Sejarah Tahap Hubungan Antar Manusia

Sejarah Tahap Hubungan Antar Manusia 
Penelitian yang lebih intensif terhadap sumber daya manusia berlansung pada penghujung tahun 1920-an dan awal 1930-an. Pada kurun waktu itu, perhatian para manajer dicurahkan pada karyawannya untuk meningkatkan produktifitas kerja mereka. Produktifitas karyawan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh cara pekerjaan dirancang dan diberikan imbalan memadai, tetapi juga oleh faktor lain, yaitu faktor sosial dan psikologis.


Temuan ini merupakan temuan pertama dengan mengindikasikan bahwa factor social dan psikologis dalam suatu lingkungan kerja dapat mempunyai dampak signifikan terhadap tingkat produktifitas kerja para karyawan. Produktifitas bertalian langsung dengan itensitas kerjasama dan kerja tim dalam kelompok. Tingkat kerja tim dan kerja sama hubungan dengan minat penyelia dan periset dalam kelompok kerja, kurangnya pendekatan koersif terhadap perbaikan produktivitas, dan partisipasi kalangan karyawan dalam perubahan yang mempengaruhi mereka. Dalam penelitiannya, Hawthome menemuka kenyatan bahwa perasaan, emosi dan sentimen para karyawan sangat dipengaruhi leh lingkungan kerja, seperti gaya kepemimpinan atasan, perhatian, sikap dan dukungan manajemen. Dalam hal n kehidupan para karyawan disikapi sebagai sebuah sistem sosial. Berbeda dengan pandangan Taylor yang melihat organisasi suatu istem ekonomi yang bersifat teknis dan mekanis.


Dapat dipicu hasil temuan Hawthom maka dilakukan riset lanjutan terhadap faktor sosial dan cara individu bereaksi terhadapnya. Temuan dari kajian ini menemukan bahwa kebutuhan karyawan harus dipahami dan ditindaklanjuti oleh manajemen agar mereka merasa senang bekerja, puas dan produktif. Komunikasi antara para karyawan dan penyelianya dibina karena adanya kebutuhan iklim kerja yang lebih partisipatif. Cara ini ternyata dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan.


A. Pemeliharaan Hubungan Antar Manusia Dalam SDM
Salah satu hubungan antara majikan dengan para karyawan diperusahaan disebut hubungan kerja atau hubungan manusia, atau biasa juga disebut hubungan ”Industrial Peace”.


Pemeliharaan hubungan industrial dalam rangka keseluruhan prose manajemen sumber daya manusia berkisar pada pemikiran bahwa hubungan yang serasi dan harmonis antara majikan dan pekerja yang terdapat dalam organisasi usaha itu mutlak harus ditumbuhkan dan dipelihara demi kepentingan semua pihak petaruh pada organisasi usaha bersangkutan. Kalau kurang berhasil memelihara hubungan yang harmonis akan berakibat terjadinya kerugian bagi banyak pihak, terutama bagi pihak majikan dan pekerja-pekerja yang bersangkutan.


Dalam pembahasan ini istilah hubungan manusia digunakan dalam pengertian umum sebagai hubungan formal yang terdapat antara majikanatau kelompok majikan dengan pekerja atau istilah tersebut akan digunakan saling bergantian tanpa mengurangi makna dan isi yang terkandung didalamnya. Hubungan itu biasanya dilakukan secara tertulis ataupun lisan asalkan kedua belah pihak secara jujur melaksanakan kewajibandan hak masing-masing selaku mitra kerja.


Karyawan atau pekerja harus dihormati selaku mitra kerja dan bukan sebagai budak belian seperti pada zaman penjajahan dengan kerja rodi secara paksa. Saling menghormati antara majikan dan pekerja untuk melaksanakan tugas, kewajiban dan hak masing-masing pihak yang berhubungan kerja adalah nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan merupakan filosofi Hubungan Industrial Pancasila.


B. Pihak-Pihak Yang Berhubungan dalam Hubungan Manusia SDM
Banyak pihak yang berhubungan dalam hubungan manusia dalam SDM, yaitu pihak-pihak-pihak yang berkepentingan pada organisasi usaha untuk mencapai tujuan dan berbagai sasarannya masing-masing. Pihak-pihak yang berkepentingan itu dikenal dengan istilah ”stake holders”. Dikatakan pihakyang berkepentingan karena setiap pihak itu mempertaruhkan sesuatu pada organisasi itu, yaitu:


Pertama : Manajemen – yang dalam organisasi niaga modern biasanya merupakan kelompok profesional yang bukanbukan lagi pemilik organisasi – mempertaruhkan waktu, pengetahuan, keahlian, keterampilan dan reputasi profesionalnya, bukan hanya demi kepentingan organisasi yang dipimpinnya akan tetapi juga demi kepentingan yang lebih luas.


Kedua : Para anggota organisasi yang dengan pememfaatan waktu, pengetahuan, keterampilan dan tenaga melakukan tugas-tugas yang dipercayakan orgaisasi kepedanya dengan harapan bahwa dengan jalur itulah jenis kebutuhannya dapat terpenuhi dengan memuaskan.


Ketiga : Para pemilik modal dan pemegam saham – bagi organisasi niaga – yang telah menanamkan saham sebagian dari hartanya dalam organisasi dengan harapan bahwa modal yang ditanam itu secara kontinu akan memberikan layak baginya.


Keempat : Kelompok tertentu di masyarakat yang menjadi konsumen barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi dan mengharapkan bahwa penyediaan barang atau jasa tersebut tidak mengalami gangguan.


Kelima : Para pemasok bahan baku atau bahan penolong yang diperlukan oleh organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa.


Keenam : Para distributor dan agen. Telah dimaklumi bahwa pada umumnya organisasi niaga tidak menjual barang atau jasa yang dihasilkan langsung kepada konsumen. Oleh karena itu distributor atau agen itupumn mempertaruhkan kepentingannya dalam kepentingan organisasi.


Ketujuh : Jajaran pemerintah. Setelah kita ketahui, pemerintah mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab untuk meningkatkan mutu hidup dari seluruh warganya. Oleh karena itu pemerintah juga sangat berkepentingan dalam keberhasilan organisasi yang terdapat dalam masyarakat.


C. Tahap-Tahap dalam Hubungan Manusia SDM
Hubungan industrial dalam suatu organisasi pada umumnya dapat digolongkan kepada lima tahap, yaitu:

a. Tahap konflik
Jika sifat hubungan kerja antara pekerja dan manajemen berada pada tahap ini, yang terjadi ialah bahwa manajemen berusaha sedapat mungkin untuk mencegah masuknya para pekerja menjadi anggota serikat pekerja. Dalam hal demikian, tidak mustahil apabila manajemen memberhentikan – biasanya dengan alasan yang dicari-cari – atau memasukan dalam ”daftar hitam” siapa saja diantara para pekerja yang menunjukan minat memasuki suatu organisasi serikat pekerja. Hal ini tentunya menimbulkan konflik. Dalam tahap ini manajemen akanmenolakuntuk berhubungan dengan para wakil serikat pekerja yang datang kepadanya.


Pada tahap ini dalam hal timbulnya pertikaian perburuhan yangserius antara manajemen dengan para pekerja, manajemen akanmengambil semua langkah yang dapat diambilnya agar pertrikaian yang tidak terselesaikan dengan perundingan langsung jangan sampai berakhir dengan pemogokan. 


b. Tahap pengakuan eksistensi
Pada tahap ini manajemen membiarkan dan mengakui adanya serikat pekerja dalam organisasiyang dipimpinnya, meskipun sebenarnya disertai oleh ”sikap terpaksa”. Artinya, manajemen memang mau berhubungan dengan para wakil serikat pekerja untuk membicarakan hal-hal yang merupakan sumber pertikaian dalam hubungan industrial, akan tetapi tidak dengan sikap yang ikhlas. Seandainya ada pilihan lain, manajemen akan tetap memilih untuk tidak berhubungan dengan serikat pekerja dalam menyelesaikan pertikaian yang timbul.


c. Tahap negoisasi
Tahap ini pun bukanlah tahap yang didambakan dalam menumbuhkan dan memelihara hubungan industrial yang serasi. Dikatakan demikian karena pada tahap ini, manajemen tetap memandang serikat pekerja sebagai faktor penghalang dalam hubungan kerja antara manajemen dan para pekerja.


Jika terjadi pertikaian dengan para pekerja, negoisasi akan cenderung keras karena masing-masing pihak akan memprtahankan pendirian dan haknya secara gigih. Dalam situasi demikian, tidak mustahil bahwa manajemen akan berusaha mencari tenaga kerja sementara untuk menggantikan tenaga kerja yang ada, tetapi tidak produktif karena, misalnya melakukan pemogokan. Tindakan yang mungkin ditempuhnya ialah misalnya, menyerahkan kegiatan produksi atau jasa yang biasanya dihasilkan kepada organisasi lain untuk sementara waktu selama pemogokan berlangsung.


d. Tahap akomodasi
Dalam hubungan industrial yang sifatnya akomodatif, tidak berarti bahwa manajemen menyukai kehadiran serikat pkerja dalam organisasi. Oleh karenanya manajemen belum tentu bersedia untuk memberikan kesempatan kepada pimpinan pekerja untuk memperkuat kedudukannya dikalangan para pekerja. Akan tetapi pada tahap ini manajemen pada umumnya menyadari bahwa serikat pekerja dapat memainkan peranan yang positif dalam organisasional para pekerja seperti dalam rangka penegakan disiplin dan dalam mengarahkan prilaku para karyawan sedemikian rupa sehingga terjali ubungan kerja yang baik antara pekerja dengan manajemen.


e. Tahap kerja sama
Tahap kerja sama merupakan tahap yang paling maju dan paling ideal dalam hubungan industrial. Pada tahap ini serikat pekerja turut serta secara aktif dalam peningkatan efisiensi, evektifitas, produktivitas dan semangat kerja para karyawan. Kerja sama didasarkan pada dua asumsi, yaitu:


Pertama : kedua belah pihak sama-sama memperoleh keuntungan bila organisasi meraih berbagai keberhasilan.


Kedua : para karyawan berada pada posisi yang memungkinkan merka mengamati dan mengetahui proses produksi yang terjadi serta dapat mendeteksi berbagai kelemahan dalam proses produksi itu serta dapat pula memberikan saran-saran tentang cara untuk mengatasinya


D. Sikap Mental dan Sikap Sosial
Dalam usaha mewujudkan pokok pikiran dan tujuan hubungan manusia diperlukan adanya pengembangan dari suatu sikap mental dan sikap sosial.
a. sikap mental yang dimaksud antara lain saling menghormati, saling mengerti kedudukan dan peranannya, saling memahami hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
b. Sikap sosial yang dimaksudkan antara lain adalah rasa ke gotong royongan, toleransi, tenggang rasa, terbuka dan mampu mengendalikan diri antara pihak-pihak yang bersangkutan 
c. Pihak pemerintahpun berperan sebagai pelindung, pengasuh dan pengayom bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan proses produksi.
d. Serikat pekerja juga berperanan tidak hanya untuk menyalurkan anspirasi pekerja tetapi juga harus aktiv berpartisipasi dalam tugas pembangunan nasional
e. Pihak pengusaha bukan hanya untuk melindungi hak miliknya tetapi harus berpartisipasi dalam tugas pembangunan nasional.


Dengan demikian dalam hubungan kerja tidak ditemukan lagi sikap-sikap konfrontatif dan penindasan antara pihak satu dengan pihak pihak lainnya.


E. Masalah-Masalah Yang Harus Dipecahkan dalam Hubungan Manusia
Hubungan manusia dalam SDM biasanya terdapat berbagai masalah yang dihadapi, yaitu:

1. Masalah pengupahan
Upah didalam perusahaan selalu menjadi sumber perselisihan karena upah merupkan biaya bagi pengusaha dan sebagai pendapatan bagi pekerja. Adanya perbedaan kepentingan tentang upah ini yang sangat riskan menimbulkan persilihan, maka tentang pengupahan ini ini harus tetap dikendalikan dengan dasar upah minimum regional.

2. Masalah permintaan /penawaran tenaga kerja dengan keterbatasan lowongan kerja

3. Masalah pemogokan
Walaupun pemogokan disebut sebagai hak dari pekerja tetapi pemogokan itu dapat merusak hubungan pengusaha dan pekerja dan merugikan produktivitas nasional. Oleh sebab itu pemogokan harus dihindari dan kalau sempat terjadi perlu dengan segera dituntaskan.


F. Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan (oleh Denny, Jurnal Manajemen, Minggu 25 November 2007)
Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).


Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).


Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2002 : 181).


Partisipasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan khususnya pada kepemimpinan demokratis akan mempunyai dampak pada peningkatan hubungan manajer dengan bawahan, menaikkan moral dan kepuasan kerja serta menurunkan ketergantungan terhadap pemimpin (Supardi, dkk, 2002 : 76).


Dengan demikian dapat dikatakan kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang memperoleh respon positif dari karyawan cenderung akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan, demikian bila terjadi sebaliknya

Subscribe to receive free email updates: