Pengertian Bangsa

Pengertian Bangsa 
Ada beberapa pengertian tentang bangsa (nasion/nation) dan kebangsaan yang berkembang. Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah: bukan suatu ras, bukan orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh batas-batas geografis atau batas alamiah. Nasion (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah lampau dan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Nasion memiliki masa lampau tetapi berlanjut masa kini dalam suatu realita yang jelas melalui kesepakatan dan keinginan untuk hidup bersama (le desire d’etre ensemble). Nasion tidak terkait oleh negara, karena negara berdasarkan hukum. Menurutnya, wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Bagi rakyat negara yang dikuasai ras lain (negara jajahan), para pemimpin pergerakan/kemerdekaan mengobarkan semangat nasionalisme berdasarkan teori Renan. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa pada negara nasional baru (dikenal pula sebagai negara dunia ketiga) jiwa nasionalisme tumbuh seperti teori dari Ernest Renan. 


Sementara itu, menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002: 213): bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Teori Kohn ini nampaknya berdasarkan perkembangan pengertian bangsa (nasion) di Eropa daratan (kontinental). Bangsa (nasion) di Eropa kontinental bangkit karena revolusi leksikografi, bahwa bahasa milik pribadi-pribadi kelompok khas (Anderson, 2001: 126). Eropa—kontinental—dikuasai oleh dinasti Habsburg di sebagian Eropa Tengah dan Timur, dinasti Romanov di Eropa Timur, Rusia dan Asia Barat hingga Siberia dan dinasti Usmaniah (Ottoman) di Balkan, Jazirah Arab dan Afrika Utara, sedangkan Eropa Barat dikuasai ex dinasti Bourbon. Bangsawan—penguasa—lokal diharuskan mampu berbahasa Latin sebagai bahasa resmi di dalam wilayah dinasti maupun sebagai lingua franca antara para bangsawan—dinasti dan lokal—serta kaum intelektual. Persoalan timbul, bahwa yang mampu menguasai bahasa resmi hanya sedikit. Hal itu menyebabkan percetakan tidak dapat menerbitkan secara luas karya tulis para intelektual dan menimbulkan kerugian. Sebagai tindak lanjutnya, penerbitan lebih banyak menggunakan bahasa lokal agar masyarakat yang mampu membaca tulisan lebih banyak. Faham egaliterisme di kalangan masyarakat menumbuhkan nasionalisme berdasarkan budaya lokal. Rupanya faktor inilah yang menjadikan Hans Kohn membuat definisi seperti itu. 


Definisi bangsa menurut paham bangsa Indonesia tertuang berdasarkan isi Sumpah Pemuda. Menurut Kaelan (2002: 213) adanya unsur masyarakat yang membentuk bangsa yaitu: berbagai suku, adat istiadat, kebudayaan, agama serta berdiam di suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau. Selanjutnya bangsa juga mempunyai kepentingan yang sama dengan individu, keluarga maupun masyarakat yaitu tetap eksis dan sejahtera. Salah satu persoalan yang timbul dari bangsa adalah ancaman disintegrasi, dan yang menjadi penyebab utama biasanya perbedaan persepsi pada upaya masyarakat yang ingin “merekatkan diri lebih ke dalam”, yaitu ingin mempertahankan pola. Oleh karena itu pada bangsa yang baru merdeka atau berdiri diupayakan memiliki alat perekat yang berasal dari budaya masyarakat. Pada perkembangannya alat perekat ini, dikenal sebagai ideologi yang hendaknya dipahami oleh bangsa itu sendiri. 


Sejarah Berdirinya Bangsa Indonesia. 
Sejarah lahirnya bangsa (nasion) Indonesia cukup panjang dan itu tidak lepas dari upaya Vereenigde Oost Indische Companie (VOC) yang dilanjutkan Pemerintah Belanda memecah belah rakyat nusantara, melalui kebijaksanaan pemilahan penduduk. Namun, reaksi rakyat nusantara justru ingin bersatu dan berkelompok atas dasar kesamaan: tempat tinggal, daerah asal dan agama. Inilah embrio semangat persatuan dalam prulisme. 


Gerakan Etika Politik di Eropa dilaksanakan juga di nusantara dengan maksud ingin membalas jasa rakyat. Dengan demikian rakyat akan mudah diatur oleh Belanda. Ternyata gerakan ini disambut baik oleh kaum pergerakan dan dibantu oleh para penguasa lokal. Para pemimpin pergerakan melakukan upaya pendidikan dan mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum pribumi. Boedi Oetomo merupakan organisasi masyarakat pribumi pertama melakukan pendidikan untuk kaum pribumi. Kaum pribumi menjadi haus bacaan dan ilmu pengetahuan. Sastra Barat mulai diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu dan Jawa yang akhirnya membangkitkan semangat egaliter. Dari semangat egaliter membangkitkan kesadaran berbangsa dan berpolitik, yang selanjutnya mejadi gerakan politik sehingga lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu Ben Anderson (2001) berpendapat bahwa nation state merupakan komunitas terbayang (imagined communities) yang menyatu. 


Nasionalisme Indonesia.
Nasionalisme mengandung arti faham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Nasionalisme merupakan gerakan sentimen mencintai bangsa namun hendaknya dalam koridor universal. Dengan semangat nasionalisme yang tinggi akan terbangun kekuatan dan kontinuitas sentimen mencintai bangsa dalam bentuk identitas nasional.


Faham nasionalisme terbangun melalui beberapa konsep antara lain: (1) konsep theologi yang identik dengan fitrah manusia untuk bersatu membentuk masyarakat dan membangsa; (2) konsep politik yang terbangun melalui hakikat budaya politik bangsa; (3) konsep budaya yang tetap menghormati tumbuh dan berkembangnya semangat multikultur. Namun, kini faham nasionalisme lebih menekankan pada aspek politik.


Nasionalisme Indonesia bertitik tolak dari semangat sumpah pemuda yang pada dasarnya perubahan semangat kesukuan ke semangat kebangsaan (dikenal sebagai “dari ke-kami-an menjadi ke-kita-an”). Adapun beberapa ciri khas nasionalisme Indonesia adalah: (1) Bhineka Tunggal Ika; (2) Etis (paham etika Pancasila); (3) Universalitik; (4) Terbuka secara kultural; dan (5) Percaya diri. 


Pertumbuhan Nasionalisme Indonesia telah mengalami perubahan seiring dengan perubahan rezim. Masa Orde Lama semangat persatuan mulai menguap dan identitas nasional (sebagai salah satu bentuk nasionalisme) terdistorsi menjadi identitasnya Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi (PBR). Di zaman Orde Baru, spirit kebangsaan ditumbuh-kembangkan untuk mengatasi keterpurukan ekonomi warisan orde lama. Namun, ujung-ujungnya Pancasila secara manipulatif “diritualisasikan” untuk mengamankan proses kolusi, korupsi dan nepotisme dan “kroniisme”. Identitas nasional—yang merupakan salah satu ciri khas nasionalisme—terdistorsi menjadi identitas nasionalnya presiden sebagai penguasa tunggal.


Negara dan Bangsa
Negara menurut Logemann adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan, dengan kekuasaannya, mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat. Lebih jauh menurut Max Weber negara merupakan struktur politik yang diatur oleh hukum, yang mencakup suatu komunitas manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan menganggap wilayah yang bersangkutan sebagai milik mereka untuk tempat tinggal dan penghidupan mereka (Naning, 1983: 3 – 4). Ada pengadaan dan pemeliharan tata keteraturan (hukum) bagi kehidupan mereka. Ada monopoli kepemilikan dan penggunaan kekuatan fisik secara sah (legitimasi). Dengan demikian Negara merupakan alat masyarakat untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Negara. Adanya legitimasi pada Negara, organisasi ini dapat memaksa kekuasaannya secara sah terhadap semua kolektiva dalam masyarakat. Ada tiga sifat yang merupakan kedaulatan. Pertama sifat memaksa, yaitu negara memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara sah (legal) agar dapat tertib dan aman. Kedua sifat monopoli, yaitu negara berhak dan kuasa tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat atau bangsa. Ketiga sifat mencakup semua, yaitu semua peraturan perundang-undangan mengenai semua orang, baik warga negara maupun bukan warganegara.


Menurut Konvensi Montevideo, diperlukan 3(tiga) syarat yang bersifat konstitutif. Pertama harus ada wilayah, yaitu suatu daerah yang telah dinyatakan sebagai milik bangsa tersebut, dan batas-batas wilayah ditentukan oleh perjanjian internasional. Kedua harus ada rakyat, yaitu orang yang mendiami di wilayah tersebut dan dapat terdiri dari atas berbagai golongan atau kolektiva sosial; yang harus patuh pada hukum dan Pemerintah yang sah. Ketiga harus ada Pemerintah, yaitu suatu organisasi yang berhak mengatur dan berwewenang merumuskan serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang mengikat warganya. Lebih lanjut menurut Prof DR Sri Soemantri, SH (Diknas, 2001: 50) dapat pula ditambahkan ada pengakuan kedaulatan dari negara lain. Kedaulatan merupakan unsur mutlak yang harus ada dan merupakan ciri yang membedakan antara organisasi pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan/sosial. Untuk lebih mampu menghadapi lawan, negara berhak menuntut kesetiaan para warganya. Demikian pula dapat ditambahkan adanya tujuan negara, baik tersurat maupun tersirat, melalui konstitusi. 


Lingkungan Negara
Masalah negara dalam arti institusi atau state tidak dapat terlepas dari pengaruh negara lainnya yang berdekatan. Oleh karena itu harus diketahui dan dipahami dengan benar apa yang dilakukan oleh negara tetangga, baik secara regional maupun global. Sebagai tindak lanjutnya kita harus dapat memprediksi secara strategis masalah lingkungan dan kemitraan.


Masalah lingkungan hidup menjadi penting dan ini harus dapat dipahami dan diresapi oleh masyarakat kita terutama di perbatasan dengan negara tetangga. Banyak garis batas antar negara berubah karena ketidak tahuan dan kesadaran masyarakat kita sendiri. Pergeseran batas wilayah sering diawali dengan kerusakan lingkungan karena eksploitasi wilayah yang berlebihan tanpa memikirkan dampak lingkungan. Kerusakan lingkungan tidak saja berakibat mundurnya batas wilayah tetapi juga menyebabkan banyaknya kecelakaan yang merugikan masyarakat, yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Subscribe to receive free email updates: