Kerjasama di Sektor Industri

Kerjasama di Sektor Industri
Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor utama yang dikembangkan dalam kerjasama ekonomi ASEAN. Kerjasama tersebut ditujukan untuk meningkatkan arus investasi, mendorong proses alih teknologi dan meningkatkan keterampilan negara‑negara ASEAN, termasuk dalam bentuk pertukaran informasi tentang kebijaksanaan perencanaan indus­tri nasional masing‑masing. Kerjasama ASEAN di sektor perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi baru dalam rangka mendorong perdagangan intra‑ASEAN melalui berbagai skema kerjasama yang dikembangkan berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.

ASEANIndustrial Cooperation (AICO) yang ditandatangani pada bulan April 1996 dan berlaku efektif pada bulan Nopember 1999 merupakan insiatif kerjasama di sektor industri yang saat ini terus dikembangkan.  AICO merupakan skema kerjasama antara dua atau lebih perusahaan di kawasan ASEAN dalam pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan, dalam rangka memproduksi suatu barang yang bertujuan meningkatkan daya saing perusahaan ASEAN. AICO menyediakan prasarana untuk menerapkan prinsip economic of scale and scope yang didukung oleh pajak yang rendah untuk meningkatkan transaksi di ASEAN, menumbuhkan kesempatan investasi dari dalam dan luar ASEAN, serta menciptakan pasar regional yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan skema kerjasama ini antara lain akan mendapatkan preferensi berupa pengenaan bea masuk hingga 5%.

AICO diharapkan akan mendorong kerjasama industri antar negara ASEAN dan mendorong investasi pada industri berbasis teknologi dan kegiatan yang memberikan nilai tambah pada produk industri. AICO juga memberikan kesempatan luas kepada perusahaan di negara ASEAN untuk saling bekerjasama guna menghasilkan produk dengan menikmati preferensi tarif. Insentif lain yang juga diberikan kepada perusahaan yang bekerjasama dalam payung AICO berupa akreditasi kandungan lokal serta insentif non-tarif lainnya yang dapat diberikan oleh masing-masing negara anggota.

AICO tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan industri, tetapi juga untuk trading companies yang membantu pemasaran produk-produk industri kecil. Pada 21 April 2004 para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Protocol to Amend the AICO Agreement yang mengatur perubahan/penurunan tarif preferensi yang diberikan untuk proyek-proyek AICO yang disetujui. 


Kerjasama Perdagangan Barang
Berkaitan dengan AFTA, pada pertemuan ke-21 AFTA Council tanggal 23 Agustus 2007, telah dicapai kemajuan yang cukup signifikan mengenai implementasi Work Programme on Elimination of Non-Tariff Barries (NTBs) serta dalam melakukan revisi mengenai CEPT AFTA Rules of Origin, yang diharapkan akan mengurangi  biaya transaksi perdagangan serta memfasilitasi perdagangan di kawasan.

Berkaitan dengan perdagangan barang ini,  ASEAN juga  berhasil menyelesaikan pembahasan substantif mengenai ASEAN Trade in Goods Agreement  (ATIGA),  yang diharapkan akan ditandatangani pada bulan Desember 2008. ATIGA  mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang berkaitan dengan perdagangan barang kedalam suatu comprehensive framework, menjamin sinergi dan konsistensi di antara berbagai inisiatif. ATIGA  akan meningkatkan transparansi, kepastian dan meningkatkan AFTA-rules-based system yang merupakan hal yang sangat penting bagi komunitas bisnis ASEAN.

ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) merupakan capaian  penting yng mengkodifikasi dan penyempurnaan kesepakatan ASEAN di bidang perdagangan barang, yakni Agreement on Common Effective Preferential Tariff Scheme for the ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA,1992), Mutual Recognition Arrangement (MRA, 1998), e-ASEAN (2000), Sektor Prioritas Integrasi (2004), dan perjanjian ASEAN Single Window (ASW, 2005). Khusus untuk pengurangan / penghapusan tarif dan hambatan non-tarif internal ASEAN, ATIGA menegaskan kembali kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya, yakni penghapusan seluruh tarif atas produk dalam  kategori  Inclusion List (IL) pada 1 Januari 2010 bagi ASEAN-6, dan 2015-2018 bagi ASEAN-4 (Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam – CLMV), serta penghapusan hambatan non tarif pada 1 Januari 2010 bagi ASEAN-5, 1 Januari 2012 bagi Philippines, dan 2015 bagi CLMV.

Fasilitasi Perdagangan
Dalam upaya meningkatkan perdagangan, ASEAN telah menandatangani  Protocol 1-Designation of Tansit Transport Routes and Facilities.  Implementasi Protocol dimaksud akan memfasilitasi transportasi barang-barang di kawasan serta tidak merintangi akses dan pergerakan  kendaraan yang mengangkut barang-barang tersebut di kawasan ASEAN.

Berkaitan dengan fasilitasi perdagangan, Indonesia juga telah  melakukan pembentukan Nasional Single Window (NSW) dan ASEAN Single Window (ASW) merupakan salah satu upaya fasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN untuk mempermudah dan mempercepat arus perdagangan dalam rangka mendukung proses pembentukan ASEAN Economic Community. National Single Window diharapkan mulai dapat beroperasi pada akhir tahun 2008  di negara-negara ASEAN+6 dan tahun 2012 bagi negara-negara CLMV.

Untuk tingkat nasional, Perkembangan Tahap I Uji Coba NSW telah dilaksanakan di Tanjung Priok dari Desember 2007 – Juni 2008. Sistem uji coba melibatkan 5 (five) Government Agencies (GA) yang terkait dengan pemberian izin, yaitu Ditjen Bea dan Cukai–Depkeu,  Ditjen Daglu, Badan POM, Badan Karantina Deptan dan Pusat Karantina Perikanan (DKP) Draft Blueprint NSW. Uji coba dimaksud difokuskan pada importir prioritas sebanyak 102. Tujuan yang dapat dicapai adalah penyederhanaan dokumen impor dan pemendekan proses bisnis pengurusan perizinan impor dari 5.5 hari menjadi 8 jam.

Implementasi NSW Tahap II dimulai pada bulan Juli – Desember 2008. Pada Tahap II difokuskan pada tingkat operasional dengan sasaran antara lain : penerapan di lima pelabuhan utama, yaitu Tanjung Prior (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan) dan Bandara Soekarno Hatta yang merupakan  tempat bongkar muat barang ekspor impor dengan tingkat volume 90% dari total ekspor impor Indonesia; GA yang terlibat menjadi 15 (total instansi yang terlibat perizinan sesudah penyederhanaan/sebelumnya 34 instansi); jasa perizinan meliputi ekspor, impor, pengangkutan udara dan pengangkutan laut. Di samping itu, sistem NSW juga mulai diujicobakan dengan ASW pada tanggal 11 Agustus 2008 ditandai adanya pertukaran dokumen kepabeanan (SKA dan Form D antara Indonesia dan Malaysia).

Diharapkan seluruh importir terdaftar (sekitar 17.500 importir) telah dapat menggunakan sistem dimaksud pada bulan Desember 2008 dan masalah terkait dengan Service Level Agreement(SLA), permanent help desk; fee structure, changing managementdan Badan Pengelola telah dapat diputuskan pada Implementasi Tahap II ini.

Realisasi ASEAN Free Trade Area
Pada pertemuan ke-40 ASEAN Economic Ministers tahun 2008,  ASEAN Secretariattelah melaporkan bahwa implementasi komitmen liberalisasi tariff CEPT telah mencapai 92.25 % dari semua produk yang telah dimasukkan ke dalam inclusion list (IL), 88.48 % memiliki tarif berkisar antara 0-5 % di antara negara-negara ASEAN. Tarif di antara negara-negara ASEAN yang telah dihapuskan sebesar 63.42 % dari  IL products, rata-rata  berkurang sebesar 2,58% dalam tahun 2007 menjadi 1.95 % dalam tahun 2008.

Comprehensive Revised CEPT Rules of Origin
Sejak 1 Agustus 2008, ASEAN telah mengimplementasikan Comprehensive revised CEPT Rules of Origin  yang mencakup  revisi terhadap teks CEPT ROO serta komponennya seperti Operational Certification Procedures, Product Specific Rules (PSRs) dan  Certificate of Origin (CO) Form D.  Revisi CEPT ROO termasuk revisi general rule of the CEPT Rules of Origin dari kriteria single “Regional Value Content of 40 percent (RVC(40)”  menjadi alternative co-equal rules of “Regional Value Content of 40 percent or Change in Tariff Headings (RVC(40) or CTH)”.

Kerjasama Kepabeanan
Selama 3 (tiga) tahun terakhir, ASEAN Customs Administrations terus melakukan upaya-upaya untuk mengimplementasikan Strategic Plan of Customs Development (SPCD) 2005 – 2010, khususnya dalam bidang cargo clearance, risk management, e-customs, facilitation of goods in transit, customs enforcement and human resource development. Disamping itu, ASEAN juga mengupayakan penyelesaian mengenai finalisasi Protocol 2 (Designation of Frontier Posts) dan Protocol 7 (Customs Transit Systems) guna memungkinkan implementasi penuh Framework Agreement on Facilitation of Goods in Transit and the establishment of the ASEAN Customs Transit System.

Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment Procedures (STRACAP)
Dalam upaya untuk fasilitasi implementasi priority sectors, ASEAN telah mengimpelementasikan sejumlah ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA).  Hingga tahun 2007, di bidang produk barang, Indonesia telah menandatangani 3 (tiga) MRAs, yaitu di bidang cosmetics, electrical and electronic equipment serta pharmaceutical. Namun demikian, mengalami hambatan dialami dalam proses ratifikasi mengingat adanya benturan antara MRA dimaksud dengan peraturan perundangan nasional terkait.

Initiative for ASEAN Integration (IAI)
Initiative for ASEAN Integration (IAI) adalah suatu policy framework yang dimaksudkan untuk memberikan kontribusi, dengan dasar berkesinambungan, untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di antara negara-negara ASEAN, khususnya untuk negara-negara CLMV. Kebijakan dimaksud ditegaskan di dalam Ha Noi Plan of Action 1998 serta Deklarasi mengenai Narrowing Development Gap for Closer ASEAN Integration 2001.

IAI dituangkan di dalam IAI Work Plan, yang merupakan rencana 6 tahunan (Juli 2002 – Juni 2008). Sampai dengan tanggal 15 Mei 2008, terdapat 203 proyek dalam IAI Work Plandengan berbagai tahap implementasinya. Pembiayaan telah disiapkan untuk 158 proyek (78%). 116 proyek telah berhasil diselesaikan, 19 proyek sedang dilaksanakan, 2 proyek telah mendapatkan pendanaan dan menunggu implementasi, 2 proyek masih mencari  dana separuhnya, 10 proyek masih menunggu proses pelaksanaan dan 18 proyek belum mendapatkan pendanaan.

Sumber pendanaan proyek-proyek IAI berasal dari negara-negara ASEAN + 6 dan negara-negara donor lainnya. Kontribusi ASEAN + 6 sampai dengan tanggal 15 Mei 2008 berjumlah US $ 30.98 juta. Kontribusi Indonesia tercatat sebesar US $ 804.437 untuk 9 (sembilan) proyek, dengan  share sebesar 2,6 % dari total pendanaan yang disiapkan oleh ASEAN-6. Sedangkan Singapura memberikan kontribusi tertinggi, sebesar US $ 22.811.330, dengan share73.64% dari seluruh total pendanaan ASEAN.

Di samping itu, kontribusi ASEAN-6 terhadap CLMV  on bilateral basis, sampai dengan tanggal 15 Mei 2008 total berjumlah US $ 159.483.271, untuk implementasi proyek-proyek dari tahun 1992–2008. Sedangkan kontribusi Indonesia on bilateral basis sebesar US $ 1.661.588, untuk implementasi 30 Juli 2000–2006. Kontribusi tertinggi diberikan oleh Thailand, sebesar US $ 100.358.255 (implementasi proyek 1996 – 2004).

Kontribusi negara-negara dialogue partner ASEAN terhadap proyek-proyek IAI sampai dengan tanggal 15 Mei 2008 berjumlah total US $ 20.18 juta, untuk 65 proyek. 5 (lima) negara donor utama adalah Jepang, Korea, India, Norwegia dan Uni Eropa, menyumbang sebesar US $ 17.64 juta (87.3% total dana dari negara donor).

Sebagai konsistensi untuk narrowing development gap, saat ini sedang disusun dan diselesaikan IAI Work Plan II, yang diharapkan akan dapat segera diselesaikan pembahasannya.  

    Subscribe to receive free email updates: