Strategic Management Dalam Manajemen Hubungan Masyarakat

Strategic Management Dalam Manajemen Hubungan Masyarakat
Antara manajemen dan hubungan masyarakat (humas) memang tidak ada hubungan secara langsung, keduanya merupakan bidang ilmu yang berkembang secara terpisah. Namun demikian, dalam perkembangannya, manajemen akhirnya berhasil meningkatkan peranannya pada hampir setiap bidang kehidupan. Sama seperti yang terjadi pada bidang lain, manajemen juga telah menyatu dengan humas, manajemen telah memberi konstribusi yang sangat besar bagi penerapan konsepsi humas dalam kehidupan manusia.

Dalam pelaksanaan pekerjaannya, seorang praktisi humas akan menggunakan konsep‑konsep manajemen untuk mempermudah pe­laksanaan tugas‑tugasnya, seperti membuat rencana, melakukan persiapan‑persiap­an, melakukan aksi dan komunikasi, dan ditutup dengan tindakan pengendalian yang disebut evaluasi.

Tetapi pertanyaan yang sering muncul kemudian adalah: apa yang harus direncanakan? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan dasar yang selalu muncul dalam pikiran praktisi humas terutama ketika ia harus bekerja dari awal dan harus me­nentukan sendiri apa kontribusinya bagi perusahaan. Pertanyaan itu sama pen­tingnya dengan pertanyaan: apa yang harus saya kerjakan?

Pertanyaan‑pertanyaan mendasar seperti itu tidak bisa dijawab langsung oleh praktisi humas dengan serta merta tanpa melakukan berbagai macam analisis. Misalnya, ia langsung membuat program komunikasi berdasarkan perki­raan umum menurut kebiasaan yang berlaku. Biasanya, ia langsung menyusun pro­gram teknis, seperti membuat booklet, company profile, membuat film dokumen­tasi, majalah intern, hiburan karyawan, press relations, dan sebagainya. Cara beker­ja seperti ini memang tidak menyalahi kebutuhan perusahaan, tetapi kecenderungan hanya mengikuti kebiasaan‑kebiasaan yang berlaku sangat tidak disarankan. Perta­ma, cara seperti ini tidak mungkin dapat menimbulkan kemampuan praktisi terse­but untuk menilai di mana perusahaan berada. Kedua, kontribusi humas belum dapat dikatakan cukup untuk mengefektifkan perusahaan dalam perubahan lingkungan.

Pertanyaan seperti di atas inilah yang akan dijawab dalam materi ini, yakni bagaimana seorang praktisi humas menggunakan strategic management untuk melaksanakan tugasnya.

Strategic Management
Istilah strategic management sering disebut pula Rencana Strategis atau Rencana Jangka Panjang perusahaan. Dalam suatu rencana strategis, perusahaan menetapkan garis‑garis besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu ke depan. Berapa lama waktu yang akan dicakup, tentu amat bervariasi. Di masa lalu para ahli menyebut sekitar 25 tahun, tetapi dewasa ini jarang sekali perusahaan yang berani menetapkan arahnya untuk 25 tahun ke depan. Sebagian besar membu­atnya dalam 5‑10 tahun. Alasannya cukup masuk akal, yakni perubahan yang terjadi belakangan ini sangat sulit diterka arahnya. Masing‑masing perubahan itu saling terkait, sehingga perkiraan terjauh yang dapat diduga menjadi amat terbatas.

Untuk melihat ke depan, perusahaan perlu melihat ke belakang, yakni hal‑hal yang telah dicapai di masa lalu, harapan yang dijanjikan dari prestasi itu, dan per­sepsi yang muncul dari lingkungannya. Seorang praktisi humas tidaklah dibenarkan mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka panjang ini. la perlu turut aktif mengobservasi pendapat dan harapan tersebut. Karena prosesnya melibatkan banyak pihak, suatu rencana jangka panjang yang berhasil disatukan se­ring disebut pula suatu "konsensus".

Rencana jangka panjang inilah yang menjadi pegangan bagi para praktisi humas untuk menyusun berbagai rencana teknis, dan langkah komunikasi yang akan diambil sehari‑hari. Untuk dapat bertindak secara strategis, kegiatan humas harus menyatu dengan visi atau misi organisasinya, yakni alasan organisasi atau perusahaan untuk tetap hidup. Dari sinilah seorang praktisi humas dapat menetapkan objective/tujuannya dan bekerja berdasarkan tujuan tersebut.

Sama seperti bagian atau divisi lain di dalam perusahaan, untuk memberi kon­tribusi kepada rencana jangka panjang itu, praktisi humas dapat melaku­kan langkah‑langkah sebagai berikut:
I . Menyampaikan fakta dan opini, baik yang beredar di dalam maupun di luar perusahaan. Bahan‑bahan itu dapat diperoleh dari kliping media massa da­lam kurun waktu tertentu, dengan melakukan penelitian terhadap naskah pidato pimpinan, bahan yang dipublikasikan perusahaan, serta melakukan wawancara tertentu dengan pihak yang berkepentingan atau dianggap penting.
2. Menelurusi dokumen resmi perusahaan dan mempelajari perubahan yang terjadi secara historis. Perubahan ini umumnya disertai dengan perubahan sikap perusahaan terhadap publiknya dan sebaliknya.
3. Melakukan analisis SWOT. SWOT adalah kependekan dari Strengths (ke­kuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Meski tidak perlu menganalisis hal‑hal yang berada di luar jangkauannya, seorang praktisi humasperlu melakukan analisis yang berbobot mengenai persepsi dari luar dan dalam perusahaan atas SWOT yang dimiliki. Misalnya, menyangkut masa depan industri yang ditekuninya, citra yang dimiliki perusahaan, kultur yang dimiliki, serta potensi lain yang dimiliki perusahan.

Komponen S (Strengths) dan W (Weaknesses) dikaji dari unsur‑unsur yang berasal dari dalam perusahaan. Sedangkan kedua komponen lainnya O (Opportunities) dan T (Threats) dikaji dari lingkungan di mana ia berada. Peluang dan ancaman bisa muncul dari unsur‑unsur seperti peraturan pemerintah, kecemburuan masyarakat, nilai ma­syarakat, perubahan struktur kependudukan, pandangan yang tengah beredar di ma­syarakat, situasi ekonomi, perubahan politik, tekanan yang muncul dari para environmentalist, dan sebagainya.

Bahan‑bahan yang diperoleh sampai di sini akan dapat bermanfaat untuk di­sampaikan dalam proses perumusan rencana jangka panjang yang umumnya dila­kukan secara bersama‑sama dengan bagian lain di dalam perusahaan. Proses ini menimbulkan interaksi dan menciptakan saling pengertian di antara pihak‑pihak yang terkait. Hasil akhir dari perumusan ini adalah suatu rencana yang bersifat me­nyeluruh dan menyatu. Semua pihak akan mengetahui di mana sekarang peru­sahaan berada, dan ke mana perusahaan tersebut akan dikendalikan dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan rumusan itulah seorang praktisi humas dapat menen­tukan langkah yang dapat diambil serta program kerja yang akan disusun. Dengan pendekatan ini, praktis langkah yang diambil oleh seorang praktisi humas akan lebih selaras dengan arah perusahaan secara menyeluruh.

Model Strategic Management Untuk Humas
Selain berkonotasi jangka panjang, strategic management juga menyandang ko­notasi "strategi". Kata strategi sendiri mempunyai pengertian yang terkait dengan hal‑hal seperti kemenangan, kehidupan, atau daya juang. Artinya, menyangkut hal-­hal yang berkaitan dengan mampu atau tidaknya perusahaan atau organisasi menghadapi tekanan yang muncul dari dalam maupun dari luar. Kalau dapat, maka organisasi/perusahaan tersebut  akan terus hidup, kalau tidak, ia akan mati seketika. Hidup yang dipertaruhkan sendiri merupakan suatu cakupan waktu yang panjang, bukan sekadar bertahan lalu mati. Maka itu strategi membenarkan perusahaan atau organisasi melakukan tindakan pahit seperti amputasi (pengurangan unit usaha, dirumahkannya karya­wan, pemangkasan, dan lain‑lain) sepanjang hal itu dilakukan demi kehidupan perusahaan/organisasi dalam jangka panjang.

Strategic management juga dimaksudkan agar perusahaan atau organisasi dapat dikendalikan dengan baik untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu hal yang paling dasar bagi setiap manajer di dalam perusahaan adalah mengetahui dengan pasti arah yang sedang dituju oleh perusahaan dan arah bagian yang dipimpinnya.

Perjalanan sebuah perusahaan menuju sasarannya adalah lebih dari sekadar be­pergian dengan kapal pesiar, karena di sepanjang perjalanannya banyak perubahan yang mungkin timbul. Mungkin nakhodanya diganti di tengah jalan, mungkin para awaknya mundur, mungkin ada badai sehingga kapal harus berlabuh di tempat lain atau mungkin perlu ada sasaran lain yang lebih menarik. Yang jelas perjalanan sebuah perusahaan lebih banyak menemui hal‑hal yang tidak pasti di tengah per­jalanannya ketimbang mengemudikan sebuah kapal. Lebih jauh, para awak kapal dan nakhoda lebih sering terpaku dengan hal‑hal operasional dari hari ke hari dari­pada memikirkan arah kapalnya dan mempertimbangkan kapasitas yang dimiliki. Yang lebih celaka lagi, mereka semua mempunyai mimpi yang berbeda‑beda kendati sudah tidur di atas kapal yang sama. Dan mereka menganggap bahwa mimpi mereka sama dan seakan‑akan orang lain mengerti apa isi mimpinya.

Itu semua tidak benar. Dalam sebuah perusahaan atau kapal yang tengah berla­yar, bahkan di mana lokasi perusahaan atau organisasi itu hari ini berada saja, tidak banyak yang tahu.

Strategic management memulai pekerjaannya dengan mencari tahu di mana lokasi perusahaan atau organisasi berada pada hari ini dan menyatukan mimpi-mimpi itu dalam suatu kesepakatan bersama. Mimpi itu dalam istilah strategic management disebut mission/misi

Humas, sebagai salah satu komponen kapal itu, diadakan untuk tujuan strategis, yaitu untuk membaca rintangan yang muncul dari luar, misalnya ketentuan pemerintah yang mematikan, ketidakpahaman karyawan atas sikap penduduk di sekitar pabrik sehingga penduduk bersikap melawan, tindakan pesaing, boikot dari konsu­men, sampai pada kesalahan perusahaan yang dibuat tanpa sengaja terhadap publiknya, maupun dari dalam, seperti pemogokan karyawan, pengrusakan, dan sikap tidak terpuji, agar kapal dapat berlayar dengan selamat ke tujuannya. Humas memberi sumbangan yang sangat besar bagi perusahaan dengan mengem­bangkan hubungan‑hubungan yang harmonis dengan stakeholdersnya agar perusahaan dapat mengembangkan kemampuannya mencapai misinya.

Pearce dan Robinson mengembangkan langkah‑langkah strategic management sebagai berikut:
  1. menentukan misi perusahaan, termasuk di dalamnya adalah pernyataan yang umum mengenai maksud pendirian, filosofi, dan sasaran.
  2. mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi internal perusahaan dan kemampuan yang dimilikinya.
  3. penilaian terhadap lingkungan eksternal perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara umum.
  4. analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan pilihan-pilihan).
  5. identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan.
  6. pemilihan strategi atas tujuan jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
  7. mengembangkan tujuan tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan tujuan jangka panjang dan garis besar strategi.
  8. implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang tercantum pada anggaran (budget) dan memadukan rencana tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi, dan sistem balas jasa yang memungkinkan.
  9. review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai input bagi pengambilan keputusan di masa depan.

Maka jelaslah, langkah yang perlu dilalui melibatkan sejumlah pihak di dalam perusahaan yang terdiri atas berbagai latar belakang. Tujuannya sebenarnya seder­hana sekali, yakni menyelaraskan program dan tindakan setiap komponen (bagian) perusahaan menuju suatu sasaran yang sama. Selain itu kegiatan ini terkadang melibatkan ahli‑ahli dari luar perusahaan untuk mendapatkan gambaran atas hal‑hal yang terjadi di luar kendali perusahaan. Misalnya:
1.  Gambaran tentang arah deregulasi dari para perencana ekonomi atau pengamat ekonomi.
2.  Gambaran tentang suplai uang atau kredit dari para bankir.
3.  Gambaran tentang arah ekonomi secara menyeluruh dari pakar ekonomi.
4.  Gambaran tentang perubahan gaya hidup dari para peneliti sosial.
5.  Gambaran tentang perubahan sikap masyarakat dari pengamat sosial.
6.  Gambaran tentang arah perkembangan teknologi dari pemasok teknologi.
7.  Gambaran tentang pasokan tenaga kerja, kualitas dan tuntutan kerja dari ahli kependudukan atau konsultan di bidangnya.
8.  Gambaran tentang situasi politik nasional, regional, dan internasional dari pakar ilmu politik.
9.  Gambaran tentang sikap pers terhadap perusahaan dari kalangan media, dan sebagainya.

Unsur‑unsur yang berada di luar perusahaan itu memang tidak mudah untuk dikendalikan, akan tetapi hal itu menjadi amat berbahaya bila tidak diketahui keberadaan dan perkembangannya. Di kebanyakan perusahaan, para manajer sering memelihara asumsi bahwa mereka sudah cukup tahu dengan membaca perkem­bangan dari media massa umum. Sikap ini tentu perlu dikoreksi.

Humas dapat memberikan kontribusinya dalam proses strategic management melalui dua cara:
  1. melakukan tugasnya sebagai bagian dari strategic management keseluruhan organisasi dengan melakukan survei atas lingkungannya dan membantu mendefinisikan misi, sarana, dan tujuan organi­sasi/perusahaan. Keterlibatan humas dalam proses menyeluruh ini akan memberi manfaat yang besar bagi perusahaan dan sekaligus bagian humas itu sendiri, khususnya pada level korporat. Tanpa keterlibatan itu humas akan melakukan kegiatannya secara membabi‑buta. la hanya menjadi penghias perusahaan yang menghabiskan uang dengan sia‑sia.
  2. Humas dapat berperan dalam strategic management dengan mengelola kegiatannya secara strategis. Artinya bersedia mengorbankan kegiatan jangka pendek demi arah perusahaan secara menyeluruh.

Kedua sumbangan itu akan dapat dimengerti bila disadari bahwa strategic management mempunyai area kegiatan dalam 3 lapisan, yakni pada
(1)   lapisan korporat atau organisasi secara menyeluruh;
(2)   lapisan bisnis atau lapisan khusus, dan
(3)   lapisan fungsional.

President, chairman, CEO (Chief Executive Officer), direktur utama, direktur, atau pejabat teras atas lainnya adalah orang‑orang yang mengambil keputusan strategis pada lapisan pertama. Horison mereka adalah horison korporat secara menyeluruh. Mereka membuat kebijakan umum yang mencerminkan ­aspirasi para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Di perusahaan besar yang menyadari betapa kompleksnya masalah yang dihadapi dan besar kemungkinan menjadi sorotan masyarakat atas segala aktivitasnya, kedudukan humas idealnya ditempatkan pada posisi ini. Artinya, humas amat strategis dan mempunyai jalur yang langsung kepada pemegang saham, top eksekutif, dan masyarakat.

Pada lapisan kedua, duduk para kepala cabang dengan kebijakan yang menyangkut  segmen pasar atau jasa khusus. Pada lapisan yang terakhir (fungsional) terdapat fungsi operasi, seperti keuangan, akunting, sumber daya manusia, pemasaran, dan bahkan humas.

Pada lapisan yang terakhir inilah sering kali dalam prakteknya humas ditempatkan. Karena kedudukannya yang tidak sesuai dengan peranannya, di masa­-masa lalu sering sekali terlihat humas tidak dapat menjalankan peranannya secara strategis. Bagian ini diberi tugas melaksanakan tujuan perusahaan, tanpa mengikutkannya dalam perumusannya.

Pada lapisan ini seorang praktisi humas memang menjadi sangat serba salah. la dituntut menjalin hubungan dengan pihak‑pihak yang strategis dan sering dianggap sebagai juru bicara. Tetapi sebenarnya ia tak lebih dari sekadar pelaksana biasa yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di lapisan atas dan bahkan tidak tahu apakah yang dilakukannya itu sesuai dengan aspirasi mereka. Oleh karena itu efektivitas pekerjaan humas amat tergantung pada persepsi pemimpin perusahaan yang tercermin dari penempatan dan ruang lingkup peker­jaan yang didelegasikan kepadanya.

Akhirnya, untuk menjernihkan masalah, perlu didiskusikan kata management dalam strategic management. Dalam bahasa sehari‑hari management mengandung arti yang bermacam‑macam. Manajemen bisa diartikan sebagai birokrasi, yakni keteraturan, sistem, dan prosedur standar untuk menstandarisasikan perilaku dan kontrol terhadap tindakan. Manajemen juga bisa berarti staf perusahaan yang duduk berdasi di belakang meja manajemen (untuk membedakannya dengan kar­yawan yang bekerja di lapangan). Ada pula yang menyebut manajemen sebagai suatu sistem yang mengatur kegiatan sehari‑hari (operasional).

Dalam materi ini ada baiknya kita menyamakan persepsi kita mengenai pengertian manajemen sebagai berpikir ke depan (atau perencanaan) daripada sekadar sistem atau keteraturan. Karena itu, dalam konsep humas, seorang praktisi humas sangat tidak dianjurkan melakukan hubungan tanpa pertimbangan strategis yang menyangkut analisis terhadap situasi masa depan.

Berdasarkan prinsip‑prinsip di atas, model strategic management untuk humas dikembangkan. Di bawah ini menjelaskan model strategic management dalam kegiatan humas (untuk menggambarkan dua peran humas dalam strategic management secara menyeluruh dan dalam kegiat­an humas itu sendiri). Tiga tahapan yang pertama mempunyai cakupan luas, sehingga lebih bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari tiga tahap pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda‑beda.

Model Strategic Management untuk Humas
1. Tahap Stakeholders
Sebuah perusahaan/organisasi mempunyai hubungan dengan publiknya bilamana perilaku organisasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap stakeholdersnya atau sebaliknya. Humas harus melakukan survei untuk terus membaca perkembangan lingkungannya, dan membaca perilaku organisasinya serta meng­analisis konsekuensi yang akan timbul. Komunikasi yang dilakukan secara konti­nu dengan stakeholders ini membantu organisasi untuk tetap stabil.
2. Tahap Publik
Publik terbentuk ketika perusahaan/organisasi menyadari adanya problem ter­tentu. Pendapat ini berdasakan hasil penelitian Grunig dan Hunt yang menyim­pulkan bahwa publik muncul sebagai akibat adanya problem dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain publik selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai potensi akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Maka publik bukanlah suatu kumpulan massa umum biasa, mereka sangat selektif dan spesifik terhadap suatu kepentingan tertentu (problem tertentu).
Oleh karenanya humas perlu terus-menerus mengidentifikasi publiknya yang muncul terhadap berbagai problem. Biasanya dilakukan melalui wawancara mendalam pada suatu focus group.
3. Tahap Isu
Publik yang muncul sebagai konsekuensi dari adanya problem selalu mengor­ganisasi dan menciptakan 'isu'. Yang dimaksud dengan 'isu’ di sini bukanlah isu dalam arti kabar burung atau kabar tak resmi yang berkonotasi negatif (bahasa aslinya rumor), melainkan suatu tema yang dipersoalkan. Mulanya pokok per­soalan demikian luas dan mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian akan terjadi kristalisasi sehingga pokoknya menjadi jelas karena pihak‑pihak yang terkait saling melakukan diskusi.
Humas perlu mengantisipasi dan bersifat responsif terhadap isu‑isu tersebut. Langkah ini di dalam manajemen dikenal sebagai Issues Management. Pada tahap ini media memegang peranan yang sangat penting karena media akan mengangkat suatu pokok persoalan kepada masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan, bahkan, membelokkannya sesuai dengan persepsinya. Media dapat me­lunakkan sikap publik atau sebaliknya, meningkatkan perhatian publik, khusus­nya bagi hot issue, yakni yang menyangkut kepentingan publik yang lebih luas,
Issues Management pada tahap ini perlu dilakukan secara simultan dan cepat, dengan melibatkan komunikasi personal dan sekaligus komunikasi dengan me­dia massa.
Humas melakukan program komunikasi dengan kelompok stakeholders atau publik yang berbeda‑beda pada ketiga tahap di atas. Selanjutnya dila­kukan langkah‑langkah 4‑7 berikut ini:
4.  Humas perlu mengembangkan tujuan formal seperti komunikasi, akurasi, pemahaman, persetujuan, dan perilaku tertentu terhadap program-­program kampanye komunikasinya.
5.  Humas harus mengembangkan program resmi dan kampanye komunikasi yang jelas untuk menjangkau tujuan di atas.
6. Humas, khususnya para pelaksana, memahami permasalahan dan dapat menerapkan kebijakan kampanye komunikasi.
7.  Humas harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan tugasnya untuk memenuhi pencapaian objective dan mengurangi konflik yang mungkin muncul di kemudian hari.

Subscribe to receive free email updates: