Isu Kerusakan Lingkungan Global

Isu Kerusakan Lingkungan Global 
Sumberdaya alam mempunyai dimensi ruang dan waktu. Dampak kelangkaan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan tidak hanya dirasakan oleh orang di tempat tertentu dan pada saat itu saja. Kelangkaan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan akan dirasakan oleh banyak orang dan bersifat global. Bahkan tidak hanya itu, kelangkaan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan dapat dirasakan pada waktu yang akan datang atau generasi mendatang. Oleh sebab itu, pengelolaan sumberdaya alam harus secara hati-hati dan bertanggung jawab agar tidak memberikan dampak pada orang lain, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang.


Pertumbuhan sektor industri yang semakin pesat merupakan pendorong bagi pembangunan ekonomi. Namun sektor industri menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan tingginya pencemaran lingkungan. Hal itu menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan. Pesatnya pertumbuhan industri telah mendorong berbagai teknologi yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara kurang bertanggung jawab, serta memacu konsumsi yang berlebihan, sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.


Faktor utama yang mengakibatkan kemerosotan kualitas lingkungan secara global adalah teknologi yang mencemari lingkungan. Teknologi ini biasanya digunakan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dan limbah yang dihasilkan mencemari lingkungan.


Menurunnya kualitas lingkungan secara global berdampak tidak hanya kepada suatu proyek atau orang yang melakukan kegiatan yang merusak lingkungan, tetapi juga kepada masyarakat umum. Contoh kasus rusaknya lingkungan yang dampaknya dirasakan secara global, antara lain pemanasan global, lubang ozon dan hujan asam.


Konsep Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Bertanggung Jawab
Isu-isu mengenai dampak lingkungan secara global menunjukkan bahwa proses pembangunan yang dilakukan selama ini kurang memerhatikan aspek lingkungan. Proses pembangunan yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung egoistik, sehingga tidak memperhatikan kepentingan orang lain dan berorientasi jangka pendek. Akibat pembangunan yang seperti itu akan berdampak terhadap rusaknya lingkungan dan kelangkaan sumberdaya alam. Dampak tersebut tidak hanya merugikan masyarakat secara umum pada saat ini, tetapi juga akan merugikan generasi yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan suatu pedoman bagi pengelolaan sumberdaya alam. Pedoman tersebut diharapkan mampu mengarahkan setiap mengambil keputusan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan sumberdaya alam yang rasional dan bertanggung jawab.


Pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggung jawab dapat diartikan proses pengelolaan sumberdaya alam yang sesuai dengan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Selain itu, dalam proses pengambilan sampai dengan pengelolaannya tidak menimbulkan biaya atau kerugian yang harus ditanggung oleh orang lain, baik saat ini maupun masa yang akan datang. Kebijakan sumberdaya alam yang bertanggung jawab terhadap generasi saat ini maupun generasi yang akan datang terdiri dari satu himpunan peraturan serta tindakan yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya alam untuk membuat perekonomian bekerja secara efisien serta dapat bertahan dalam waktu yang tidak terbatas, tidak menurunkan pola konsumsi, tanpa tidak dipulihkannya lingkungan fisik yang rusak maupun tanpa menimbulkan resiko yang besar bagi generasi yang akan datang, tetapi justru akan membuat generasi yang akan datang lebih sejahtera.


Meningkatnya masalah lingkungan dapat diatasi dengan cara melengkapi kemampuan teknologi dengan kearifan. Pelaksanaan pembangunan perlu melengkapi diri dengan etika, yang merupakan petunjuk bagaimana manusia harus menempuh kehidupan, berperilaku, dan bertanggung jawab. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kearifan manusia terhadap lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan pembangunan dapat dijabarkan menurut tiga bentuk, yaitu etika lingkungan, etika ilmu pengetahuan dan teknologi, etika pembangunan.


Dengan etika lingkungan tidak hanya mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan lingkungan hidup kita. Bahkan mungkin perlu diperjuangkan makna azasi kehidupan atau makna azasi lingkungan hidup, dimana hak azasi manusia adalah bagian dari kedua makna azasi yang terdahulu. Etika lingkungan diuraikan lebih lanjut pada 6.13.


Dalam upaya meningkatkan kemampuan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggung jawab, diperlukan landasan yang kuat dari etika terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika ilmu pengetahuan dan teknologi meliputi ;
1. Kejujuran dan objektivitas.
2. Pengabdian ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu lebih memerhatikan kepentingan berbagai lapisan masyarakat.
3. Penyelesaian masalah dan dampak lingkungan dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.


Dengan demikian diharapkan tidak menggunakan teknologi yang tidak disertai kemampuan untuk mengatasi masalah lingkungan yang ditimbulkannya.


Manusia sebagai pelaku pembangunan perlu mengetahui etika pembangunan. Etika pembangunan meliputi:
1. Pembangunan merupakan ibadah kepada Allah SWT, sehingga perkembangan sikap dan perilaku pembangunan harus bersumber pada pengabdian diri kepada Allah SWT.
2. Pembangunan mencakup kegiatan mengejar kemajuan lahiriah (sandang, pangan dll) dan kepuasan batiniah (pendidikan, keadilan, kebebasan dll), kemajuan spiritual dan material dalam keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara keduanya.
3. Pembangunan tertuju pada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang memuat ciri-ciri keselarasan hubungan antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan masyarakat melalui peningkatan solidaritas sosial diantara sesama manusia, solidaritas alam dengan lingkungan hidup alam kita, serta meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. 


Dengan adanya kearifan manusia yang mampu mengintegrasikan etika lingkungan, etika ilmu pengetahuan dan teknologi dan etika pembangunan akan membuat pembangunan ekonomi yang mampu memanfaatkan sumberdaya alam secara bertanggung jawab. Dengan demikian pembangunan yang terjadi tidak merugikan umat manusia, alam dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. 


Ekosistem dan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup alam atau ekosistem terdiri atas lingkungan hidup fisik dan lingkungan hidup hayati. Dalam pengertian, lingkungan hidup alami ini juga terdapat manusia sebagai bagian dari lingkungan hidup hayati. 


Pengertian lingkungan hidup menurut Soemarwoto adalah sebagai ruang yang ditempati suatu makhluk hidup secara bersama-sama dengan benda hidup dan tak hidup lainnya yang ada di dalamnya. Atau dengan kata lain lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan ditinjau dari segi jenis, dapat dibedakan menjadi tiga yakni :
1. Lingkungan fisik (physical environment), yaitu : segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang berwujud benda tak hidup.
2. Lingkungan biologi (biological environment), yaitu : segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang berwujud makhluk hidup.
3. Lingkungan sosial (social environment), yaitu : manusia di sekitar kita.


Manusia merupakan penentu dalam pengelolaan lingkungan, karena faktor-faktor yang lain sangat tergantung pada faktor manusianya, dengan kepeduliannya manusia mampu menyelamatkan alam. Berkembangnya manusia pada dominasi dalam ekosistem disertai dengan kemampuannya untuk mengubah lingkungan.


Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah ciri hubungan antara berbagai unsur lingkungan hidup dalam kerangka sistem hubungan yang terbentuk secara alamiah. Sistem hubungan inilah yang disebut sistem ekologi, atau lebih dikenal dengan ekosistem. 


Ekosistem sebenarnya merupakan konsep dasar dalam ekologi yang menunjukkan hubungan timbal balik antar makhluk hidup dengan lingkungan tempat mereka hidup. Namun sebagai tatanan, ekosistem tidak lain adalah interaksi yang teratur dan terpola di antara berbagai unsur lingkungan hidup yang terkait secara alamiah. Keteraturan interaksi inilah yang menciptakan kondisi seimbang pada suatu ekosistem.


Pada dasarnya konsep ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi yang terdiri atas komponen biotik atau hayati dan komponen abiotik atau non hayati. Menurut Resosoedarmo, apabila ekosistem dilihat dari penyusunnya maka dapat dibedakan menjadi :
1. Bahan tak hidup (abiotik), yaitu komponen fisik dan kimia serta merupakan medium untuk berlangsungnya kehidupan.
2. Produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya tumbuhan klorofil, yang mensintesis makanan dari bahan organik yang sederhana.
3. Konsumen, yaitu organisme heterotrofik, misalnya hewan dan manusia yang memakan organisme lain.
4. Pengurai, perombak atau dekomposer, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati.


Konsep ekosistem, dengan demikian, tidak menempatkan unsur-unsur lingkungan hidup secara parsial, melainkan secara holistik, yakni menempatkan semua unsurnya dalam hubungan saling mendukung sekaligus saling bergantung. Di seluruh bumi kita, hubungan demikian muncul dalam bentuk gejala alam yang unik yang dikenal dengan daur makanan dan daur biogeokimia. 


Daur makanan atau yang lebih dikenal dengan rantai makanan adalah rangkaian proses makan-memakan oleh makhluk hidup yang satu terhadap yang lain, baik di kalangan spesies yang sama maupun pada spesies yang berbeda. Daur makanan ini merupakan syarat mutlak bagi keseimbangan ekosistem, karena sepanjang daur makanan itulah berlangsung perpindahan materi dan aliran energi. Tanpa aliran energi ini, segala bentuk kehidupan di biosfer akan terhenti. Setiap mata rantai makanan, tidak boleh kehilangan perannya baik sebagai mangsa maupun pemangsa. Setiap organisme pada dasarnya memainkan peran ganda seperti itu sesuai dengan perilaku dan tabiat alamiah masing-masing. 


Dilihat dari proses peredaran unsur-unsur kimia yang tersimpan di dalam air, tanah, atau udara dan yang tersimpan di dalam tubuh tumbuhan, hewan, atau manusia, maka daur makanan merupakan sebagian dari rangkaian perjalanan unsur-unsur kimia tersebut. Sebagian yang lain berlangsung di alam, melalui air, tanah, dan udara. Perjalanan unsur-unsur kimia melalui makhluk hidup sebagai komponen biologis inilah yang disebut daur biogeokimia.


Kini menjadi jelas bahwa komposisi kumpulan organisme yang hidup di suatu lingkungan hidup tidaklah tercipta secara kebetulan. Keberadaan mereka merupakan hasil akhir dari interaksi alamiah diantara sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan benda-benda, keadaan, serta energi di sekitar mereka. Interaksi ini berlangsung secara terus menerus dalam suasana harmonis, sehingga tercipta ekosistem yang relatif seimbang.


Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang dinamakan homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan itu diatur oleh berbagai faktor yang sangat rumit. Dalam mekanisme keseimbangan ini, termasuk mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme dan produksi, serta dekomposisi bahan-bahan organik.


Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar sekali terhadap perubahan, tetapi biasanya batas mekanisme homeostatis, dengan mudah dapat diterobos oleh kegiatan manusia. Sebagai contoh, sebuah sungai yang dikotori oleh pembuangan sampah yang tidak terlalu banyak, sungai dapat menjernihkan dirinya sendiri secara alami. Akan tetapi, jika sampah yang masuk itu terlalu banyak, apalagi jikaa mengandung zat-zat racun, maka batas homeostatis alami sungai itu akan terlampaui sehingga sungai akan rusak secara permanen. 


Manusia dan Lingkungan Hidup
Berbagai kerusakan lingkungan terjadi di bumi kita, dapat disebut diantaranya menipisnya lapisan ozon, pemanasan global, pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, dan sebagainya. Kerusakan ini muncul akibat aktivitas manusia seperti pembangunan industri, perumahan, jalan, dan pelbagai pembangunan fisik lainnya. Dapat dikatakan bahwa kegiatan itu pada satu sisi menguntungkan sebagian orang tetapi pada sisi yang lain merugikan banyak orang terutama mereka yang terkena dampak.


Makin besarnya jumlah populasi manusia, makin meningkat pula kebutuhannya. Ditinjau dari segi kebutuhan, manusia tidak lagi merasa cukup dipenuhi dengan kebutuhan primer, karena muncul kebutuhan baru seperti kenikmatan, keindahan, kebanggaan dan prestise. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks itu, manusia mengubah orientasi dan cara dalam mendayagunakan alam. Dengan daya nalarnya, manusia mendayagunakan teknologi untuk menundukkan alam, dengan alasan demi peningkatan kesejahteraan umat manusia.


Seiring dengan proses pembangunan yang mengupayakan pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan, secara sadar dan tidak sadar dapat menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Akibatnya terjadi pencemaran dan kemerosotan kualitas sumberdaya alam serta kesenjangan sosial dalam peran serta dan perolehan manfaat pembangunan yang tidak merata dirasakan semua pihak. Sumberdaya alam yang semestinya diperlakukan sebagai teman sejawat dalam mempertahankan fungsi ekosistem, justru diperlakukan sebagai “musuh”. Gejala ini nampak dalam bentuk penaklukan alam berupa penggunaan teknologi dalam skala yang makin besar dan makin tak terkendali. Manusia tidak lagi menjadi pendukung, melainkan justru menjadi perusak ekosistem. Ironisnya, kebanyakan orang bersedia memandangnya sebagai bagian dari kegiatan pembangunan. Oleh karena itu muncul paradigma atau arah baru dari pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi seluruh rakyat melalui perubahan-perubahan yang didukung segenap unsur pelaku dan sumberdaya yang diperlukan. Dalam hubungan inilah berkembang gagasan tentang pembangunan yang berkelanjutan.


Manusia dan Lingkungan Alam
Hubungan manusia dengan lingkungan alam menimbulkan beberapa faham yang menjadi ciri pandang ilmiah pada masa tertentu. Sesuai dengan perkembangannya, telah terjadi perbedaan faham tentang kedudukan serta peran manusia terhadap lingkungan alamnya.


Frederich Ratzel (1844-1904) mengemukakan faham bahwa manusia dengan kehidupannya sangat bergantung pada kondisi lingkungan alam. Faham ini diilhami oleh teori Darwin (1809-1882) tentang perkembangan mahluk hidup, yang dikenal dengan teori evolusi. Darwin mengemukakan bahwa mahluk hidup pada perkembangannya mengalami perjuangan hidup dan seleksi alam dan yang terkuat akan bertahan hidup. Dalam proses tersebut faktor lingkungan alam sangat menentukan. Proses tersebut tidak terkecuali bagi kehidupan manusia. Di sinilah kelihatan faham dan pandangan determinisme lingkungan alam (physical determinism).


Tokoh lain yang berfaham determinisme adalah Elsworth Huntington (1876- 1947) menyatakan bahwa faktor iklim sangat menentukan perkembangan kebudayaan manusia. Iklim di muka bumi ini beragam, akibatnya kebudayaan manusia juga beragam. Pandangan ini dapat disebut sebagai determinisme iklim (climate determinism).


Perkembangan selanjutnya, Ellen Churchill Semple (1863-1932) menyatakan bahwa lingkungan alam tidak lagi merupakan faktor yang menentukan, melainkan sebagai faktor yang dimanfaatkan manusia sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditempuh manusia. Manusia dengan kemampuan budayanya dapat memilih kegiatan yang sesuai dengan kemungkinan yang diberikan oleh lingkungan alamnya. Peranan dan kedudukan manusia terhadap lingkungan alam ini telah dipandang aktif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.


Tokoh lain yang berfaham posibilisme adalah Paul Vidal de la Blache (1845-1919) menyatakan bahwa faktor yang menentukan bukanlah lingkungan lam melainkan proses produksi yang dipilih manusia yang berasal dari kemungkinan-kemungkinan yang diberikan oleh tanah dan iklim di suatu tempat. Faham yang dianut oleh Semple dan Blache disebut faham posibilisme.


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi dasar pendorong pemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan manusia. Hasil penerapan teknologi bagi kepentingan pemenuhan kebutuhan manusia, menimbulkan faham manusia mampu menguasai lingkungan alam bagi kepentingan hidupnya. Manusia dengan teknologinya dapat mengatasi segala hambatan yang datang dari lingkungan alam. Faham ini melepaskan diri dari determinisme alam tetapi justru menjadi determinisme teknologi. Penganut faham ini sangat optimis terhadap kemampuan teknologi dan menjadi bergantung pada teknologi.


Adanya faham-faham tersebut, menuntut kita menentukan sikap yang bertanggung jawab atas kelestarian hidup manusia dan lingkungannya.


Manusia Bagian dari Alam
Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Allah SWT. Bumi dan kekayaan yang ada di dalamnya serta mahluk yang ada di atasnya, merupakan titik di alam semesta yang belum kita ketahui ukurannya secara tepat. Apalagi kita manusia sebagai penghuni planet bumi.


Ilmu pengetahuan dan teknologi telah dapat mengungkapkan rahasia alam semesta ini. Tetapi seberapa jauhkah rahasia alam semesta yang telah terungkap? Mengingat alam semesta demikian luasnya. Oleh karena itu, kita perlu mawas diri bila kita mengatakan kita telah mampu menguasai alam semesta ini. Hanya Allah SWT yang berhak disebut sebagai penguasa alam. 


Ilmu pengetahuan dan teknologi manusia telah dapat menjelajah ruang angkasa, manusia telah dapat memanfaatkan tenaga nuklir bagi kesejahteraan manusia. Tetapi tidaklah terduga bahwa pesawat ulak-alik ruang angkasa meledak dihadapan para penyaksinya, padahal secara ilmiah telah diperhitungkan dengan cermat, tetapi ada yang tidak dapat diperhitungkan oleh manusia, yaitu ada kekuatan lain “Penguasa Alam Semesta” ini. Jelas terlihat ada keterbatasan kemampuan manusia. Manusia merupakan sebutir debu di tengah alam semesta yang luas dan belum kita ketahui secara pasti ukurannya.


Manusia jelas tidak mampu menguasai alam semesta ini, kemampuan manusia hanyalah memanfaatkan dan mengelola dengan penuh tanggung jawab lingkungan alam ini.


Perkembangan Populasi Manusia
Dalam perkembangan bumi, manusia muncul sebagai mahluk hidup yang paling akhir. Perkembangan dan persebaran manusia di muka bumi selain dipengaruhi oleh lingkungan alam juga dipengaruhi oleh faktor manusianya. Khususnya perkembangan dan pertumbuhan ini dipengaruhi oleh kemampuan budaya manusia sendiri.


Perkembangan perbedaan umat manusia yang berpengaruh terhadap perkembangan penduduk di muka bumi ini dapat dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu : (1) zaman ketika umat manusia menggunakan teknologi yang sangat sederhana dalam mengatasi masalah kehidupannya sehubungan dengan pengaruh lingkungan alam. (2) zaman ketika manusia mengembangkan teknologi cocok tanam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan (3) zaman ketika manusia mulai mengembangkan industri.


Pada peradaban manusia pertama, ketika manusia hanya meramu kebutuhannya, berupa berburu, menangkap ikan dan mengumpulkan hasil hutan, pertumbuhan penduduk bumi saat itu sangat rendah akibat tingkat kematian yang tinggi, karena kelaparan, wabah penyakit dan peperangan antar kelompok manusia.


Pada peradaban manusia ketika manusia mengembangkan teknologi cocok tanam, pertumbuhan penduduk mulai meningkat. Manusia mulai mampu menyediakan bahan pangan yang menjadi dasar kemakmurannya. Bercocok tanam sederhana dan penggembalaan sangat menopang kesejahteraan serta perkembangan penduduk saat itu.


Peradaban manusia yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan penduduk, ketika manusia mulai mengembangkan industri. Disamping pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, juga terjadi migrasi ke daerah-daerah yang memberikan sumber kehidupan. Revolusi industri di bidang pertanian, pengobatan, perpabrikan dan lain-lain, membawa dampak yang luas terhadap mobilitas penduduk, baik horizontal maupun vertikal.


Pertumbuhan, perkembangan dan persebaran penduduk dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya, telah membawa dampak positif dan negatif terhadap lingkungan hidupnya. Dampak positif dialami manusia sebagai peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan pada umumnya dari pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya lingkungan, sedangkan dampak negatif berupa perusakan lingkungan, seperti erosi, kekeringan, pencemaran dan lain sebagainya. Masalah pencemaran inilah yang wajib mendapat perhatian bersama yang mungkin akan menimpa kehidupan umat manusia bila kita sendiri tidak melakukan usaha menanggulanginya. Kemampuan lingkungan ada batasnya, meskipun kita belum mengetahui secara pasti batas daya dukung lingkungan terhadap perkembangan populasi manusia. Di sinilah fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi usaha menghindarkan terjadinya ketimpangan ekologi yang fatal terhadap kehidupan manusia.


Peranan Manusia dalam Lingkungan
Di bumi ini jumlah ekosistem yang belum dipengaruhi manusia hanya tinggal sedikit saja, malahan cukup banyak ekosistem yang dibuat oleh manusia. Mamusia memang makhluk paling penting dalam biosfer ini. Peranan manusia dalam lingkungan secara ekologis yaitu :


a. Manusia sebagai makhluk yang dominan secara ekologis. 
Dominan secara ekologis maksudnya manusia dapat berkompetisi secara lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal makanan bila dibandingkan dengan mahluk lain dalam ekosistem, dan manusia mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap lingkungan tempat hidupnya, atau terhadap organisme yang lain.


b. Manusia sebagai mahluk pembuat alat
Bila dibandingkan dengan hewan besar lainnya, manusia tidak dapat bergerak cepat, pancaindera pencium dan pendengar kurang berkembang, kulit pelindung tidak punya. Kekurangan-kekurangan ini diatasinya dengan membuat alat bantu.


c. Manusia sebagai makhluk perampok
Sapi, kerbau, kambing, gajah dan lain-lainnya makanannya hanya tumbuhan (herbivora), harimau, singa, serigala dan lain-lainnya makanannya hanya daging saja (karnivora), sedangkan manusia makan tumbuhan dan hewan, sehingga menghabiskan makanan mahluk lainnya. Oleh karena itu manusia dimasukan dalam golongan Omnivora.


d. Manusia sebagai makhluk penyebab evolusi
Anggrek yang tadinya merupakan tanaman hutan tanpa disiram dan dipupuk tetap akan berbunga bila waktu berbunga tiba, tetapi setelah anggrek ditanam di halaman rumah bila tidak disiram dan dipupuk tidak mau berbunga lagi. Hal ini berarti terjadi perubahan dalam kehidupan anggrek.


e. Manusia sebagai makhluk pengotor
Hewan buang kotoran dapat hancur secara alami, tumbuhan gugur daunnya akan hancur secara alami, tetapi buangan manusia ada yang dapat hancur secara alami (sisa makanan, tinja) dan ada yang tidak hancur secara alami. Dengan demikian berarti manusia merupakan satu-satunya makhluk yang mengotori ekosistem ini.


Lingkungan yang Diharapkan oleh Manusia
Setiap mahluk hidup ingin agar tempat hidupnya memberikan rasa aman, nyaman dan menyenangkan. Semuanya demi untuk kelangsungan hidup bagi individu itu dan bagi jenisnya. Suatu ekosistem mempunyai stabilitas lingkungan tertentu. Semakin besar keanekaragaman ekosistem, makin besar pula stabilitasnya. Hutan hujan tropis yang terdiri banyak sekali jenis tumbuhan dan hewannya walaupun tanpa perawatan tetap akan dapat melangsungkan hidupnya. Sebaliknya suatu ladang atau sawah yang terdiri atas satu jenis tumbuhan saja akan mempunyai stabilitas yang kecil.


Walaupun hutan dikatakan mempunyai stabilitas yang tinggi tetapi kecil sekali memberikan daya dukung untuk kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu manusia selalu berusaha meningkatkan daya dukung lingkungan dengan cara memberikan tambahan energi pada ekosistem, misalnya dengan pemupukan, pengkapuran (subsidi energi).


Daya Dukung Lingkungan
Populasi manusia terus berkembang, bahkan pada suatu saat terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat luar biasa yang disebut ledakan penduduk. Mengingat luas muka bumi yang merupakan ekosistem kehidupan manusia itu luasnya tetap, sedangkan pertumbuhan penduduk terus melaju, maka akan terjadi pembenturan antara pertumbuhan populasi manusia dengan daya dukung lingkungan.


Daya dukung lingkungan adalah ukuran kemampuan suatu lingkungan mendukung sejumlah populasi jenis tertentu untuk dapat hidup dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini lingkungan dapat berupa sebidang tanah, suatu wilayah geografis atau suatu ekosistem tertentu. Populasi jenis tertentu dalam hal ini dapat manusia, hewan maupun tumbuhan.


Manusia sangat bervariasi dan daya dukung lingkungan juga bervariasi. Daya dukung lingkungan tidak mutlak, melainkan berkembang sesuai dengan faktor yang memengaruhinya. Lingkungan yang berada memiliki daya dukung yang berbeda, sedangkan suatu lingkungan daya dukungnya dapat berkembang sesuai dengan faktor serta sumberdaya yang memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain iklim, cuaca, kesuburan tanah, erosi, perilaku manusia dan lain-lainnya.


Dengan memperhatikan kemampuan lingkungan mendukung populasi di atasnya, kita dapat menghitung kemampuan maksimum lingkungan tersebut. Dengan demikian akan dapat diperhitungkan kepadatan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan yang bersangkutan, sehingga populasi tersebut dapat hidup dengan wajar. Apabila terjadi kelebihan populasi akan terjadi ketimpangan ekologi. Apabila terjadi kelebihan populasi atau kepadatannya melebihi kepadatan yang mampu didukung, kita katakan lingkungan tersebut telah sampai kepada batasnya.


Sehubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai manusia, maka manusia dapat meningkatkan daya dukung lingkungan. Faktor sosial budaya dapat juga menurunkan daya dukung lingkungan, sehingga sampai kepada batas kemampuannya. Semua ini menuntut perhatian kita.


Ketimpangan lingkungan dalam bentuk kekeringan, tanah longsor, erosi, pencemaran, merupakan ungkapan keterbatasan daya dukung lingkungan, sebagai akibat perilaku manusia yang tidak selaras dengan daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Perluasan permukiman, perladangan, kawasan industri bila tidak didukung oleh kemampuan lingkungan, akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan.


Manusia merupakan makhluk yang dikaruniai kemampuan budaya yang melebihi makhluk lainnya. Dengan kemampuan budaya itu, manusia telah mampu mengubah muka bumi seperti yang kita saksikan saat ini. Padahal manusia merupakan mahluk yang keberadaannya di muka bumi paling akhir. Dengan kemampuan manusia memanfaatkan lingkungan, manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Kemampuan manusia bervariasi, maka pemanfaatan sumberdaya alam juga bervariasi. Pemanfaatan sumberdaya alam tersebut juga dibatasi oleh kemampuan budaya manusia. Kelompok manusia yang tingkat budayanya telah tinggi, melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya, telah dapat merealisasikan sumberdaya alam bagi kesejahteraan hidupnya. Kebalikannya, kelompok manusia yang kemampuan budayanya masih terbatas, sumberdaya alam yang ada tidak dimanfaatkan untuk kesejateraan hidupnya. Hutan lebat, sungai lebar dan deras, air terjun dan lainnya dipandang sebagai penghalang dan penghambat dari pada dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidupnya.


Daya dukung lingkungan bersifat relatif dan lingkungan memiliki keterbatasan. Bila pemanfaatan dan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut telah melewati batas kemampuan, akan terjadi berbagai bentuk ketimpangan. Ketimpangan-ketimpangan tersebut menjadi masalah yang akan menimpa kehidupan mahluk di muka bumi, khususnya manusia. 


Muka bumi dengan segala sumberdayanya memiliki kondisi yang sangat bervariasi. Oleh karena itu, daya dukung lingkungan terhadap populasi manusia juga sangat berbeda-beda. Suatu lingkungan yang curam sangat kecil kemampuannya untuk menampung populasi manusia. Bila jumlah populasi dengan kepadatannya dipaksakan melebihi daya dukung lingkungan tersebut dapat menyebabkan terjadinya erosi dan tanah longsor.


Tanah yang kering memiliki kemampuan mendukung populasi dan aktivitas manusia sesuai dengan kondisinya. Bila populasi dan kegiatan di atasnya melebihi daya dukungnya, maka akan terjadi ketimpangan lingkungan berupa kekeringan dan erosi. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dimanfaatkan untuk memperhitungkan berapa daya dukung maksimum lingkungan tanah kering tersebut mendukung populasi secara wajar. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan ungkapan budaya manusia, ternyata telah mampu merekayasa gurun menjadi tanah pertanian yang produktif. 


Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perekayasaan pertanian berupa pemupukan (kimiawi dan organik), pengolahan tanah yang lebih baik (mekanik), pemilihan bibit unggul (hayati), perbaikan pengairan melalui organisasi dan kelembagaan (sosial), semua ini merupakan bukti kemampuan budaya manusia mengembangkan daya dukung lingkungan tanah pertanian. 


Penerapan teknologi bagi manusia selain berdampak positif juga negatif. Penerapan tersebut merupakan tekanan terhadap lingkungan. Eksploitasi hutan, sungai, laut dan lainnya yang diluar daya kemampuan lingkungan yang bersangkutan, merupakan tekanan yang mengubah keseimbangan sehingga menimbulkan masalah lingkungan. Penggunaan mesin-mesin berat untuk menebas hutan, sehingga dalam waktu yang singkat hutan tersebut menjadi gundul. Akibatnya, keseimbangan di lingkungan hutan tersebut terancam sehingga menimbulkan erosi dan banjir.

Ketimpangan Ekologi dan Lingkungan 
Manusia yang memiliki kemampuan rekayasa, memiliki kecenderungan tertentu dalam mempertahankan kelestarian hidupnya. Tindakan, perilaku dan perbuatan manusia itu secara positif mampu mengembangkan daya dukung lingkungan, tetapi di lain pihak perbuatannya itu juga berkecenderungan mengganggu keseimbangan. Salah satu kecenderungan tersebut adalah sifat menyederhanakan komposisi komponen-komponen ekosistem dengan membuat ekosistem buatan.


Bersama dengan pertumbuhan dan pertambahan populasi manusia, tumbuh pula kebutuhannya. Kebutuhan ini tidak hanya terbatas kepada kebutuhan fisik material yang sifatnya sangat mendasar, melainkan juga kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan harus diimbangi oleh alat pemuasnya. Untuk mencari dan mengadakan alat pemuas tadi, manusia sebagai makhluk budaya dapat mengembangkan budayanya dalam memanfaatkan lingkungan alam. Di sinilah manusia mulai campur tangan dalam memanfaatkan ekosistem alamiah menuju ekosistem budaya.


Dalam memanfaatkan sumberdaya alam dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia berkecenderungan menyederhanakan ekosistem alamiah. Tentu saja hal ini didasarkan atas azas ekonomi yang menguntungkan pihak manusia. Hutan alam yang heterogen diubah menjadi hutan tanaman industri yang homogen. Sungai yang berliku-liku dibuat menjadi lurus. Sungai yang berjeram dipenggal untuk bendungan. Rawa yang kaya akan komunitas biotik ditimbun atau diurug untuk permukiman, jalan dan prasarana lainnya.


Ekosistem alamiah yang memiliki keanekaragaman komponen dan komunitas biologisnya, ada pada suatu keseimbangan yang telah berlangsung ratusan sampai ribuan tahun. Oleh tangan manusia, keanekaragaman tersebut disederhanakan, paling tidak ada beberapa komponen atau unsur yang dikeluarkan dari ekosistem tersebut. Bila unsur atau komponen tersebut masih dapat disubstitusikan oleh unsur atau komponen yang lain, ekosistem dengan daya lentingnya dapat memulihkan kembali komposisinya sehingga tetap ada dalam keseimbangan. Bila perubahan akibat tangan manusia tersebut terlalu besar dan mendadak, dapat menyebabkan terjadinya kegoncangan sehingga terjadi ketimpangan ekologi. Meluasnya suatu jenis serangga atau ulat atau hewan pengganggu lainnya yang kita sebut sebagai hama, merupakan bukti adanya ketimpangan ekologi sebagai akibat musnahnya atau setidaknya berkurangnya hewan atau tumbuhan pengontrol hama tersebut. Terjadinya kekeringan atau setidaknya kekurangan air di suatu tempat yang sebelum adanya campur tangan manusia tidak pernah terjadi, dapat diakibatkan oleh ketimpangan ekologi di tempat tersebut. Penebangan pohon-pohon tertentu yang bernilai ekonomis pada suatu tempat, padahal pohon tersebut memiliki fungsi menarik uap air dan menyimpan air yang jatuh, berarti memutuskan siklus yang selama ini berlangsung secara alamiah. Itulah ketimpangan ekologi yang menyebabkan terjadinya kekurangan air.

Asas Dasar Ilmu Lingkungan
Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang dan menghasilkan teori serta model harus didasari oleh azas yang kuat dan kokoh. Azas adalah penyeragaman secara umum yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menguraikan gejala dan situasi yang lebih khusus.


Azas dasar yang berkaitan dengan kehidupan manusia sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah :
a. Semua energi yang memasuki jasad hidup, populasi atau ekosistem dianggap sebagai energi tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah bentuknya tetapi tidak hilang atau tidak hancur. Azas ini sering disebut dengan Hukum Kekekalan Energi. Contohnya energi matahari diserap oleh tumbuhan, diubah menjadi energi kimia dan melalui proses fotosintesa membentuk energi yang tersimpan dan telah atau dapat diubah dalam bentuk lain, tetapi tidak hilang dari alam semesta.

b. Tidak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Meskipun energi tidak pernah hilang dari alam, tetapi terus diubah ke dalam bentuk yang kurang bermanfaat atau tidak seluruh energi digunakan dalam proses. Contohnya, panas yang keluar dari tubuh organisme dalam suatu kegiatan, seperti lari, terbuang percuma.

c. Materi, energi, ruang, keanekaragaman dan waktu, semuanya termasuk sumberdaya alam. Tubuh organisme dibangun oleh materi dan hidupnya bergantung pada energi. Ruang atau letak jasad hidup dari sumber makanan sangat menentukan perkembangan populasi jasad hidup tersebut. Perkembangan jasad hidup perlu waktu. Keanekaragaman jasad hidup akan menimbulkan dinamika. Contohnya pada musim kemarau persediaan air di gurun bagi hewan mamalia berkurang. Berhasil atau tidak mereka pindah ke tempat sumber air dari tempat semula tergantung tersedianya energi dan waktu untuk menempuh jarak tersebut. Jenis dan keanekaragaman sumber makanan juga merupakan sumberdaya alam yang berharga. Makin banyak ragamnya makanan yang dimakan oleh hewan akan makin aman hewan tersebut dari kelaparan.

d. Apabila pengadaan sumberdaya alam sudah mencapai optimum, maka penambahan jumlah justru akan mengurangi jumlah keuntungannya. Setelah mencapai batas maksimum maka penambahan jumlah justru tidak memberi keuntungan, kecuali keanekaragaman dan waktu, pengadaan semua sumberdaya alam akan berpengaruh merusak bila telah melampaui batas maksimum, bahkan menimbulkan kesan keracunan. Azas ini disebut azas penjenuhan. Pemanfaatan sumberdaya alam yang sudah jauh melewati batas maksimum akan menyebabkan penghancuran sumberdaya alam itu sendiri. Pemanfatan sumberdaya alam mempunyai batas optimum, berarti naik turunnya jumlah individu dalam populasi dipengaruhi oleh pengadaan sumberdaya alam.

e. Terdapat dua macam sumberdaya alam, yaitu sumberdaya alam yang pengadaannya merangsang pemanfaatannya dan sumberdaya alam yang tidak merangsang pemanfaatannya. Contohnya pengadaan beras akan meningkatkan konsumsi manusia dalam jangka waktu tertentu, sedangkan peningkatan produksi ubi kayu tidak meningkatkan konsumsi tersebut.

f. Organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan dapat mengalahkan saingannya. Mahluk hidup mempunyai sifat untuk menyesuaikan diri atau adaptasi terhadap lingkungannya. Sifat tersebut merupakan sifat keturunan yang dimiliki oleh masing-masing organisme. Organisme yang memiliki tingkat menyesuaikan diri lebih besar akan lebih luwes atau daya elasitasnya akan lebih tinggi, akan lebih besar kemungkinan kelangsungan hidupnya. Kemampuan suatu organisme dalam bersaing yang besar akan mendesak jenis yang lain bahkan dapat memusnahkan jenis organisme yang kemampuan bersaingnya rendah. Mahluk hidup mempunyai tiga cara adaptasi, yaitu proses fisiologis (kekebalan tubuh terhadap serangan organisme pengganggu), proses morfologis (perubahan bentuk atau bagian tubuh organisme) dan perilaku atau kebiasaan lingkungannya. Contohnya manusia tahan terhadap muntaber walaupun setiap harinya mandi di kali (proses fisiologis), akar padi tanah kering bentuknya berbeda dengan bentuk akar padi sawah (proses morfologis) dan manusia yang hidup di kota akan mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan kebiasaan manusia yang hidup di desa (proses perilaku).

g. Keanekaragaman suatu komunitas semakin mantap dalam lingkungan yang keteraturan tatanannya makin tinggi. Lingkungan yang stabil secara fisik merupakan sebuah lingkungan yang terdiri dari banyak spesies. Semua spesies melaksanakan penyesuaian (secara evolusi) menuju ke tingkat keadaan lingkungan yang optimum. Keanekaragaman spesies suatu ekosistem lazimnya ditandai oleh keseimbangan ekologi, stabilitas yang tinggi dan keteraturan tatanan. Keanekaragaman spesies yang tinggi hanya akan terdapat dalam ekosistem yang sudah stabil pada masa yang lama.

h. Kejenuhan sebuah habitat oleh keanekaragaman individu tergantung pada cara individu memisahkan habitatnya tersebut. Setiap spesies mempunyai nicia, keadaan lingkungan yang spesifik, maka masing-masing spesies mempunyai keperluan dan fungsi yang berbeda di alam sehingga dapat hidup berdampingan satu sama lain tanpa persaingan. Spesies-spesies yang berasal dari satu nenek-moyang berkembang biak terus dan membentuk spesies baru. Sejalan dengan perkembangan dalam perjalanan evolusinya, maka akan terbentuk habitat masing-masing dalam lingkungannya. Seandainya suatu tempat terdapat sekelompok spesies dengan kebiasaan serupa, toleransinya terhadap lingkungan bermacam-macam dan luas, maka berarti lingkungan tersebut ditempati oleh spesies yang keanekaragamannya kecil.

i. Keanekaragaman komunitas manapun sebanding dengan rasio antara biomassa dan produktivitas atau efisiensi penggunaan energi akan meningkat dengan makin kompleksnya komunitas.

j. Dalam perjalanan waktu (evolusi) perbandingan antara biomassa dan produktivitas pada lingkungan yang stabil akan naik. Apabila suatu sistem mengandung aliran energi melalui materi itu sebesar produktivitas maksimum, sedangkan keanekaragaman dan biomassa masih dapat meningkat dalam perjalanan waktu, maka jumlah energi yang tersimpan dalam sistem biologi itu dapat digunakan untuk mendukung biomassa yang lebih besar melalui kompleksitas organisnya. Peristiwa tersebut merupakan proses maksimalisasi penggunaan energi dalam perjalanan evolusi organisme hidup (ekosistem). Penerapan azas ini senyatanya adalah apabila suatu saat masyarakat manusia berkembang makin maju, secara keseluruhan ada penurunan harga energi per unit produk nasional kotor per kapita naik dengan cepat, sehingga terdapat peningkatan pengeluaran energi per orang.

k. Sistem yang sudah mantap (dewasa) akan mengeksploitasi atau menguasai sistem yang belum mantap. Artinya ekosistem, populasi atau tingkat makanan yang sudah dewasa memindahkan energi, biomassa, dan keanekaragaman tingkat organisasi ke arah yang belum dewasa. Contohnya di daerah pasang surut hama tikus, beruk dan serangga hutan (sistem yang stabil dan beranekaragam) menyerang tanaman para transmigran sebagai daerah rawan yang belum mantap dan tidak beragam. Di sini terjadi aliran energi dari daerah pasang surut ke hutan rawa dan petani berusaha keras melawan tantangan alam.

l. Kesempurnaan adaptasi suatu sifat atau tabiat tergantung kepentingan relatif sesuai keadaan suatu lingkungan. Di dalam sebuah ekosistem yang sudah stabil, habitat yang sudah mantap, sifat responsif terhadap fluktuasi faktor alam yang tidak diduga ternyata tidak diperlukan. Di sini yang berkembang adaptasi dari perilaku dan biokimia lingkungan sosial dan biologi habitat itu. Implikasi yang penting, bahwa strategi evolusi di dunia ini tidak ada yang baik dan mandiri, tetapi tergantung pada keadaan lingkungan fisik. Populasi dalam ekosistem yang belum mantap kurang bereaksi terhadap perubahan lingkungan fisikokimia dibanding yang sudah mantap. Populasi dalam lingkungan yang telah lama kemantapannya tidak perlu berevolusi untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi. Namun, perubahan yang drastis dalam ekosistem akan berakibat fatal, sebab secara genetika populasi tersebut kaku terhadap lingkungannya.

m. Lingkungan fisik yang stabil memungkinkan keanekaragaman dalam ekosistem mantap dan kemudian menggalakan stabilitas populasi yang lebih tinggi lagi. Kemantapan atau kestabilan, keanekaragaman populasi dan spesies suatu komunitas adalah hasil jalinan keseimbangan alam yang berlangsung dalam perjalanan masa yang lama sekali. Perombakan secara mendadak dan drastis yang menimpa ekosistem menyebabkan berbagai kerusakan dan terancam kemusnahan.

n. Derajat pola keteraturan naik turunnya populasi tergantung jumlah keturunan dalam sejarah populasi sebelumnya memengaruhi populasi itu. Asas ini kebalikan dari azas di atas, kalau tidak ada keanekaragaman tinggi pada rantai makanan dalam ekosistem yang belum mantap menimbulkan derajat ketidakstabilan populasi menjadi tinggi. Bila terjadi interaksi sejumlah kecil spesies satu sama lain, sehingga terjadi perpanjangan waktu, maka kemungkinan akan terjadi perubahan perilaku.


Kebudayaan dan Lingkungan
Berkelanjutannya pembangunan, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan biofisik semata, melainkan pula oleh faktor sosial-budaya (Soemarwoto, 1991). Oleh karena itu, usaha pembangunan yang telah menyebabkan pencemaran lingkungan dan merosotnya kemampuan sumberdaya alam, perlu diimbangi dengan semakin timbulnya kesadaran manusia sebagai bagian dari ekosistem. 


Dalam upaya membangun, selalu ada kecenderungan keinginan manusia untuk mengubah lingkungan, sementara itu perubahan suatu lingkungan akan memengaruhi kehidupan manusia, baik itu menguntungkan atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, adakalanya perubahan lingkungan melampaui skala perencanaan, dan sebagai akibatnya terjadi suatu efek lingkungan yang sebelumnya tidak diperkirakan. Masyarakat bukan hanya sebagai obyek semata melainkan juga sebagai subyek yang berperan aktif dalam pembangunan, sementara upaya pembangunan juga harus selalu memperhatikan kondisi sosial-ekonomi warga masyarakat.


Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang menyatakan bahwa segala perubahan yang terjadi berasal dari manusia, muncul dua pandangan dalam melihat unsur manusia dalam konteks perubahan lingkungan. Pertama, pendekatan yang bersifat manipulatif yakni pendekatan yang melihat manusia sebagai obyek dalam pengelolaan lingkungan, dan jika perlu dapat bersifat memaksa. Kedua, pendekatan yang berlandaskan pada potensi manusia guna mengembangkan pemecahan dan pengelolaan suatu lingkungan.


Pendekatan yang menekankan pentingnya unsur manusia dalam pengelolaan suatu lingkungan, memiliki dasar argumentasi, dan sekaligus konsekuensi yang berbeda. Pada pendekatan pertama, terkandung konsep ‘rekayasa sosial ‘, dalam hal ini suatu pengelolaan lingkungan dipandang sebagai upaya mengelola segala kegiatan manusia agar dapat mencapai batas toleransi lingkungan. Kelemahan dari pendekatan ini bersifat dari atas ke bawah sehingga kurang memberikan peluang kreativitas kepada warga masyarakat.


Kreativitas warga masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan lingkungan, dimungkinkan dapat dilakukan melalui cara pendekatan yang ke dua. Dalam konteks tersebut, kreativitas dalam pengelolaan dan pengembangan lingkungan yang berasal dari warga masyarakat, lebih dipandang sebagai suatu proses belajar. Dengan kata lain, melalui pendekatan ini berbagai kepentingan yang berasal dari ‘atas’ dan ‘bawah’ dapat dipertemukan melalui suatu proses belajar.


Pendekatan ke dua ini memungkinkan untuk menggali dan menghidupkan kembali nilai budaya masyarakat yang sejak lama ada dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup mereka. 


Pembangunan Berkelanjutan 
Untuk dapat mencapai pembangunan berkelanjutan haruslah pembangunan yang bersifat anti-lingkungan hidup diganti dengan pembangunan ramah lingkungan, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial-budaya. Ramah terhadap lingkungan hidup mempunyai makna bahwa kita tidak “menyakiti” lingkungan hidup dan peranan ekologinya dalam proses pembangunan kita. 


Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh menjamah lingkungan hidup. Lingkungan hidup itu diubah dari kondisi yang mendukung kehidupan kita pada tingkat kesejahteraan yang rendah menjadi lingkungan hidup yang mendukung kehidupan kita pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Jadi pembangunan bukanlah melestarikan lingkungan hidup pada kondisi yang ada, melainkan mengubahnya menjadi lebih baik bagi kita. Pandangan ini memang bersifat antroposentris, yakni pandangan yang berpusat pada kepentingan manusia. Namun antroposentrisme ini diletakkan dalam konteks ekosistem tempat kita hidup.


Pembangunan adalah rekadaya untuk meningkatkan kualitas hidup dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya pendukungnya, melalui perubahan tatanan lingkungan hidup serta kehidupan secara keseluruhan. Pembangunan berkelanjutan menurut komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan World Commision Environmental and Development (WCED) adalah pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.


Konsep pembangunan berkelanjutan menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang (a longer term perspective). Konsep tersebut menuntut adanya solidaritas antar generasi. Dalam konteks Indonesia, pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan juga mengeliminasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan secara implisit juga mengandung arti memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumberdaya alam. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan mempersyaratkan melarutnya lingkungan dalam pembangunan. Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan sebuah strategi pembangunan yang menjanjikan perbaikan mutu hidup manusia sekaligus melestarikan lingkungan hidup dan keragaman seluruh penghuninya saat ini dan yang akan datang. 


Kita hendaknya tidak lagi mengira bahwa pelestarian sumberdaya dan pembangunan adalah dua hal yang bertentangan, sebaliknya mulai menanamkan keyakinan bahwa antara keduanya terjalin hubungan yang tak terpisahkan.


Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia masih banyak yang hidup pada tingkat kemiskinan maka pembangunan ekonomi mutlak diperlukan, guna mencapai kualitas hidup yang sepadan. Bagaimanapun juga pembangunan haruslah menyentuh kepentingan manusia dan didasarkan pada pelestarian sumber daya alam. 


Pembangunan berkelanjutan / berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup.


Faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan/berwawasan lingkungan

1. Terpeliharanya proses ekologi yang esensial, seperti:
a. Proses fotosintesis, merupakan proses esensial untuk menjaga kelangsungan hidup di bumi karena menghasilkan oksigen dan ozon.
b. Pengendalian populasi, menjaga keseimbangan yang dinamis antara tingkat populasi dan daya dukung alam.
c. Kemampuan memperbaharui diri (sesudah mengalami gangguan). Kemampuan memperbaharui diri dari sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui (udara, air, tanah) ada batasnya. Jadi dibutuhkan suatu kebijaksanaan dalam pemanfaatan.

2. Tersediannya sumberdaya yang cukup. Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan manfaat yang didapat dari sumberdaya. Kenaikan azas manfaat ini dapat dilakukan dengan:
a. Menggunakan sumberdaya alam lebih banyak.
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, tanpa meningkatkan jumlah sumberdaya alam yang digunakan (misalnya melalui daur ulang). Peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui, sangat penting karena:
1) Bagi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, meningkatnya eksploitasi akan meningkatkan resiko kerusakan sumberdaya alam. Kerusakan ini dapat mengakibatkan sumberdaya alam itu menjadi tidak terperbaharui. Sedangkan untuk sumberdaya alam yang tidak terbaharui, meningkatnya intensitas eksploitasi akan mempercepat penyusutan sumberdaya alam tersebut.

2) Penggunaan sumberdaya alam dengan kualitas yang semakin besar akan meningkatkan pencemaran. Secara umum, pencemaran akan mengurangi kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Dibutuhkan usaha daur ulang yang mempunyai efek mengurangi resiko pencemaran dan penyusutan sumberdaya.

3) Mencari sumberdaya alam alternatif untuk menjamin persediaan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Hal ini hanya mungkin bila terdapat keanekaragaman.

c. Lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang cukup. Karena pembangunan dilakukan oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial, budaya dan ekonomi tertentu, maka lingkungan tersebut sangat penting bagi kesinambungan pembangunan yang berkelanjutan.

Lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang sesuai dapat tercipta dengan :
1) Pendidikan dan latihan bagi penduduk setempat, yang merupakan bagian terpadu dalam setiap proyek pembangunan.
2) Perencanaan proyek harus mencakup aspek pembangunan proyek sebagai sarana pembangunan daerah tersebut.
3) Evaluasi proyek seharusnya tidak hanya cukup aspek nasional melainkan juga aspek lokal.


Dimensi Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan/berkelanjutan
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan/berkelanjutan memiliki dua dimensi, yaitu:

a. Dimensi Tekno-Ekologis
1) Setiap kegiatan pembangunan haruslah ditempatkan pada lokasi yang sesuai (konsep tata ruang). Kebijakan ini tidak hanya menyangkut peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dan jaminan kelajuannya agar tidak melampaui kemampuan sumberdaya alam tersebut untuk memperbaharui diri, tetapi juga menjamin kepastian dan kelaikan bagi investor yang ingin menanamkan modal di daerah tersebut.

2) Mekanisme pengendalian dan pemanfaatan sumberdaya alam. Pada penggalian sumberdaya alam yang dapat diperbaharui harus ada jaminan bahwa kelanjutannya tidak melampaui kemampuan sumberdaya alam yang tak terperbaharui, pelaksanaan harus dilakukan secermat dan seefisien mungkin.

3) Pengelolaan limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu agar kuantitasnya tidak melampaui kapasitas asimilasi dari ekosistem (kemampuan ekosistem untuk menerima limbah sampai pada taraf tidak membahayakan lingkungan kehidupan manusia).


b. Dimensi Sosio-Ekonomis.
Prioritas kegiatan/kebijakan dan program pembangunan seyogyanya memenuhi kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Pada masa revolusi industri, filsafat ekonomi yang dianut menyatakan bahwa pembangunan pada dasarnya hanya berkaitan dengan biaya produksi, tanpa mengkaitkannya dengan pengaruh lingkungan dan biaya sosial. Pembangunan pada saat itu merupakan pembangunan dengan falsafah faedah jangka pendek. Dalam pembangunan berwawasan lingkungan, komponen biaya terhadap resiko rusaknya lingkungan harus dimasukkan dalam proses pengambilan keputusan. Jadi tidak menunggu sampai terjadinya pencemaran, karena pembangunan. Untuk itu dibutuhkan pemeliharaan lingkungan sosial (dimana pembangunan itu akan dilaksanakan) yang mencukupi :
1) Pertumbuhan ekonomi, menyangkut nilai tambah sebagai akibat adanya pembangunan.
2) Pemerataan pendapatan, dengan membuka lapangan kerja yang lebih luas.
3) Perbaikan alokasi sumberdaya alam, untuk meningkatkan kualitas hidup.


Sustainebelitas telah menjadi isu penting dalam pembangunan ekonomi dunia karena masyarakat dunia telah menyadari bahwa eksploitasi sumberdaya alam dapat mengakibatkan degradasi lingkungan. Semakin meningkatnya kasus dan masalah lingkungan baik di negara maju maupun negara sedang berkembang, memberikan andil utama bagi munculnya gagasan pembangunan berkelanjutan atau berwawasan lingkungan.


Dalam beberapa hal, eksploitasi sumberdaya yang tidak terkontrol bukan hanya dapat mengakibatkan kelangkaan sumberdaya tetapi juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Oleh karena pembangunan ekonomi harus mengarah ke pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).


Dalam konsep dasar pembangunan bekelanjutan mempunyai dua aspek penting yang menjadi perhatian utama, yaitu lingkungan dan pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan berarti pembangunan yang baik dari titik pandang lingkungan. Berwawasan lingkungan berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alam atau lebih spesifik lagi antara masyarakat dan lingkungan fisiknya. Kedua aspek tersebut harus berjalan secara harmonis dan terpadu, dan memperoleh perhatian yang sama dalam kebijaksanaan pembangunan.


Konsep dasar pembangunan berkelanjutan bertolak dari ide bahwa sumberdaya alam itu terbatas persediaannya dalam memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung tidak terbatas, sehingga perlu dilestarikan dan dipelihara supaya dapat dimanfaatkan baik untuk generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Pembangunan berwawasan lingkungan adalah konsep pembangunan yang ingin menyelaraskan antara aktivitas ekonomi dengan ketersediaan sumberdaya alam. 

Kearifan Lokal
Sebenarnya kita pernah memiliki public rule dalam bentuk pamali dan norma-norma yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Oleh karena keinginan manusia untuk hidup harmoni dengan alam maka diciptakanlah pamali-pamali yang mengatur hubungannya dengan alam. Di Sulawesi Selatan, masyarakat Ammatea Kajang menaati apa yang disebut dengan tradisi “Pasang” . Melalui pasang, para anggota masyarakat mengatur kehidupan dan tingkah lakunya. Pola itu ditaati dan dipelihara dengan baik. Misalnya dalam hubungannya dengan pembukaan lahan-lahan pertanian, pasang mengatur :”Kalau ditebang kayunya, diperkirakan akan mengurangi hujan dan air sumur”. Dan, masih banyak lagi tradisi-tradisi lainnya, seperti : Pikukuh pada masyarakat Badui, Sistem Sasi di Maluku, dan lain sebagainya. 


Akan tetapi, lama kelamaan tradisi ini makin pupus seiring dengan kemajuan jaman. Pamali-pamali tersebut mulai melemah karena hanya bersifat lokal dan tidak diaktualisasikan dalam konteks sekarang. Padahal, jika tradisi kearifan lokal ini mampu diaktualisasikan dalam konteks sekarang, akan menjadi sebuah pegangan yang sangat baik dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Kita harus mampu untuk merevitalisasi semangat kearifan lokal dalam konteks sekarang ini, dengan jalan :
a. Mencoba untuk melarutkan tradisi ini ke hal-hal yang sifatnya ilmiah, sehingga nilai-nilai yang ada dalam tradisi tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah. Sebagaimana kita ketahui bahwa semakin meningkatnya ilmu pengetahuan, masyarakat lebih membutuhkan hal-hal yang bersifat ilmiah sebelum menerima sebuah norma yang akan digunakan dalam berperilaku dalam hidup dan kehidupannya. Misal, kita mampu menjelaskan pada masyarakat terutama pada masyarakat pendatang, bahwa dengan adanya pamali menebang pohon dihubungkan dengan lahan tandus yang akan menyebabkan banjir. 

b. Tradisi-tradisi ini perlu untuk disosialisasikan pada anak-anak sejak dini. Melalui dongeng yang terus menerus disosialisasikan, maka para generasi muda tidak kehilangan tradisi yang selama ini dipegang oleh leluhur mereka dan diharapkan mereka tetap menggunakannya sebagai pedoman dalam perilakunya terhadap lingkungan. Paling tidak tradisi ini digunakan sebagai pertimbangan utama kelak dikemudian hari apabila mereka terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam.


Dengan mengangkat nilai-nilai budaya yang sudah ada diharapkan dari sekian banyak nilai budaya tersebut akan saling bersinergi membentuk suatu etika lingkungan dalam masyarakat luas. 


Etika Lingkungan 
Etika merupakan ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral), berarti etika membicarakan kesusilaan (moralitas) secara ilmiah. Sekalipun demikian etika sama sekali tidak bermaksud untuk menggiring semua orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Himbauan etika untuk bertindak sesuai dengan moralitas, bukan karena keharusan untuk taat terhadap warisan nenek moyang, melainkan karena kesadaran diri bahwa suatu hal memang baik bagi dirinya. 


Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita.


Secara moral, sikap kita terhadap arah dan proses pembangunan perlu diubah dari sikap yang hanya peduli terhadap kepentingan diri sendiri, menjadi sikap yang peduli terhadap kepentingan bersama. Masalah penyikapan manusia terhadap arah dan proses pembangunan inilah yang membawa kita kepada etika lingkungan, untuk menggantikan mental frontier yang selama ini dianut oleh sebagian besar umat manusia. Dengan etika lingkungan ini diharapkan terwujud suatu pembangunan yang betul-betul melarutkan unsur lingkungan dalam prosesnya.


Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, kebebasan dan tanggung jawab merupakan kondisi dasar bagi pengambilan keputusan atau tindakan yang etis dengan menempatkan hati nurani pada posisi sentral. 


Salah satu sifat ciri dari etika adalah sifatnya yang aplikatif, yakni suatu etika yang sudah dikaitkan dengan bidang ilmu tertentu. Begitu juga dengan ilmu lingkungan maka kita juga mengenal etika lingkungan yang sebenarnya tidak lain adalah bagian dari filsafat tentang lingkungan. Konsep etika lingkungan merupakan penggabungan antara konsep etika yang berasal dari lingkup filsafat umum dan konsep lingkungan.


Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita.


Pembicaraan di kalangan masyarakat luas mengenai lingkungan hidup sampai saat ini nampaknya didominasi oleh pembicaraan mengenai segi-segi yang bersifat teknis untuk mengatasi kegiatan manusia yang bermental frontier dalam mengelola lingkungan. Hal yang dibicarakan antara lain pencarian teknologi macam apa yang diperlukan dalam mengolah sumberdaya, produk jenis apa yang dapat menghindari pencemaran lingkungan, dan sebagainya. 


Padahal ada satu hal yang terpenting dan sering kita lupakan adalah moralitas apa yang patut kita tumbuhkan dalam menghadapi masalah lingkungan hidup yang semakin kompleks. Moralitas ini dapat ditumbuh kembangkan melalui budaya yang sudah berakar di masyarakat. Kebutuhan akan teknologi yang efisien dalam penggunaan sumberdaya dan yang minimal dalam produksi limbahnya memang sudah sangat didambakan banyak kalangan. Namun, sejauh mana harapan itu terpenuhi sangat besar ketergantungannya pada kemauan umat manusia untuk kembali memperhatikan keseluruhan bumi kita ini sebagai sebuah sistem. Manusia adalah bagian dari sistem itu, yang dengan potensi pikir, rasa dan karsanya mempunyai tanggung jawab moral untuk mengelolanya.


Sebagian anggota masyarakat tampaknya percaya sekali bahwa teknologi dapat mengatasi semua masalah yang kita hadapi. Sikap ini sangat berbahaya dan tidak searah dengan etika lingkungan. Teknologi yang tidak memberi cukup perlindungan terhadap lingkungan, justru bisa mengundang lebih banyak masalah dari pada pemecahannya. 


Banyak teknologi sekarang ini yang secara ekonomis menguntungkan, tetapi secara ekologis mengundang akibat yang sulit diterka sebelumnya. Inilah yang melatar belakangi munculnya pesan-pesan etika lingkungan agar siapa saja yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya atas nama pembangunan, mengambil sikap berhati-hati dan arif demi kebahagian yang berjangka panjang.


Jadi, setiap orang hendaknya perlu menempatkan dirinya sebagai mitra bagi yang lain, sehingga dua kutub kepentingan, yakni kepentingan ekonomi demi kesejahteraan umat manusia, dan kepentingan lingkungan sebagai ruang tempat melangsungkan kehidupan dapat berjalan seimbang. Etika lingkungan adalah perekat antara keduanya.


Kehadiran etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih penting daripada yang selama ini kita duga. Dalam menjalankan peranan kita sebagai apa saja yang berkaitan dengan tugas profesi atau kedudukan sosial kita masing-masing, jika beragam tindakan profesinonal itu dijalankan secara etis dipandang dari segi lingkungan, maka akumulasi dari seluruh tindakan itu pasti akan positif bagi peningkatan kualitas hidup kita semuanya. 


Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam tindakan manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian perilakunya diwarnai oleh sistem nilai yang berlaku pada masyarakat budaya tersebut. Itulah sebabnya mengapa prinsip-prinsip etika lingkungan tidak terlepas sama sekali dari ciri budaya masyarakat tertentu. Menurut Chiras, etika lingkungan merupakan dasar dari keberlanjutan sekelompok masyarakat. Selanjutnya Chiras menjelaskan tentang etika lingkungan yang berkelanjutan harus menggantikan etika frontier. Etika lingkungan yang berkelanjutan bercirikan :
a. Sumber alam di bumi adalah terbatas.
b. Manusia adalah bagian dari alam.
c. Manusia harus bijaksana dan membantu alam untuk melangsungkan hidupnya.


Alam dan bumi bukan untuk dikuasai. Konsep etika lingkungan yang berkelanjutan adalah pemahaman bahwa tidak selalu ada yang berlebih, dalam arti bumi adalah daya dukungnya terbatas.


Untuk mengubah mentalitas frontier yang sudah lama dianut oleh masyarakat merupakan suatu hal yang sangat sulit sekali. Karena merupakan masalah sikap dan perilaku, dan sudah tentu akan memerlukan waktu yang relatif lama. Dan, masalah ini harus melibatkan segenap pranata yang ada dalam masyarakat. 


Etika lingkungan merupakan petunjuk praktis perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya keseimbangan hak dan kewajiban terhadap lingkungan serta mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas toleransi lingkungan hidup kita.


Pembicaraan di masyarakat mengenai lingkungan hidup sampai saat ini masih didominasi oleh pembicaraan mengenai segi yang bersifat teknis untuk mengatasi kegiatan manusia, antara lain pencarian bentuk teknologi yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam, jenis produk yang dihasilkan dengan meminimalisasi pencemaran terhadap lingkungan.


Ada satu hal yang sering dilupakan adalah moralitas yang patut ditumbuhkan dalam menghadapi masalah lingkungan hidup yang semakin kompleks. Moralitas ini dapat tumbuh melalui budaya yang sudah berakar di masyarakat. Kebutuhan akan teknologi yang efisien dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang minimal dalam produk limbahnya, (teknologi ramah lingkungan) sudah sangat didambakan oleh masyarakat. Sejauh mana hal tersebut dapat terpenuhi sangat tergantung pada kemauan manusia untuk kembali memperkaitkan keseluruhan bumi ini sebagai suatu sistem. Manusia adalah bagian dari sistem tersebut, dimana dengan kemampuan potensi pikir, rasa dan karsanya mempunyai tanggung jawab moral untuk mengelolanya. Sebagian anggota masyarakat percaya bahwa teknologi dapat mengatasi semua masalah yang ada. Sikap ini sangat berbahaya dan tidak sejalan dengan etika lingkungan. Teknologi yang tidak memberi cukup perlindungan terhadap lingkungan, justru akan menimbulkan masalah yang lebih banyak dari pemecahannya.


Banyak teknologi yang secara ekonomis menguntungkan tetapi secara ekologis menimbulkan dampak yang sulit diramalkan sebelumnya. Inilah yang melatar belakangi munculnya pesan – pesan etika lingkungan. Agar siapa saja yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, mengambil sikap arif dan bijaksana demi kesejahteraan berjangka panjang.


Jadi, setiap manusia perlu menempatkan dirinya sehingga kepentingan ekonomis (demi kesejahteraan manusia) dan kepentingan ekologis (sebagai ruang tempat melangsungkan kehidupan manusia) dapat berjalan seimbang dan serasi dan etika lingkungan sebagai perekat antara keduanya.


Prinsip – prinsip moral yang relevan untuk lingkungan hidup:
a. Prinsip sikap hormat terhadap alam. Manusia berkewajiban menghargai hak semua mahluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Sebagai perwujudan nyata penghargaan tersebut, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi dan melestarikan alam beserta isinya, ini berarti manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan alam beserta seluruh isinya, tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.

b. Prinsip tanggung jawab. Setiap manusia dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan rasa memiliki yang tinggi seakan merupakan milik pribadi. Alam ini tidak sekedar untuk kepentingan manusia tetapi juga untuk dirinya sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya dalam diri manusia, kendati yang dihadapinya sebuah milik bersama. Tanggung jawab ini muncul sebagai perwujudan kearifan untuk menjaga dan merawat alam semesta ini sebagai rumah sendiri. Kearifan seperti itu bukan saja didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan demikian manusia betah tinggal di dalamnya, melainkan terutama karena alam semesta ini memang perlu dirawat sebagai rumah kediaman yang bernilai pada dirinya sendiri.

c. Prinsip solidaritas kosmis. Manusia adalah bagian integral dari alam semesta, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua mahluk hidup di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama mahluk hidup lainnya. Manusia bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh mahluk hidup lain di alam semesta ini. Prinsip in mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam ini. Solidaritas ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencari alam dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri.

d. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam. Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi dan peduli kepada alam dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai anggota komunitas ekologis, semua mahluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti dan dirawat. Dalam mencintai alam, manusia menjadi semakin kaya dan semakin merealisasikan dirinya sebagai pribadi ekologis, manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang,luas wawasannya, demokratis seperti alam yang menerima dan mengakomodasi perbedaan dan keragaman. Manusia semakin terbuka bahwa ternyata bahwa ada cara pandang dan etika lain.

e. Prinsip no harm. Mengingat manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, maka manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Manusia berkewajiban untuk melindungi kehidupan ini dapat melakukan bentuk berupa tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam ekosistem mahluk hidup lain di alam semesta ini, sebagaimana manusia tidak dibenarkan secara moral untuk melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia.Dalam masyarakat adat kewajiban ini biasanya di pertahankan dan dihayati melalui ”tabu”/ ”pamali”. Manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dilakukan secara bijaksana untuk menghargai hak hidup dan hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan diluar batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan mahluk hidup lain.

f. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam. Krisis ekologi terjadi karena hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia dan gaya hidup manusia modern yang konsumtif, tamak dan rakus. Hal ini bukan berarti manusia tidak boleh memanfaatkan alam itu untuk kepentingannya kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ada batas untuk hidup secara layak sebagai manusia. Maka prisip hidup sederhana menjadi prinsip fundamental. Manusia akan hidup seadanya sebagaimana alam itu. Ia akan mengikuti hukum alam, yaitu hidup dengan memanfaatkan alam sesuai dengan yang dibutuhkan dan berarti hidup selaras dengan tuntutan alam itu sendiri. Tidak perlu menjadi rakus, tidak perlu menimbun sehingga membuatnya mengeksploitasi alam tanpa batas.

g. Prinsip keadilan. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian alam dan dalam ikut menikmati pemanfaatan sumberdaya alam. Termasuk di dalamnya prinsip bahwa semua kelompok dan anggota masyarakat harus secara proposional menanggung beban yang disebabkan oleh rusaknya alam semesta yang ada. Masyarakat adat harus mendapat perhatian ekstra, mengingat masyarakat adat sangat tidak berdaya dari segi modal, teknologi, informasi, kemampuan manajemen dan sebagainya, bila harus berhadapan dengan masyarakat modern. Ini menyebabkan kepentingan masyarakat adat, baik ekonomis maupun budaya khususnya sangat rentan dan terancam dan pada gilirannya membahayakan eksistensi mereka sebagai kelompok budaya dan sebagai manusia. Kehidupan masyarakat adat sangat bergantung pada keberadaan ekosistem alam di sekitar tempat tinggalnya. Alam tidak hanya memberi mereka sumber kehidupan ekonomi, tetapi juga menentukan budaya, cara pikir dan cara berada. Itu berarti, rusak dan hilangnya ekosistem alam sekitar mereka akan secara langsung menyebabkan rusak dan hilangnya budaya, dan berarti punahnya eksistensi mereka sebagai manusia.

h. Prinsip Demokrasi. Isi alam semesta ini selalu beranekaragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakekat alam dan hakekat kehidupan sendiri. Demokrasi justru memberi tempat seluas – luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan pluralitas. Oleh karena itu, setiap manusia yang peduli kepada lingkungan merupakan manusia yang demokratis. Kehidupan politik yang tidak demokratis dan sistem politik yang tidak menjamin adanya demokrasi akan membahayakan bagi upaya perlindungan lingkungan hidup. Demokrasi menjamin bahwa masyarakat mempunyai hak untuk berbeda pendapat dengan pemerintah, dengan menggugat setiap kebijakan publik yang berdampak merugikan lingkungan.

i. Prinsip integritas moral. Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, yang menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip – prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik. Ia dituntut tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya dengan merugikan kepentingan masyarakat. Apabila pejabat publik tidak mempunyai integritas moral, sehingga menyalahgunakan kekuasaannya kepentingan dirinya atau golongannya dengan mengorbankan kepentingan masyarakat, maka lingkungan hidup dapat diduga akan dengan mudah dirugikan. Secara kongrit, kebijakan publik yang berdampak pada rusaknya lingkungan maupun dalam kaitan dengan pemberian izin yang mempunyai dampak merugikan bagi lingkungan. 


Pengelolaan Lingkungan Hidup 
Jika sasaran pengelolaan sumberdaya alam ialah ekosistem sumberdaya alam, maka sesungguhnya pengelolaan lingkungan atau lingkungan hidup sudah tercakup dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam. Akan tetapi, dalam beberapa keadaan, seperti dalam masalah kerusakan dan pengotoran lingkungan oleh kegiatan pertambangan dan industri, kegiatan pengelolaannya memang khusus ditujukan kepada perbaikan keadaan lingkungan, yaitu perbaikan kualita lingkungan hidup. Dalam hal inilah pengelolaan sumberdaya alam terpisah dari pengelolaan lingkungan hidup, dan ruang lingkupnya ialah perlindungan dan perbaikan lingkungan.


Chanlet (1973) membagi lingkungan hidup dalam tiga sistem, yaitu sistem lingkungan tanah, sistem lingkungan air dan sistem lingkungan udara.


Dari sistem lingkungan hidup itu ternyata tanah, air dan udara dapat dianggap sebagai lingkungan hidup atau sumberdaya, yaitu sumberdaya fisik. Maka pada pengelolaan lingkungan hidup pun harus diusahakan melestarikannya.


Pada sistem lingkungan tanah, usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan pendayagunaan tanah yang optimum. Pada sistem air dan udara, yang perlu diusahakan ialah pembersihan dari pengotoran dan pencegahannya. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka lingkungan hidup akan mundur kualitasnya dan akhirnya manusia takkan dapat memanfaatkannya lagi.


Jelaslah kiranya bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup adalah kegiatan yang sama atau setidak-tidaknya sejalan dan saling mengisi (komplementer).


Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraannya. Masyarakat manusia yang terpenuhi segala keperluannya disebut makmur. Kemakmuran akan cepat berkurang dengan bertambahnya penduduk secara eksponensial dan berkurangnya sumberdaya alam yang tersedia.


Dalam hubungan ini Odum (1971a) mengemukakan pengertian daya dukung (“carrying capasity”) lingkungan dan sumberdaya alam untuk manusia. Daya dukung ini ialah jumlah populasi manusia yang optimal yang dalam jangka panjang dapat dipenuhi kebutuhannya oleh suatu satuan lingkungan/sumberdaya alam.


Menurut Odum berdasarkan kebutuhan manusia akan makanan nabati daya dukung ekosistem yang sumber energinya hanya matahari adalah 0,00025 orang/m2 untuk masyarakat daerah pertanian pada iklim bermusim tropika dan 0,000025 orang/m2 untuk masyarakat primitif di daerah hutan tropika. Pada tingkat populasi seperti ini, ekosistem berada dalam keadaan stabil.


Daya dukung tersebut dapat lebih besar apabila ada sumber makanan lain seperti perikanan. Selain itu, manusia tidak hanya memerlukan makanan melainkan juga kebutuhan-kebutuhan lain untuk menunjang kehidupannya.


Sampai batas tertentu daya dukung tersebut dapat dinaikkan dengan subsidi energi lain. Jadi, ada daya dukung maksimal dimana di atas itu lingkungan/sumberdaya alam takkan mampu mendukung lagi.


Selain dari itu, pemanfaatan sumberdaya alam dapat menimbulkan akibat sampingan berupa :
1. Kerusakan dan kemunduran pada sumberdaya alam
2. Pencemaran kimiawi, terutama pencemaran air dan udara.
3. Gangguan pada kesehatan, sebagai akibat pencemaran dan berjangkitnya wabah penyakit sebagai akibat adanya kegiatan yang mengganggu sumberdaya alam dan lingkungan.
4. Gangguan sosial, yaitu tekanan yang dialami masyarakat manusia sebagai akibat kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam berupa proyek-proyek pembangunan.


Keempat hal itu menimbulkan masalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup ini makin besar dengan makin besarnya jumlah penduduk.


Secara empiris itu dapat disimpulkan beberapa hal :
1. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus didampingi program pembatasan jumlah penduduk.
2. Penduduk atau masyarakat manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam perlu mendapat pendidikan dan penyuluhan agar mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi kerusakan.
3. Disamping pendidikan dan penyuluhan harus ada pula undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur pemanfaatan sumberdaya alam agar kerusakan-kerusakan dapat dicegah atau dikurangi.


Makin banyak penduduk, masalah keterbatasan sumberdaya alam makin kritis. Oleh karena itu perlu ada usaha-usaha pembinaan, perlindungan dan pelestarian.Dalam beberapa hal, teknologi dapat mengganti kerugian akibat kerusakan pada sumberdaya alam, misalnya kerusakan pada hutan alam dapat diimbangi dengan adanya hutan tanaman atau tanaman pertanian yang lebih produktif. Tetapi pada umumnya, apabila manusia tidak melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, maka cepat atau lambat kelak manusia tidak dapat memanfaatkannya lagi. 


Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem manjemen lingkungan merupakan suatu proses yang menekankan upaya peningkatan efisiensi perusahaan dengan meminimalisasi keluaran limbah melalui proses produksi atau teknologi bersih lingkungan (yang dikenal dengan manajemen ekoefisiensi).


Minimalisasi limbah terdiri dari tiga aktivitas yang disebut dengan 3R, yaitu reduce (kurang), recycle (daur ulang) dan reuse (penggunaan kembali). Dalam meminimalisasi limbah kegiatannya adalah :
a. Mencegah timbulnya limbah dan pencemaran melalui substitusi bahan baku, perubahan proses atau penggunaan teknologi alternatif.
b. Mendaur – ulang limbah yang tidak dapat dicegah keberadaannya.
c. Mengamankan limbah yang telah diolah secara legal.
d. Mengelola limbah yang tidak dapat dicegah/ daur-ulang.


Agar pengelolaan lingkungan dapat berjalan dengan efisien,dibutuhkan suatu kebijakan yang diterapkan dalam suatu sistem manajemen,dimana perlindungan menjadi prioritas utama.Dalam pengelolaan lingkungan perhatian utama umumnya pada aspek teknis pengawasan lingkungan dengan mengabaikan segi manusia .Hal ini sangat berbahaya terutama bila melihat fakta bahwa hak-hak yang menyangkut lingku ngan ,seperti limbah berbahaya,dapat menjadi topik yang sangat penting.Untuk menja dikan pengelolaan lingkungan sebagai salah satu bidang operasional yang penting dalam menciptakan suatu kondisi lingkungan yang sesuai untuk kehidupan di muka bumi,maka dilakukan penggabungan standar pengelolaan lingkungan kedalam ISO 


(International Organitation for Standarization) yang selanjutmaya dikenal dengan ISO 9000 dan ISO 14000. 
Pertimbangan produk yang ramah lingkungan telah mengglobal dan saat ini produk tidak hanya harus bermutu dan ramah lingkungan tetapi juga ramah terhadap manusia.Dengan semakin baiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat ,konsumen dimana saja mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendak mereka.


Produsen harus meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan benar-benar baik dalam arti kualitas, ramah lingkungan dan ramah manusia.Untuk itulah muncul ISO 9000 dan ISO 14000.


ISO 9000 merupakan jaminan bahwa produksi telah mengikuti standar yang ditentukan sehingga hasil yang diingin kan sesuai dengan mutu dan proses yang telah di tentukan. Jadi ISO 9000 merupakan pedoman standar untuk desain, pembuatan barang, penjualan dan pelayanan untuk suatu produk.


ISO 14000 membicarakan tentang prosedur dan sistem, bukan penentuan baku mutu ataupun ketentuan yang membatasi kegiatan perusahaan. ISO 14000 merupakan prosedur atau sistem pengelolaan lingkungan yang diusahakan untuk dipatuhi.


Dalam perkembangannya, sebagian besar perusahaan yang menjual produk ke negara maju dihadapkan pada ketentuan bahwa mereka sekarang harus membuktikan, melalui sertifikat, bahwa sistem manajemen mutu mereka telah sesuai dengan ISO 9000.


ISO 9000 muncul atas desakan konsumen dan pasar sehingga sifatnya adalah sukarela, sedangkan ISO 14000 muncul atas desakan perundang – undangan agar produk yang dihasilkan memenuhi tuntutan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.


Lingkungan memberikan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia khususnya dalam bidang kesehatan, oleh karena itu kerjasama internasional di bidang perdagangan dan lingkungan merupakan hal yang penting dan perlu diintensifkan karena perdagangan internasional dapat membawa dampak positif maupun negatif, khususnya dalam bidang lingkungan hidup kebijaksanaan perdagangan dan lingkungan harus saling menunjang demi meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkelanjutan.


Manfaat Sertifikat ISO 9000 dan ISO 14000, antara lain:
a. Perlindungan terhadap lingkungan.
b. Menunjukkan kesesuaian dengan peraturan.
c. Pembentukan sistem pengelolaan yang efektif.
d. Penurunan biaya.
e. Penurunan kecelakaan kerja.
f. Peningkatan hubungan masyarakat.
g. Peningkatan kepuasan konsumen.


Minimalisasi limbah adalah pengurangan sebanyak mungkin limbah berbahaya yang dihasilkan, diolah, disimpan, atau dikirim untuk dibuang. Minimalisasi limbah baik untuk industri, rumah tangga dan bentuk usaha lainnya, adalah langkah menuju masa depan. Keterbatasan lahan dan meningkatnya biaya pengelolaan dan pembuangan membuat minimalisasi limbah menjadi isu penting.


Dalam pengelolaan limbah berbahaya, minimalisasi limbah menjadi prioritas pertama dan prioritas kedua adalah pemulihan sumberdaya. Manfaat minimalisasi limbah adalah:
a. Mengurangi dampak lingkungan.
b. Meningkatkan keselamatan kerja.
c. Menyesuaikan dengan peraturan.
d. Mengurangi biaya operasional.
e. Meningkatkan kepercayaan masyarakat.
f. Mengurangi kewajiban berkaitan dengan denda dan tuntutan hukum


Pilihan minimalisasi bahan berbahaya intinya adalah pengurangan sumber. Bahan bahan berbahaya sebaiknya tidak digunakan dalam kegiatan operasional sejak awal, atau minimalisasi jumlah yang digunakan. Minimalisasi bahan dapat dilakukan dengan pilihan – pilihan sebagai berikut :
a. Substitusi, menggantikan produk atau bahan baku yang mengandung bahan berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya, bila dimungkinkan, atau dengan menggantikan proses dan peralatan yang menggunakan bahan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya.

b. Pengendalian persediaan, mempersiapkan persediaan bahan yang dibutuhkan sesuai kebutuhan dan waktunya, persediaan bahan – bahan berbahaya dapat ditekan pada tingkat minimal. Persediaan dapat juga ditekan dengan mengurangi jumlah yang digunakan.

c. Pemurnian bahan baku, bila satu atau lebih bahan baku dapat dimurnikan sebelum dimasukan ke dalam proses, maka akan mengahasilkan limbah dalam jumlah yang sedikit.

d. Penjadwalan produksi,pengetatan jadwal produksi akan lebih sedikit aktivitas menghidupkan dan mematikan mesin untuk proses.

e. Hal ini dimungkinkan karena limbah semakin banyak dihasilkan saat mesin dalam kondisi dingin .Pengaturan kerja, shift kerja yang efesien juga dapat meminimalisasi limbah.

f. Meningkatkan efesiensi, apabila seluruh aliran proses bahan berbahaya dibuat seefisien mungkin,maka dapat dilakukan minimalisasi bahan-bahan berbahaya. Produksi, distribusi, penyimpanan dan pengggunaan bahan-bahan berbahaya secara efisien akan banyak membantu upaya tersebut. 


Minimalisasi limbah berbahaya harus diimplementasi-kan, terutama ditujukan pada pengurangan volume total atau kadar toksisitas dari limbah yang dihasilkan.


Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
a. Mendaur-ulang, mendapatkan dan menggunakan kembali limbah. 
b. Pengolahan.


Minimalisasikan bahan dan limbah dilakukan dengan prinsip 3R, yaitu:
a. Pengurangan (Reduce);suatu prinsip yang berupa pengurangan penggunaan bahan sehingga limbah yang sekarang harus juga ditangani.
b. Penggunaan ulang (Reuse): suatu prinsip pemanfaatan ulang bahan-bahan yang sudah dipakai. Melalui prinsip ini jumlah limbah yang harus ditangani akan berkurang.
c. Pendaur ulang (Recycle): suatu prinsip yang berupa proses kembali bahan yang sudah dipakai. 


Ekolabel (Eco-Labelling)
Ekolabel merupakan salah satu syarat yang ditetapkan pada perdagangan bebas abad 21, sebagai tanda bahwa produksi mata dagangan tersebut memenuhi persyaratan tidak merusak lingkungan. Mata dagangan yang tidak memiliki ekolabel akan ditolak oleh negara konsumen sehingga mata dagangan tersebut tidak dapat dipasarkan. Label yang terpasang pada mata dagangan tersebut juga menyatakan bahwa merek tersebut ramah lingkungan, dalam arti produk dan proses produksinya tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.


Ekolabel muncul sebagai akibat desakan dari masyarakat konsumen yang semakin sadar akan lingkungan dan membutuhkan produk yang bersih dan tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Tidak peduli suatu negara yang terhadap ekolabel akan mempersempit pangsa pasar produk – produk ekspornya karena semakin lama semakin banyak negara menerapkan standard tersebut. Bagi Indonesia, program ekolabel telah dimulai dari produk – produk ekspor hasil industri kehutanan.


Kemajuan yang diciptakan sektor industri di Indonesia telah memberikan kemakmuran bagi sebagian besar masyarakat, memperluas kesempatan kerja, menambah devisa negara, tetapi dari sisi lain menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.


Perkembangan industri membawa pesan dan harapan, tetapi juga ternyata beriringan dengan bencana ketika manusia belum bangkit kesadarannya.


Apabila pencemaran menimbulkan bencana, kemudian mengundang protes dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat, barulah disadari bahwa pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan industri harus mendapatkan proporsi sebagaiman mestinya.


Dengan penerapan ekolabeling dan ISO 14000, Indonesia akan termasuk yang dirugikan karena sebagian besar negara – negara pengimpor komoditi non migas dari Indonesia akan menerapkan ekolabelling. Apabila produk komoditi perdagangan Indonesia tidak bersifat ramah lingkungan maka mau tidak mau produk Indonesia akan tidak diminati di pasaran internasional. Akibatnya ekspor kita akan menurun dan mengurangi penerimaan devisa Indonesia. Oleh karena itu Indonesia harus bergerak ke arah perbaikan kualitas komoditi perdagangan yang ramah lingkungan pula.


Untuk melaksanakan sistem ekolabeling ini diperlukan suatu institusi yang sifatnya independen. Institusi ini harus mempunyai kredibilitas yang tinggi, sehingga apa yang diputuskannya akan diterima oleh masyarakat konsumen secara luas. Syarat selanjutnya ialah bahwa proses pemberian label ecolabelling itu harus transparan demi mendapatkan kredibilitas tersebut.


Ekolabeling merupakan usaha untuk melindungi lingkungan. Usaha pemerintah dan masyarakat untuk secara langsung menekan produsen atau sektor industri untuk mengurangi pencemaran dari kegiatan usaha mereka masih belum begitu kuat. Oleh karena itu usaha untuk melindungi lingkungan harus dilakukan dengan cara menekan produsen melalui kemauan membeli konsumen (Pemakai produk).


Pada dasarnya produsen membuat barang adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam masyarakat dimana konsumen bertindak sebagai raja, kepuasan konsumen harus menjadi tujuan utama. Tanpa ada konsumen yang mau membeli produk suatu industri, maka cepat atau lambat kegiatan industri tersebut pasti akan berakhir. Oleh karena itu peranan konsumen sangat besar dalam usaha untuk melindungi lingkungan. Dengan mempengaruhi kesediaan membeli di pihak konsumen akan terpengaruh pula kegiatan produksi dari industri yang bersangkutan. Dengan semakin tinggi kesadaran konsumen mengenai konservasi sumberdaya alam dan lingkungan, maka semakin hati – hati mereka membeli produk yang digunakannya.


Untuk memperoleh keyakinan mengenai produk dan proses produksi indutri yang bersahabat dengan lingkungan diperlukan institusi yang memberikan sertifikat bahwa produk tersebut telah bersahabat dengan lingkungan. Jadi ekolabel (ecolabelling) adalah suatu tanda yang menerangkan bahwa produksi mata dagangan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk tidak merusak lingkungan.


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan yang perlu dilengkapi AMDAL, antara lain :
a. Perubahan bentuk lahan dan bentuk alam (Pembuatan jalan, Pembukaan hutan dll).
b. Eksploitasi sumberdaya alam (Penambangan, eksploitasi hutan).
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan perusakan, pemborosan dan kemerosotan pemanfaatan sumberdaya alam dan energi pemanfaatan tanah tanpa konservasi, penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakaiannya.
d. Proses dan hasilnya yang mengancam kesejahteraan penduduk, pelestarian kawasan konservasi alam dan cagar budaya (kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran).
e. Introduksi jenis tumbuhan atau hewan (introduksi jenis tumbuhan baru yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru).
f. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
g. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi mempengaruhi lingkungan.


Dampak merupakan perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia termasuk di dalamnya dampak yang terjadi sebagai akibat kegiatan pembangunan ditentukan oleh :
a. Jumlah manusia yang terkena dampak.
b. Luas wilayah persebaran dampak.
c. Lamanya dampak berlangsung.
d. Intensitas dampak.
e. Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak.
f. Sifat komunikatif dampak.


Tujuan penerapan AMDAL antara lain untuk menjamin tetap terpeliharanya kemampuan lingkungan hidup guna menunjang pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian AMDAL merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan secara bijaksana. Pemantauan secara berkala ini penting untuk menilai aktivitas pengelolaan lingkungan agar bermanfaat dalam menjaga kualitas lingkungan dari kerusakan. Dari hasil AMDAL dapat diketahui apakah kegiatan pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau tidak. Bila berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja kegiatan tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan tertentu agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak membahayakan lingkungan.


Dampak negatif yang perlu diperhatikan adalah :
a. Apakah dampak negatif yang mungkin timbul melampaui batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan atau tidak.
b. Apakah kegiatan yang dibangun ini akan menimbulkan gejolak terhadap masyarakat atau mempengaruhi kegiatan lain atau tidak.
c. Apakah dampak negatif ini dapat mempengaruhi kehidupan dan keselamatan masyarakat atau tidak.
d. Sejauh mana perubahan ekosistem yang akan terjadi sebagai akibat pembangunan kegiatan ini.


Bila hasil AMDAL menunjukkan bahwa kegiatan tersebut tidak menimbulkan dampak yang berarti, maka kegiatan dapat dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap berpedoman agar memperkaitkan dampak negatif yang mungkin timbul diluar perkiraan semula. Dalam hal ini sebelum kegiatan dilaksanakan harus ditentukan dulu pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestarian lingkungan.


Kegunaan AMDAL dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, adalah :
a. Mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.
b. Menghindari efek samping dari pengelolaan sumberdaya alam.
c. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran, sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat.
d. Agar dapat diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara atau masyarakat.


Dalam kehidupannya, manusia dibina oleh lingkungan alam maupun lingkungan sosial-budaya. Tetapi dalam prakteknya manusia mempengaruhi keadaan lingkungan secara dominan. Jadi terbentuk suatu keunikan dimana manusia dan lingkungan berinteraksi secara ekologis. Interaksi disini dapat berlangsung secara positif, bila interaksi ini mengakibatkan peningkatan daya dukung lingkungan dalam menjamin kesejahteraan manusia . Sedangkan interaksi negatif apabila terjadi interaksi yang merusak lingkungan sehingga daya dukung lingkungan menjadi menurun.


Manusia mempunyai keterbatasan, tetapi tidak terperangkap oleh keterbatasan tersebut melainkan berusaha meningkatkan diri. Dengan terbatasnya sumberdaya alam yang ada, manusia mencoba menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk meningkatkan dan mempertahankan daya dukung lingkungan tempat hidupnya.


Pengelolaan sumberdaya alam mempunyai hubungan erat dengan pelestarian karena azas pengelolaan lingkungan adalah pelestarian. Pelestarian bukan berarti membiarkan alam sebagaimana asalnya, tetapi merupakan usaha pemanfaatan yang diimbangi dengan upaya menjaga kualitasnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pelestarian harus dilaksanakan secara terpadu karena ada keterkaitan yang sangat erat antara faktor lingkungan satu dengan lainnya, yang berarti bahwa kerusakan yang satu dapat menimbulkan kerusakan yang lainnya.

Subscribe to receive free email updates: