yang disajikan pada Tabel dan Gambar .
Tabel Status Mutu Air Sungai Citarum (Metode STORET)
b. Kelas Air Sungai Citarum
Berdasarkan hasil perhitungan status mutu air Sungai Citarum (Gambar ), kelas air Sungai Citarum adalah sebagai berikut (Tabel ):
Tabel Kelas peruntukan air pada ruas-ruas Sungai Citarum
c. Kualitas Air Sungai Citanduy
Analisis kualitas air sungai Citanduy dilakukan terhadap data primer dari 9 titik pengamatan. Letak titik-titik tersebut secara berurutan titik 1 ke titik 9 (dari hulu ke hilir) adalah : Desa Panumbangan; Desa Sukamulya; Desa Panyingkiran; Desa Handapherang; Desa Purwaharja; Desa Pataruman; Desa Langensari; Desa Paledah; dan Desa Pamotan (lihat Gambar ). Jumlah parameter yang dianalisa sebanyak 7 buah, antara lain : pH, TSS, BOD, COD, Total N, total P dan Bakteri E-coli.
Gambar Titik pengamatan kualitas air Sungai Citanduy
Di antara 7 parameter tersebut, parameter TSS (Total Suspended Solid), merupakan parameter yang cukup mengkhawatirkan pada semua titik pengamatan (lihat Gambar ). Nilai TSS tidak memenuhi baku mutu kelas I-II, sedangkan jika dimasukkan ke dalam kelas III-IV semua titik memenuhi baku mutu. Oleh karena itu bahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada parameter ini.
Berdasarkan Gambar , diambil tiga buah titik pengamatan untuk mengetahui jumlah TSS per tahun (Tabel ), nampak bahwa titik pengamatan Pataruman mempunyai TSS terbesar.
Tabel . Total TSS per tahun untuk tiga titik pengamatan
Pengembangan Infrastruktrur
· Prinsip Dasar
Prinsip dasar Pengembangan-Infrstruktur Pengelolaan Kualitas Air adalah:
· Kebijaksanaan dan konsep penataan yang jelas
· Pemanfaatan mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat
· Pengembangan memperhatikan potensi, budaya dan kearifan masyarakat lokal
· Pemeliharaan sungai disesuaikan dengan fungsi dan karakteristik sungai
· Pengawasan dilakukan secara terus menerus dan efektif
· Pengendalian fokus pada kegiatan manusia yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pengendalian aktivitas sungai yang mengancam manusia.
· DPS Citarum
· Analisa dan Identifikasi Sumber Pencemar
1. Ruas Wangisagara dan Ruas Majalaya
Pada ruas Wangisagara, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, kebutuhan oksigen biologis (biological oxygen demand, BOD), E.Coli tinja, dan deterjen yang melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan terutama oleh limbah domestik, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi
2. Ruas Majalaya
Pada ruas Majalaya, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, amonia, seng, koli tinja, dan deterjen yang melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum masih disebabkan terutama oleh pencemaran limbah domestik, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
3. Ruas Sapan
Pada ruas Sapan, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, kebutuhan oksigen kimia (Chemical Oxygen Demand (COD)), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), total fosfat, amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak memenhui baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
4. Ruas Cijeruk
Pada ruas Cijeruk, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, COD, DO, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh pencemaran limbah domestik dan industri, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
5. Ruas Dayeuhkolot
Pada ruas Dayeuhkolot, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, COD, DO, amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh pencemaran limbah domestik dan industri, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
6. Ruas Burujul
Pada ruas Burujul, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS, BOD, COD, DO, total fosfat, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
7. Ruas Nanjung
Pada ruas Nanjung, Sungai Citarum memiliki konsentrasi TSS, BOD, COD, DO, total fosfat, amonia, koli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan terutama oleh limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi.
8. Ruas Bendung Curug
Pada ruas Bendung Curug, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-parameter kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD)), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), dan E.Coli tinja yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh pencemaran limbah domestik.
9. Ruas Bendung Walahar
Pada ruas Bendung Walahar, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-parameter kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), dan E.Coli tinja yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh pencemaran limbah domestik.
10. Ruas Tanjungpura
Pada ruas Tanjungpura, Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter-parameter kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand (BOD)), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)), amonia, E.Coli tinja, dan deterjen yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada kualitas air Sungai Citarum disebabkan oleh pencemaran limbah domestik.
· Infrastruktur Pengelolaan Kualitas Air
Berdasarkan lokakarya yang telah diselenggarakan oleh KLH, BPLHD Jabar dan LAPI ITB, terungkap bahwa terdapat beberapa infrastruktur yang telah, sedang dan akan dikembangkan oleh berbagai stake holder, antara lain:
a. Perda Pengendalian Lingkungan dan Tata ruang, dalam bentuk pengendalian pemanfaatan ruang dan penertibannya.
b. Pembanguan IPAL dan IPAL Gabungan (terpadu) untuk kawasan industri dan pemukiman (perumahan).
c. Pengembangan sistem informasi geografis untuk pengendalian pencemaran air
d. Pembuatan saluran pembuangan limbah tertutup di setiap pemukiman padat
e. Pembuatan jamban umum dan septic tank komunal untuk satuan-satuan pemukiman di sepanjang sungai Citarum
f. Pembuatan Bar Screen untuk mecegah masuknya sampah ke badan sungai
g. Pengadaan Bin Container dan gerobak sampah untuk setaip unit kelurahan atau unit pemukiman
h. Pembangunan instalasi biogas untuk limbah ternak di setiap unit peternakan
i. Pembuatan sumur pantau utuk monitoring kualitas air tanah pada setiap unit industri, dan pemukiman
j. Pembuatan demonstrasi plot pengendalian erosi dan sedimentasi
k. Pembangunan stabilisasi badan sungai
l. Pembangunan sumur resapan dalam satuan unit pemukiman dan insudtri
m. Pemabngunan IPLT, untuk pengolahan limbah tinja
n. Pembanguan TPS dan TPA untuk limbah domestik dan limbah B3
o. Pembangunan IPLC
p. Pengadaan laboratorium pemantauan dan analisis kualitas air sungai
q. Pembangunan dan pelaksanaan perangkat lunak lain, seperti penyuluhan, program kali
r. Bersih, pelatihan pemantau kualitas air, dan pelaksanaan program kali bersih.
· DPS Citanduy
Seperti telah dikemukakan pada permasalahan diatas, sumber masalah dalam pengendalian sungai Citanduy adalah TSS. TSS ini hanya sebagai indkator potensi sedimen dan sedimentasi pada sungai Citanduy. Potensi sedimen sebenarnya dapat digambarkan oleh besarnya bed load yang pada aliran sungai dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di upper catchmentnya.
Sumber Pencemar (Sedimen) dan Skenario Pengendalian TSS
Berdasarkan pengamatan lapangan, pencemar (sedimen) berasal dari erosi di permukaan lahan (erosi lembar, erosi alur, erosi parit, dan erosi jurang); erosi tebing sungai; erosi di lahan permukiman, jalan dan lahan fasilias umum lainnya; pengolahan lahan/sawah; penataan bentuk permukaan lahan (perubahan morfologi lahan); dan sebagainya.
Tabel Skenario Pengendalian TSS melalui pengendalian TBE (jagka pendek-panjang)
Erosi di permukaan lahan sebagai salah satu sumber sedimen, dapat diduga dari Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan luasnya. Dengan asumsi erosi permukaan lahan merupakan penyumbang terbesar sedimen (TSS), maka upaya pengendalian TSS dapat didekati dengan upaya pengendalian TBE. Skenario pengendalian TBE disajikan pada Tabel .
Infrastruktur Pengendalian TSS
Infrastruktur pengendalian kualitas air dalam rangka pengelolaan sungai Citanduy menurut pembagian DPS Hulu, Tengah, dan Hilir beserta target objek permasalahannya disajikan pada Tabel.
Tabel. Infrastrtur pengendalian kualitas air (TSS) DPS Citanduy
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan kualitas air Sungai Citarum dan Citanduy disebabkan oleh pencemaran limbah domestik dan industri, pertanian, fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi. Oleh karena itu pengembangan infrastruktur pengelolaan kualitas air sungai Citarum dan sungai Citanduy harus disesuaikan dengan karakteristik air dan sumber pencemar di setiap ruas sungai Citarum dan sungai Citanduy.