Awal Kemunculan Ekonomi Kelembagaan (Old Institutional Economics)
Kemunculan wacana ekonomi kelembagaan diawali dengan kritik pedas Thorsten Veblen atas dasar teori dan implementasi ekonomi klasik dan neoklasik. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, mainstream ekonomi (neoklasik dan klasik) sejak digagas pertama kali oleh Adam Smith menempatkan manusia sebagai makhluk super rasional. Konsekuensi dari pemikiran ini, manusia dianggap sangat rasional dalam menentukan pililihan-pilihan dalam memenuhi kebutugan hidupnya. Teori utilitas yang memandang nilai benda dari segi manfaatnya semata lahir dari pandangan manusia sebagai makhluk rasional.
Veblen menentang penadapat ini. Menurutnya, manusia tidak hanya memiliki rasio tapi juga memiliki perasaan, kecenderungan, instink, dan kebiasaan yang terikat dengan budayanya. Pililihan-pilihan dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak semestinya hanya didasarkan atas pertimbangan rasional seraya mengabaikan dimensi lain dari manusia. Memandang manusia hanya sebagai makhluk rasional terlalu menyederhanakan persoalan manusia. Manusia melakukan kegiatan tidak hanya karena motif ekonomi. Ia memiliki instink/dorongan untuk melakukan kerja (workmanship instink). Banyak contoh kegiatan manusia yang tidak dimotivasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi seperti para pencinta alam, kaum relawan, pejuang lingkungan, memberi sumbangan untuk pembangunan sarana ibadah dll.
Veblen tidak menerima jika rasa senang, bahagia, dan kepuasan material hanya merupakan buah dari pertimbangan-pertimbangan rasional semata. Menurutnya, manusia adalah makhluk kompleks, tidak hanya memiliki rasio tapi juga perasaan, selera, kebiasaan dan kecenderungan/naluri. Naluri bekerja (instinct of workmanship) merpakan dorongan manusia untuk melakukan sesuatu kendatipun tidak ada manfaat ekonomi yang bisa diambil dari tindakannya tersebut. Tentu saja, pandangan ini sangat kontras dengan paham utilitarianisme yang dianut oleh para ekonom klasik dan neoklasik. Utilitarianisme adalah suatu paham yang menghalalkan segala cara untuk mencapai kebahagiaan material melalui pendekatan-pendekatan rasional.
Menurut pikiran Veblen, yang pandangannya mengenai manusia dipengaruhi oleh paham behaviorisme, manusia merupakan makhluk multidimensi. Ia tidak bisa diperlakukan sebagai layaknya benda mati yang cenderung statik deterministik. Artinya, kaitannya dengan menentukan pilihan-pilihan, ketika ia memilih benda A bukan hanya karena B sehingga jika faktor Bnya dihilangkan ia tidak akan memilih A. Tapi, ketika ia menjatuhkan pilihan pada A, ada faktor B, C, D, E dst yang ia pertimbangkan.
Veblen juga berpandangan bahwa lingkungan fisik dan material dimana manusia berada sangat mempengaruhi kecenderungan manusia dan pandangannya mengenai dunia dan kehidupannya. Orang yang hidup dalam lingkungan yang konsusif untuk bekerja maka ia akan cenderung memiliki etos kerja baik. Hubungan manusia dengan lingkungan akan mempengaruhi pola interaksi antar manusia dengan kekayaannya (property), sistem politik/hukum, falsafah hidup dan agama/keyakinannya. Interaksi manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya tersebut mendorong lahirnya kelembagaan sebagai penopang tegaknya interaksi yang harmonis, dinamis, dan pasti. Veblen mendefinisikan kelembagaan sebagai ”cara melakukan sesuatu, berfikir tentang sesuatu, mendistribusikan sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas kerja”.
Veblem membagi kelembagaan menjadi dua: kelembagaan teknologi dan kelembagaan seremonial. Kelembagaan teknologi meliputi mesin pengolah (machine process), penemuan, metoda produksi, teknologi dll. Kelembagaan seremonial meliputi serangkaian hak-hak kepemilikan (set of property rights), struktur sosial dan ekonomi, kelembagaan keuangan, dll. Perubahan kelembagaan teknologi akan mendorong perubahan kelembagaan seremonial.
Lebih spesifik Veblen menyebutkan bahwa teknologi merupakan bagian dari kelembagaan. Tegasnya, teknologi sangat berpengaruh pada cara pandang dan perubahan sistem sosial dan ekonomi. Sebagai misal, masyarakat yang hanya tahu cangkul sebagai alat pertanian maka ia akan melihat pembangunan pertanian dari sudut pandang teknologi cangkul yang dikuasainya. Pada saat teknologi berubah, maka pandangannya terhadap dunia pertanian akan berubah pula.
Pandangan Veblen soal perubahan sosial mirip dengan pandangan Karl Marx. Hal ini bisa dimaklumi karena sama-sama bermuara pada satu teori evolusi biologi Charles Darwin. Darwin merupakan mentor keduanya dalam soal teori perubahan sosial. Namun, Marx berpandangan bahwa perubahan sosial akan berakhir manakala masyarakat adil makmur sejahtera yang disebut dengan masyarakat komunis telah terwujud. Sedangkan, Veblen berpendapat bahwa perubahan sosial akan terus berlanjut secara dinamis sejalan dengan perubahan teknologi. Akhir dari perubahan tersebut sulit diprediksi (unpredictable). Bagi Veblen, pemahaman teori evolusi sangat penting dalam menjelaskan evolusi/perubahan sosial, sistem ekonomi dan budaya daripada evolusi biologi yang menurutnya telah mengalami stagnasi sejak beberapa ribu tahun silam. Sedangkan budaya manusia terus berubah seiring dengan perubahan teknologi dan kelembagaan.
Veblen memandang utilitarisnisme yang menjadi ruh ekonomi klasik dan neoklasik harus bertanggungjawab atas lahirnya paham hedonisme yang telah menjadikan ilmu ekonomi sebagai ilmu mencari kekayaan semata. Menurut Veblen, ilmu ekonomi klasik dan neoklasik telah telah mengabaikan peran sentral kelembagaan dalam mendistribusikan kekayaan. Bahkan, menurutnya, invisible handnya Adam Smith yang mengarahkan seseorang yang mementingkan dirinya sendiri untuk memperhatikan kesejahteraan orang lain tidak lain hanyalah bualan yang menjustifikasi sifat individualistis yang serakah.
Ilmu ekonomi yang menurutnya menjadi disiplin ilmu yang deterministik, hitam putih, predictable, jika A maka B. Padahal, menurutnya, asumsi yang dibuat oleh para pemikir klasik dan neoklasik yang telah menyesatkan ilmu ekonomi menjadi ilmu yang deterministik adalah tidak valid, sembarangan dan terlalu menyederhanakan persoalan. Memandang manusia sebagai makhluk yang selalu merasionalkan pilihan-pilihannya dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah sangat naif. Karena itu, tegasnya, ilmu ekonomi klasik dan neoklasik tidak bermanfaat.
Ilmu ekonomi menjadi ilmu yang mengajarkan cara hidup hedonis dan konsumtif. Fakta menunjukan bahwa naluri keserakahan dan kecintaan mengumpulkan harta berlebihan telah menjangkiti masyarakat amerika pada akhir abad 19. Masyarakat amerika telah menjadi masyarakat yang hedonis dan konsumtif, baik dari sisi suplai maupun demand. Padahal sejarah mencatat, bahwa prilaku manusia, termasuk dalam menentukan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak deterministik mekanistis. Perubahan satu hal tidak serta merta menyebabkan perubahan hal lain. Karena, kelembagaan, teknologi, budaya, dan tatanan masyarakat selalu berubah. Karena itu, pengaruh hilangnya satu faktor berpengaruh sulit diprediksi karena perubahan kelembagaan dalam masyarakat selalu terjadi sepanjang waktu. Adanya asumsi ceterus paribus, misalkan dalam elastisitas harga, mencerminkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran manusia atas suatu komoditas yang tidak dapat diperhitungkan secara bersama-sama.
Teknologi bersifat dinamis, terus berubah karena terdorong oleh naluri manusia untuk bekerja dan rasa ingin tahu. Teknologi merupakan kekuatan dinamik dalam masyarakat yang mempengaruhi karakteristik kelembagaan seremonial. Dengan kata lain, kelembagaan seremonial bersifat relatif statis dalam arti perubahanya hanya sebagai respon atas perubahan teknologi. Struktur kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat primitif sangat tergantung pada status perkembangan teknologi yang ada pada saat itu. Kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat feodal eropa (abad pertengahan) sangat berbeda dengan kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat modern abad 20. Ketika alat transportasi masih merupakan pedati kemungkinan pengemudinya tidak perlu memiliki surat izin mengemudi. Mungkin juga tidak ada aturan harus berjalan sebelah kanan atau sebelah kiri. Tapi dengan perkembangan teknologi transportasi yang demikian canggih adalah sangat tidak mungkin tidak ada aturan demikian. Contoh lain, kehadiran internet di abad 21 telah melahirkan budaya baru serta tuntutan untuk mengaturnya.
Pemikiran Veblen menempatkan paradigma ekonomi kelembagaan pada posisi bersebrangan dengan ekonomi klasik/neo klasik. Pemikiran apapun yang berasal dari aliran ekonomi arus utama ini dianggap salah, karena Veblen menganggap salah semua asumsi dasar yang menjadi pondasi aliran ekonomi klasik/neo klasik. Anggapan bahwa manusia sebagai makhluk rasional yang selalu mempertimbangkan untung rugi secara ekonomi dalam setiap transaksi, kebebasan individu, dan konsep kepemilikan pribadi merupakan bagian dari asumsi ekonomi klasi/neoklasik yang oleh Veblen dianggap keliru. Pemikiran ekonomi kelembagaan ini kemudian dikenal dengan sebutan Old Institutional Economic atau American Tradition of institutional economics. Mazhab ekonomi kelembagaan ini sering dikritik karena lemahnya metodologi dan struktur pemikiran.
New Institutional Economics (NIE)
Berbeda dari American institutionalist school yang berpandangan bahwa sejarah dan kelembagaan sosial menentukan struktur ekonomi dimana hal ini berserbrangan dengan neoclassical economics theory (market based economics), new institutionalist merupakan sekumpulan pemikiran yang mencoba menerangkan, politik, sejarah, ekonomi dan kelembagaan sosial seperti pemerintah, hukum, pasar, perusahaan (firm) konvensi sosial, keluarga dll dalam bingkai neoclassical economic theory. Teori ini merupakan buah perenungan Chicago School yang terus berupaya agar teori ekonomi klasik bisa menerangkan wilayah masyarakat manusia (area of human society) dengan segala karakteristiknya yang selama ini diabaikan dalam membangun ekonomi masyarakat atau negara. Mereka yang bekerja di bidang ini, Ronald Coase, Armen Alchian, Harold Demsetz dan Oliver Williamson, menyebut pandangan ini sebagai “New Institutionalis” atau New Institutional Economics (NIE)” untuk membedakannya dengan American Institutionalist school sebagaimana dijelaskan di atas. NIE berkembang pesat dan mulai diperhitungkan sebagai teori ekonomi alternatif setelah Ronald Coase menemukan konsep biaya transaksi (transaction cost). Menurutnya, biaya transaksi mempengaruhi kelembagaan dan pilihan-pilihan ekonomi yang orang lakukan (Coase, 1988). Temuan ini telah menghantarkan Coase meraih hadiah nobel bidang ekonomi pada tahun 1991. Selain itu, perkembangan NIE juga diperkuat dengan lahirnya paradigma property rights oleh Harold Demsetz yang berargumen bahwa effisiensi alokasi sumberdaya sangat ditentukan oleh faktor kepemilikan (property rights) sebagai sebuah lembaga (institusi). Dengan kata lain, menurutnya, institusi pasar dapat bekerja mengalokasi sumberdaya yang terbatas dengan baik bila ada alokasi property rights.
Biaya Transaksi
Definisi Transaksi
Transaksi adalah transfer/perpindahan barang dari satu tahap ke tahap lain melalui teknologi yang terpisah. Satu tahapan selesai dan tahap berikutnya dimulai (Williamson, 1985). Sedangkan menurut Richter dan Furubotn (2000), transaksi merupakan perpindahan barang, jasa, informasi, pengetahuan dan lain-lain dari satu tempat (komunitas) ke tempat (komunitas) lain atau pemindahan barag dari produsen ke konsumen, atau pemindahan barang dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebut trsansaksi fisik/delivery.
Selain dalam pengertian perpindahan fisik, transaksi juga meliputi akuisis atau pemindahan hak kepemilikan atas barang dari pemiliki ke pihak lain dimana hal ini disebuy transaksi dari aspek legal.
Definisi transaksi yang lebih luas disampaikan Max Weber. Menurutnya, transaksi adalah tindakan yang diperlukan untuk menetapkan, memelihara dan atau mengubah hubungan sosial (Weber, 1968). Definisi ini meliputi pembentukan dan upaya mempertahankan kerangka kelembagaan dimana proses transaksi ekonomi bisa terjadi.
Pengertian Biaya Transaksi
Oliver Williamson mendifinisikan biaya transaksi sebagai biaya untuk menjalankan sistem ekonomi (Williamson, 1985). Sedangkan Dorfman (1981) mengartikannya sebagai biaya untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Doglas North menyebutnya sebagai biaya untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup biaya organisasi politik dan ekonomi. Dengan demikian, meliputi biaya negosiasi, mengukur dan memaksakan pertukaran (North, 1991). Menurut Mburu (2002), biaya pencarian informasi, biaya negosiasi, dan biaya pengawasan, pemaksaan (enforcement) dan biaya pelaksanaan (Mburu, 2002)
Klasifikasi Biaya Transaksi
Richter dan Furubotn (2000) membagi biaya transaksi menjadi tiga jenis, sesuai dengan jenis transaksinya, yaitu:
1. Market transaction cost:
Seluruh biaya yang dikeluarkan agar barang/jasa bisa sampai ke pasar. Biaya persiapan kontrak (biaya pencarian/pengadaan informasi); biaya pembuatan kontrak (biaya bargaining/negosiasi dan pembuatan keputusan); biaya monitoring dan penegakan kontrak (biaya supervisi dan penegakan kesepakatan)
Biaya informasi (mencari atau menyediakan informasi): biaya iklan, mendatangi calon customer, mengikuti pameran, pasar mingguan, biaya komunikasi (post, telepon, dll), harga barang yang sama yang diminta oleh beberapa supplier, biaya pengujian kualitas, biaya mencari pegawai yang berkualitas
Bargaining and decision cost meliputi: biaya yang dikeluarkan agar informasi yang dikumpulkan bermanfaat, biaya konsultan, dll.
Supervision and enforcement cost: biaya yang dikeluarkan untuk mengawasi pengiriman barang agar sampai tepat waktu, mengukur qualitas dan jumlah produk yang ditransaksikan, biaya penegakan kontrak agar berjalan sesuai kesepakatan,
2. Managerial Transaction cost
Biaya terkait dengan upaya menciptakan keteraturan, contoh:
1. biaya membuat, mempertahankan atau mengubah rancangan/struktur oragnisasi, meliputi biaya personal management, IT, mempertahankan kemungkinan pengambilalihan paihak lain, public relation, dan lobby
2. Biaya menjalankan organisasi, meliputi: biaya informasi (biaya pembuatan keputusan, pengawasan pelaksanaan perintah sesuai keputsan, mengukur kinerja pegawai, biaya agen, manajemen informasi. Termasuk juga biaya pemindahan barang intra perusahaan
3. Political Transaction cost
Biaya terkait pembuatan tata aturan/kelembagaan (public goods) sehingga transaksi pasar dan manajerial bisa berlangsung dengan baik.
Biaya pembuatan (setting up), pemeliharaan, pengubahan organisasi politik formal dan informal, seperti biaya penetapan kerangka hukum, struktur administrasi pemerintahan, militer, sistem pendidikan, pengadilan dll.
Biaya menjalankan bentuk pemerintahan, peraturan pemerintah atau masyarakat yang bertata negara, seperti biaya legislasi, pertahanan, administrasi hukum, pendidikan, termasuk didalamnya semua biaya pencarian/pengumpulan dan pengolahan informasi yang diperlukan agar tata pemerintahan dapat berjalan. Biaya upaya pelibatan masyarakat dalam proses politik termasuk ke dalam transaksi politik
Karakteristik dan Faktor Berpengaruh Terhadap Biaya Transaksi
Perusahaan, birokrasi, organisasi, dll dianggap sebagai sebuah governance (tata kelola). Di dalamnya terjadi transaksi/interaksi antara individu/bagian. Transaksi dengan pihak luar (di luar governance) dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan eksternal yang tingkatannya lebih tinggi. Perubahan pada lingkungan kelembagaan eksternal berpengaruh transaksi yang terjadi antar indivu/bagian dalam tata kelola. Transaksi dalam suatu governance juga dipengaruhi oleh sifat individu yang cenderung opportunis, self interest, greeedi dll.
Contoh: Pemda merupakan sebuah governance. Transaksi yang terjadi dipengaruhi oleh kelembagaan internal dan lingkungan kelembagaan eksternal. Negara merupakan sebuah governance. Transaksi terjadi mengikuti kelembagaan internal tapi juga dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan global. Semakin kompleks transaksi biayanya semakin mahal
Gambar Skema tingkatan Biaya Transaksi
Perusahaan, birokrasi, organisasi, dll dianggap sebagai sebuah governance (tata kelola). Di dalamnya terjadi transaksi/interaksi antara individu/bagian. Transaksi dengan pihak luar (di luar governance) dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan eksternal yang tingkatannya lebih tinggi. Perubahan pada lingkungan kelembagaan eksternal berpengaruh transaksi yang terjadi antar indivu/bagian dalam tata kelola. Transaksi dalam suatu governance juga dipengaruhi oleh sifat individu yang cenderung opportunis, self interest, greeedi dll.
Contoh: Pemda merupakan sebuah governance. Transaksi yang terjadi dipengaruhi oleh kelembagaan internal dan lingkungan kelembagaan eksternal. Negara merupakan sebuah governance. Transaksi terjadi mengikuti kelembagaan internal tapi juga dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan global. Semakin kompleks transaksi biayanya semakin mahal.
Karakteristik transaksi mempengaruhi besaran biaya transaksi. Menurut Williamson (1996) ada tiga karaktristik transaksi yang penting, yaitu:
Ketidakpastian (uncertainty), terutama terkait dengan produksi, supply, demand, fluktuasi harga, iklim, kondisi lapangan, dan lain-lain. Frekuensi, tergantung pada keadaan dan kemampuan produksi. Produk pertanian, perikanan, sangat tergantung pada musim. Transaksi pada msuim panen atau musim ikan melimpah berbeda dengan transaksi pada musim paceklik. Spesifitas, yang meliputi site specifity, physical asset speficifity, human asset specifity. Asset yang spesifik membatasi kegiatan tertentu yang memiliki transaksi yang terbatas.
Zhang (2000) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi, sebagai berikut:
- Karakterisrtik benda dan hak atas benda tersebut (terkait dengan informasi mengenai benda dan status orang atas benda tersebut).
- Identitas aktor yang terlibat dalam transaksi tersebut, berkenaan dengan sifat manusia yang rasional terbatas, yaitu keterbatasan manusia mencari, menerima, menyimpan, mengolah informasi; kekurangan ketersediaan informasi.
- Situasi teknis dan sosial penataan pertukaran dan bagaimana pertukaran tersebut dikelola. Apakah pertukaran tersebut hanya karena kekuatan pasar atau ada intervensi kelembagaan yang turut menata pertukaran tersebut.
Berdasarkan penjelasan tentang definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi bearan biaya transaksi, Beckman (2000) memformulasi empat determinan biaya transaksi:
- Atribut aktor/pelaku yang melekat (rasionalitas terbatas dan oportunisme) menentukan besaran transaksi
- Sifat/atribut transaksi (spesifitas asset, ketidakpastian,frekuensi)
- Dipengaruhi hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola (market, hierarki, hybrid, regulasi, dll)
Gambar Faktor-faktor Berpengaruh terhadap Biaya Transaksi
Thorsten Veblen merupakan seorang sosilog yang mendalami ekonomi. Keritikannya yang tajam dan mendalam terhadap pemikiran ekonomi klasik telah melahirkan pemikiran Ekonomi Kelembagaan. Atas jasa-jasanya tersebut, murid-muridnya menganggap Veblen sebagai bapak ekonomi kelembagaan.
- Menyusun teori utilitas subjektif sebagai pengganti nilai kerjanya Adam Smith dan Ricardo. Ia mengatakan: nilai barang atau jasa ditentukan secara subjektif oleh konsumen; karena itu konsumen pula yang menentukan jumlah barang yang harus diproduksi. Namun, produsen juga berkontribusi dalam menentukan nilai barang melalui akumulasi biaya perubahan input menjadi output
- Permintaan dan penawaran bersifat subjektif, elastisitas penawaran-permintaan tidak pernah bisa diprediksi secara pasti. Ekonomi bersifat kualitatif.
- Pengusaha (entrepreneur) berperan penting dalam membangun ekonomi, dimana hal ini tidak dianggap penting oleh Adam Smith.
- Menciptakan hukum pasar: penawaran menciptakan permintaan, atau penawaran X menciptakan permintaan Y. Ilustrasi: petani yang menjual hasil panen X menyebabkan petani tersebut punya uang untuk membeli komoditas selain X. Contoh lain. Bisnis yang menguntungkan akan menciptakan pekerjaan dan permintaan atas barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi dimulai dengan meningkatkan produktifitas. Pengeluaran produksi harus selalu di atas konsumsi. Untuk meningkatkan ekonomi suatu negara, maka pemerintah negara tersebut harus mendorong produktifitas yang tinggi, maka pasar akan mengikuti.
Ringkasan hukun pasar Say:
- Sebuah negara tidak bisa punya terlalu banyak kapital
- Investasi merupakan basis pertumbuhan ekonomi
- Konsumsi bukan hanya tidak menambah kekayaan tapi bahkan menghambat pertumbuhan ekonomi
- Permintaan disebabkan oleh produksi/penawaran
- Kekurangan permintaan (over produksi) bukan penyebab gangguan ekonomi. Gangguan dalam perekonomian hanya terjadi jika barang tidak diproduksi dalam proporsi yang tepat.
Pemikiran Ekonomi Sosialis
Karl Marx:
- Mendukung teori nilai kerja tapi menggunakannya untuk menyerang sistem ekonomi kapitalis yang ia anggap menuntungkan kaum kapitalis dan pemilik lahan. Margin keuntungan yang dikumpulkan oleh kaum pemilik modal dianggap sebagai perampasan atas hak-hak kaum buruh
- Penghapusan pemilikan tanah pribadi
- Pajak pendapatan yang progressif
- Penghapusan semua hak warisan
- Penyitaan properti emigran dan pemberontak
- Sentralisasi kredit ditangan negara dengan menggunakan bank nasional dengan modal negara dan monopoli ekslusif
- Sentralisasi alat-alat konunikasi dan transportasi di tangan negara
- Perluasan pabrik-pabrik dan alat produksi milik negara
- Menanami tanah-tanah yang menganggur
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Kewajiban yang setara bagi semua pekerja
- Pembentukan tentara industri khususnya bagi pertanian
- Kombinasi agrikulture dan manufakture
- Penghapusan bertahap perbedaan kota dan desa dengan distribusi yang lebih seimbang ke seluruh penduduk negeri
- Pendidikan gratis untuk semua anak di sekolah publik,
- Penghapusan tenaga kerja anak-anak dipabrik
Esensi Pemikiran Ekonomi Neo Klasik
William Stanley Jevon, Leon Walras, Carl Menger (Mazhab Austria)
Lahir dari kebuntuan ekonomi klasik yang tidak mampu menyajikan kerangka teoritis yang kuat bagaimana kebebasan ekonomi dan intervensi pemerintah yang minim mampu mendistribusikan kekayaan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Keyakinan adanya invisible hand tidak ditopang oleh landasan pemikiran teoritis yang jelas. Selain itu, konsep nilai komoditas yang didasarkan pada nilai kerja bertentangan dengan teori ekonomi Marxian. Upaya Ricardo mencari nilai intrinsik dari barang mengalami kebuntuan. Ilmu ekonomi menjadi muram. Sampai akhirnya Willian Stanley Jevon (Inggeris), Leon Walras (Perancis) dan Carl Menger (Austria) menemukan teori utilitas marginalis pada waktu yang hampir bersamaan.
Ketiga ekonom ini menolak pendapat bahwa nilai suatu komoditas ditentukan secara objektif oleh nilai biaya produksi (meliputi nilai kerja). Sebaliknya, mereka berkeyakinan bahwa nilai komoditas ditentukan secara subjektif oleh konsumen sesuai dengan kebutuhan dan kesukaannya. Biaya produksi dan tenaga kerja sama sekali tidak menentukan nilai sutau komoditas. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa nilai tersebut bersifat menurun seiring dengan penuruanan kebutuhan manusia atasnya. Atau pada saat barang tersebut melimpah maka nilainya menjadi berkurang. Satu gelas air di Padang Pasir benilai lebih tinggi dibandingkan dengan satu gelas air di Indonesia. Ringkasnya, harga produk ditentukan oleh konsumen berdasarkan atas banyak atau sedikitnya persediaan produk tersebut. Penemuan ini telah memecahkan kebuntuan yang telah membuat Adam Smith dan para ekonom klasik frustrasi. Karena Carl Menger orang Austria dan ia yang paling dominan dalam mengembankan temuan ini maka temuan ini disebut aliran/mazhab austria.
Mazhab Austria menghidupkan kembali pemikiran kebebasan alamiah Adam Smith melalui tiga cara:
- Asal usul nilai konsumen. Mazhab ini berkeyakinan bahwa permintaan akhir konsumen menentukan struktur dan harga proses produksi. Hal ini disebut dengan teori imputasi (theory of inputation), yaitu utilitas (manfaat) menciptakan input.
- Utilitas/biaya marginal, yaitu harga barang ditentukan pada margin – dengan keuntungan/biaya marginal untuk pembeli dan penjual
- Nilai subjektif, nilai barang sepenuhnya ditentukan secara subjektif oleh konsumen
Teori Imputasi:
Sebelum teori ini lahir, Menger mengklasifikasi barang menjadi tiga macam: barang konsumen akhir, yaitu barang yang memuaskan kebutuhan konsumen; barang kedua, yaitu barang yang dibutuhkan dalam proses produksi; dan barang ketiga, yaitu bahan mentah seperti gandum, kapas, dan bulu domba. Kebutuhan akan barang pemuas kebutuhan memunculkan kebutuhan atas barang kedu dan ketiga. Hilangnya kebutuhan manusia atas barang pemuas kebutuhan akan menghilangkan/mengurangi kebutuhan/permintaan atas barang kedua dan ketiga. Bila semua orang tidak suka roko, maka kebutuhan akan tembakau, kertas dan bahan tambahan lain akan menurun. Dan barang-barang itu akan kehilangan nilaninya. Dengan demikian, kebutuhan akan barang/faktor-faktor produksi akan sangat tergantung pada kebutuhan akhir konsumen.
Teori Marginalitas:
Dari kasus rokok atas, lahan dan alat produksi daun tembakau seperti pembajak tanah dan cangkul kebun, tidak kehilangan nilainya sama sekali. Tapi mengalami penurunan. Ia akan kembali memiliki nilai guna jika telah kembali dimanfaatkan untuk kegiatan produksi komoditas lain. Dengan kata lain, nilainya akan terus menurun sampai menemukan nilai guna alternatif yang lebih baik. Dengan demikian, harga suatu barang didasarkan pada penggunaan margin atau penggunaan selanjutnya yang lebih baik. Dari sini kemudian lahir konsep biaya opportuniti (opportunity cost).
Teori Nilai Subjektif:
Teori ini hanya menegaskan bahwa nilai intrinsik barang yang dicari-cari ekonom klasik tidak pernah ada dimuka bumi. Nilai barang bersifat subjektif ditentukan oleh konsumen akhir. Permintaan konsumenlah yang menaikan dan menurunkan nilai suatu komoditas.
Teori Kapital Eugen Boehm Bawerk:
Pemilik modal (kapitalis) pantas/wajar mengambil keuntungan dengan menetapkan harga jual lebih tinggi dari ongkos produksi karena dua hal:
- Kapitalis harus menunggu sampai ia bisa menggunakan hasil usahanya untuk kepusan diri sendiri, sementara kaum pekerja langsung menerima upah dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka
- Kaum kapitalis menanggung resiko kerugian atau kebangkrutan dari kapital yang diinvestasikannya, sementara kaum buruh tidak menghadapi resiko demikian.
Kedua pendapat ini melemahkan tuduhan Marxian yang menganggap kapitalisme telah mengeksploitasi kaum buruh.
Alfred Marshall:
Pencentus gagasan era ilmiah ilmu eknomi. Hal ini diwali dengan perubahan nama dari ilmu Ekonomi Politik (Political Economy) menjadi ilmu Ekonomi (Economics). Marshall juga menciptakan grafik/kurva permintaan/penawaran, rumusan matematik, ukuran kuantitatif atas elastisitas permintaan, surplus konsumen dan istilah-istilah lain yang diambil dari ilmu fisika, teknik dan biologi.
Marshall adalah orang pertama yang mempopulerkan diagram penawaran dan permintaan. Menurutnya, keduanya berperan dalam menentukan nilai/harga produk akhir. Pendapat ini memadukan paham Ricardian dan aliran Austria. Menurut Marshall biaya produksi adalah hal yang mutlak dan terukur adanya. Ia tidak bisa diabaikan. Tapi juga tidak bisa dijadikan satu satunya penentu nilai sebuah komoditas. Marshall telah menghubungkan teori marginalitas dan klasik. Marshall juga memperkenalkan teori kesetimbangan penawaran dan permintaan, yaitu titik pertemuan antara kurva permintaan dan penawaran. Ia juga yang memperkenalkan asumsi ceteris paribus. Artinya kesetimbangan dicapai dengan asumsi tidak terjadi perubahan pada pendapatan, harga barang substitusi, expektasi perdagangan luar negeri tetap tidak berubah. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa dalam jangka panjang harga produk ditentukan oleh biaya produksi.
Elastisitas harga/permintaan juga merupakan temuan lain dari Marshall yang menarik. Temuan ini sangat penting, karena dengan elastisitas maka sensitifitas perubahan harga atas keuntungan yang diperoleh preodusen dan perubahan permintaan konsumen atas suatu komoditas tertentu.
Leon Walras:
Menggagas lahirnya teori ekonomi kesejahteraan yang berasal dari ide laissez faire. Ekonomi kesejahteraan membahas soal-soal efisiensi, keadilan, pemborosan ekonomi, dan proses politik dalam ekonomi. Walras merupakan salah satu ekonom yang mencoba menggunakan rumus-rumus matematik dan grafik untuk membuktikan hipotesis tertentu dalam ekonomi kesejahteraan. General Equilibrium merupakan salah satu temuan terbesarnya. Ia mengatakan bahwa sistem pasar bebas akan mencapai kesetimbangan umum dimana penawaran akan sama dengan permintaan untuk semua jenis komoditas.
Vilfredo Pareto:
Merumuskan teori optimalisasi yang dikenal dengan optimalitas pareto. Ia berpendapat bahwa persaingan bebas akan menghasilkan kesejahteraan/keadilan ekonomi yang optimal dimana alokasi sumberdaya tidak dapat diubah untuk membuat orang lebih baik tanpa mengorbankan orang lain.
Francis Y. Edgeworth:
Karya besarnya mengembangkan kurva indiferent dan fungsi utilitas.
Distribusi Ekonomi
Henry George:
Henry George ekonom yang paling semangat membahas persoalan tanah. Menurutnya, harga tanah sering dipermainkan oleh para spekulan sehingga harganya sangat mahal bisa dikendalikan dengan cara menerapkan kebijakan pajak tinggi. Yaitu penerapan pajak terhadap tanah yang tidak diolah yang besarnya sama dengan biaya sewa per bulannya.