Manusia Sukses? Tujuan, Motivasi

Manusia Sukses? Tujuan, Motivasi
Semua manusia menginginkan keberhasilan dalam hidup. Hanya saja tidak semua orang tahu mengapa seseorang berhasil sedang yang lain tidak bahkan terkadang menemukan kegagalan(dalam hidupnya). Hal yang terpenting yang terkadang dilupakan banyak orang adalah untuk berhasil diperlukan dorongan, kiat dan strategi. Semakin kuat dorongan untuk berhasil maka akan semakin mampu mengantar seseorang tersebut untuk sukses. Dorongan itu sering disebut sebagai motivasi, namun dalam hidup tidak semua orang tahu akan arti dan pentingnya motivasi tersebut. Oleh karena itu jawabannya adalah banyak orang yang tidak berhasil. Motivasi sendiri sangat berkaitan dengan tujuan hidup seseorang. Dalam hal ini setiap orang pastilah memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Mereka yang sekolah memiliki target agar dapat nilai baik dan lulus. Hanya saja untuk berhasil tidak cukup hanya tujuan, ada satu kata yang sangat penting, yaitu motivasi.  Untuk menjawab takbir bagi kesuksesan seseorang maka pertanyaan menarik adalah Apa itu MotivasiBerprestasi (Achievement Motivation)?

Dalam kehidupan sehari-hari sering anda saksikan orang-orang yang aktif, penuh vitalitas dalam bekerja. Bila anda seorang karyawan, akan anda temukan teman-teman (atau anda sendiri) yang berlainan intensitas dan carakerja. Sebagian diantaranya  yang sangat giat untuk mencapai sukses, ada yang sedang-sedang, bahkan ada pula tidak gairah.

Maslow, dan Mc Clelland
Teori-teori terkait dengan  motivasi dipelajari dalam studi psikologi dan manajemen. Teori-teori dalam bidang psikologi dan manajem tersebut membahas perilaku individu. Salah satu tokoh yang dikenal luas adalah Abraham Maslow yang terkenal sebagai pelopor dalam aliran psikologi humanistik. Teori Abraham Maslow  yang cukup terkenal adalah teori tingkatan-tingkatan kebutuhan (theory of Hierarchy Needs).  

Menurut A. Maslow perilaku manusia merupakan cerminan dari kebutuhan yang ada. Kebutuhan manusia berkaitan dengan perilaku dan itu bersifat hirarkhi. Hirarki kebutuhan menurut Maslow sebagai berikut:
1.    The need for self-actualization
2.    The esteem needs
3.    The love needs
4.    The safety needs
5.    The 'physiological' needs


Berdasar hirarkhi kebutuhan, seseorang tidak akan mencapai tingkat kebutuhan yang lebih tinggi sebelum tercapai kebutuhan di bawahnya. Sebagai contoh; seseorang akan sulit mendapatkan kebutuhan akan cinta bila kebutuhan fisiologis belum terpenuhi. Demikian pula dengan kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam penelitian selanjutnya ternyata ada individu yang tidak membutuhkan kebutuhan di bawahnya sebelum meraih kebutuhan lebih tinggi. Sebagai contoh Mahatma Gandhi, Bunda Theresa, dan beberapa tokoh spiritual ternyata tidak harus dari tingkatan kebutuhan dibawahnya. Gandhi, Theresa langsung mencapai tingkat aktulaisasi diri tanpa melalui strata kebutuhan di bawahnya.

Secara sederhana motivasi diartikan sebagai dorongan. Sedangkan secara psikologi motivasi diartikan:
-sebagai keseluruhan proses gerakan, termasuk situasi yang medorong timbulnya kekuatan pada diri individu; sikap yang dipengaruhi untuk pencapaian suatu tujuan (Wulyo, 1990), 
- suatu variabel yang ikut campur tangan yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran (J.P. Chaplin, 2001).
-suatu kekuatan yang mendorong atau menarik yang tercermin dalam tingkah laku yang konsisiten menuju tujuan tertentu (Lusi, 1996).

Sementara motivasi berprestasi (achievement motivation) merupakan teori yang dikenalkan oleh David McClelland. Dasar teorinya tetap berdasarkan teori kebutuhan Maslow, namun ia mencoba mengkristalisasinya menjadi tiga kebutuhan:
1. Need for Power (nPow)
2. Need for Affiliation (nAff)
3.Need for Achievement (nAch)

Dalam membangun teori David McClelland,mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari yang erat hubunganya dengan konsep belajar. Ia percaya bahwa banyak kebutuhan yang didapatkan dari kebudayaan suatu masyarakat. Untuk melihat motivasi berprestasi ini ia menggunakan metode pengetesan dengan tes TAT (Thematic Apperception Test). Tes ini merupakan tes proyektif yang menggunakan analisa terhadap seseorang dari gambar-gambar untuk mengetahui perbedan individual (Gibson, et.al., 1996). Tes ini dikembangkan oleh seorang psikolog Henry Murray dari klinik Psikologi Harvard, AS tahun 1943 (Groth-Marnat, 1984).

Dari penelitian yang dilakukan McClelland ini kemudian dihasilkan profil orang-orang yang memiliki kebutuhan berprestasi (nAch): Orang dengan nAch tinggi memilih untuk mengindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit. Mereka sebenarnya memilih tujuan yang moderat yang mereka pikir akan mampu mereka raih.
Orang dengan nAch tinggi memilih umpan balik lansung dan dapat diandalkan mengenai bagaimana mereka berprestasi. Orang dengn nAch tinggi menyukai tanggung jawab pemecahan masalah.

Guru besar psikologi dari Harvard University David McClelland, Massachussett secara lebih jelas mengupas kelemahan teori-teori para ahli antropologi, sosiologi, sejarah,geografi, dan bahkan psikoanalisis Freud sendiri. Menurut Mc Clelland teori-teori tersebut tidak mampu menerangkan mengapa ada perbedaan intensitas kerja dan prestasi yang dicapai oleh manusia satu dengan manusia lain, oleh bangsa satu dengan bangsa lain. Kritik Mc Clelland terutama berkaitan dengan ketakmampuan teori tersebut dalam menjelaskan perbedaan secara individual; satu orang dengan yang lainnya.

Puncak penelitian Mc Clelland yang dilakukan selama lima tahun (Januari 1947 - Januari 1952), berupa teori/konsep Motif Berprestasi (Achievement Motive). Dalam buku-buku Mc Clelland secara bergantian menggunakan teori ini dengan kebutuhan berprestasi (need for Achievement disingkat n-Ach). Motif berprestasi merupakan motor penggerak yang ada pada seseorang.

McClelland tidak konsisten menentukan istilah yang digunakan antara “Achievement motive” dan “need for Achievement”. Hal itu dikarenakankeduanya mempunyai pengertian yang tidak jauh berbedaa. Motif berprestasi ialah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya.

Mc Clelland  memberi pengertian n-Ach sebagai dorongan untuk meraih sukses, dengan hasil yang sebaik-baiknya berdasar “standard” of exellence” yang lebih nampak dalam suasana rivalitas-kompetitif.

“Standard kesempurnaan” itu lebih besar ditentukan atas dasar pertimbangan individu itu sendiri ketimbang standar menurut ukuran lingkungan sosial. Kendatipun dalam kenyataannya merupakan hasil internalisasi diri, atau dibentuk oleh ukuran-ukuran sosial dengan siapa orang itu berinteraksi.

Dalam pembahasan tersebut maka akan dapat dibedakan pegawai yang ingin berprestasi sebaik mungkin, biasa-biasa saja, dan yang malas. Konsep beserta hasil-hasil penelitian Mc Clelland memberikan optimisme pada pada banyak pihak. Mc Clelland mennegaskan se-seorang yang Kemampuannya(abilitasnya) inferior tapi memiliki n-Ach yang tinggi, akan lebih baik prestasinya dibandingkan dengan seseorang dengan abilitasnya superior tetapi memiliki n-Ach rendah.

Terbentuknya motif berprestasi amatlah rumit(kompleks), sekompleks perkembangan kepribadian manusia. Motif sendiri tidak bisa dilepaskandari perkembangan kepribadian. Peranan kehidupan keluarga sangat besar dalam perkembangan kepribadian individu. Hubungan orang tua-anak menampakan pola-pola kepribadian dan kemudian berkembang dengan segala karakteristik tertentu mencakup sikap, kebiasaan, cara berfikir, motif-motif, dan lain sebagainya.

Seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak maka motif itu dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas. Orang tua tidak lagi di-anggap sumber nilai atau figure ideal (Freud), atau satu-satunya “significant person” (Sullivan), melainkan nilai-nilai sosial di luar dinding rumah. Di rumah, motif berprestasi anak bisa dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, hubungan dengan saudara dan sebagainya.

Sementara di luar, “dibentuk lewat hubungan yang penuh tantangan dengan teman-teman sekerja rekan sekantor, hubungan dengan direktur, dan sebagainya. Tantangan mengandung konotasi persaingan, kondisi mana dianggap sebagai stimulan utama n—Ach. Disinilah Me Clelland (juga para ahli psikologi lain mendalami motif) bertolak dari teori “Seleksi Alam” dan “Lestari bagi yang kuat”, dari Charles Darwin (1809 - 1882).

Boleh anda cek sendiri. Kalau merasa motif berprestasi anda di tempat kerja kecil, umpamanya, apa yang melatarbelakanginya? Ekonomi yang serba cukup, pimpinan yang kurang menghargai prestasi, atau lingkungan tempat anda bekerja? Sebaliknya dengan motif berprestasi, bekerja akan bertambah semangat. Beruntunglah Anda. Tapi periksa lagi dari mana itu sumbernya?

Secara sederhana besar kecilnya motif dapat dilihat dari upaya yang dilakukan dalam menggapai “standard of excellence”. Ini tentunya hanya geja-la saja yang banyak berguna untuk menduga nAch seseorang. Ciri-ciri tersebut dapat diidentifikasi dari segi kognisi, konasi, dan afeksi/emosi.

Dari segi kognisi dapat dikemukakan sbb:
         menyelesaikan tugas dengan hasil sebaik mungkin;
         bekerja tidak atas dasar untung-untungan (gambling);
         berfikir dan berorientasi ke masa depan dengan berusaha mengantisipasi hasil kerjanya secara logik;
1.      lebih mementingkan prestasi ketimbang upah yang akan diterimanya realistik menilai dirinya;
2.      tidak boros, konsumtif, melainkan produktif;
3.      menghargai hadiah yang diterimanya;
4.      cenderung berorientasi ke dalam (inner orientation) kendati cukup tanggap terhadap stimulasi lingkungan. Dari segi konasi dapat dikemukakan al:
5.      bersemangat, bekerja keras dan penuh vitalitas
6.      tidak gampang menyerah dan merasa bersalah kalau tidak berbuat sebaik mungkin;
7.      tidak cepat lupa diri kalau mendapat pujian atas prestasinya;
8.      dengan senang hati menerima kritik atas hasil kerjanya dan bersedia menjalankan petunjuk-petunjuk orang lain selama itu sesuai dengan gagasannya;
9.      lebih senang bekerja pada tugas-tugas yang sukar, cukup menantang untuk berkreasi, bukan yang monoton

Dari segi afeksi atau emosi:
  1. gembira secara wajar manakala memenangkan persaingan kerja dengan rekan-rekannya;
  2. selalu menjadikan pekerjaan-nya yang lalu sebagai umpan-balik bagi penentuan
  3. ndakan lanjutan;
  4. segan bekerja dalam suasana bersaing (dalam arti positif) dan berusaha meninggalkan rekan-rekannya jauh di belakang;
  5. merasa menyesal kalau hasil kerjanya jelek, apalagi kalau diperlukan orang lain;
  6. berprinsip, bahwa upah yang diterima hendaknya sepadan dengan kualitas dan prestasi kerjanya;
  7. memperhitungkan resiko yang sedang dengan hasil yang dapat diduga, ketimbang resiko besar waluapun hasilnya besar.
Fitrah kondisi manusia itu labil. Keimanan seseorang itu fluktuatif. Motivasi juga cenderung naik turun. Ada kalanya kita merasa di puncak motivasi. Terkumpul bola semangat yang sangat besar di atas tangan kita. Namun kadangkala kita juga merasa sangat malas. Sama sekali tidak ada gairah untuk melakukan sesuatu. Saat itulah motivasi kita turun.

Motivasi, Prestasi dan Islam
Untuk sukses perlu motivasi, dan untuk sukses perlu prestasi. Kehidupan yang berhasil menuntut manusia untuk berprestasi. Lingkungan akan memberi penghargaan dan apresiasi bagi yang berprestasi. Tapi lingkungan juga akan menghinakan jika tidak produktif. Dalam pendidikan sering disebut dengan reward and punismenst(hadiah dan ganjaran). Agama Islam mengajarkan demikian. Jika hari ini tidak berbeda dengan hari kemarin, merugilah kita. Jika lebih buruk? Berarti kemunduran dan termasuk orang-orang celaka. Dan jika hari ini lebih baik dari sebelumnya, masuklah ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Kondisi di atas cukup bertentangan. Satu sisi kita dituntut prestatif, tetapi di sisi lain kita juga punya rasa malas. Lantas, bagaimana cara kita menghilangkan rasa malas? Atau bagaimana caranya menigkatkan motivasi? Sebenarnya yang paling berhak meningkatkan motivasi kita adalah diri kita sendiri. Kitalah yang lebih menentukan keberhasilan kita. Dan kita pun bisa mengusahakan peningkatan motivasi itu melalui beberapa cara.

Menurut Anis Matta dalam bukunya, Model Manusia Muslim, motivasi atau kemauan dapat dibangun dengan pemantapan tujuan hidup. Sedini mungkin, cobalah kita merumuskan tujuan hidup kita sebenarnya. Karena orang yang tidak punya tujuan akan mudah terombang-ambing oleh masalah.

Rumusan tujuan hidup ini hendaknya sejelas mungkin. Tidak cukup kita hanya bercita-cita menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, agama, dan keluarga. Tetapi labih jauh lagi, rumuskan dengan cara apa kita akan menjadi orang berguna. Misalnya kita ingin berguna dengan menjadi seorang entrepreneur. Alasannya ingin memberi kesempatan kerja bagi orang lain. Setidaknya itu lebih jelas dari cira-citasebelumnya.

Jika sudah, cobalah visualisasikan tujuan itu sedetil-detilnya. Bayangkan gagahnya kita menjadi seorang entrepreneur.Jalan-jalan sambil menggenggam handphone. Bolak-balik ke luar negeri karena urusan bisnis. Pakaian rapi, rambut klimis, wangi, dan segar. Kendati kaya, kita pun tidak lupa akan kewajiban sebagai seorang hamba. Tak pernah kita lalai mendirikan shalat, shaum, tilawah, infaq, nikah, da’wah, dan berakhir dengan meraih gelar syuhada. Penggambaran cita-cita yang detil ini akan membuat kita lebih bersemangat.

Subscribe to receive free email updates: