Kerjasama di Sektor Komoditi dan Sumber Daya Alam
Kerjasama Pertanian
Pangan
Secara umum kondisi pangan ASEAN pada tahun 2005/2006 stabil. ASEAN telah mampu mencapai swasembada, khususnya untuk komoditi beras dan gula yang produksinya melebihi kebutuhan di ASEAN. Untuk jagung dan kedelai, ASEAN masih mengandalkan impor karena produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Dalam skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2 (dua) proyek telah dilaksanakan sejak tahun 2004 – 2008, yaitu East Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security Information System (AFSIS). Kegiatan EAERR terutama difokuskan pada implementasi mekanisme pengadaan beras (stock release mechanism) dan pemanfaatan cadangan beras darurat untuk kondisi bencana. Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada pembuatan jaringan informasi mengenai ketahanan pangan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek AFSIS, sebuah websitetelah dibentuk yang memberikan informasi mengenai situasi dan perencanaan kebijakan ketahanan pangan di kawasan.
ASEAN juga telah membentuk ASEAN General Guidelines on the Preparation and Handling of Halal Food sebagai upaya memperluas perdagangan daging dan produk daging intra-ASEAN.
Menanggapi perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan, ASEAN sesuai dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema strategis dan komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan regional yang disebut ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework beserta rencana kerja jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS). Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN menyepakati untuk merekomendasikan dokumen tersebut ke ASEAN Summit di Thailand, bulan Desember 2008. Selanjutnya, kedua dokumen tersebut akan di-endorse oleh para Pemimpin ASEAN melalui Bangkok Statement on Food Security in the ASEAN Region.
Tanaman Pangan (Crops)
Sejak tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik untuk beberapa komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling, jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-komoditas tersebut akan terus dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan importasi.
ASEAN Plant Health Cooperation Network (APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di negara-negara anggota ASEAN. Saat ini, informasi mengenai Undang-undang Karantina Tanaman dan persyaratan impor untuk Malaysia dan Singapura telah tersedia di website APHCN. Dalam inisiatif ini, akan dibentuk ASEAN Regional Diagnostic Initiative sebagai proyek percontohan untuk mengatasi hambatan terhadap akses pasar produk pertanian.
Melalui harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk pestisida, ASEAN terus berupaya untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi perdagangan dengan meminimalisir penggunaan pestisida dan memastikan keamanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan. Dalam 29thASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (29thAMAF) di Bangkok, 2007, ASEAN telah mengadopsi harmonisasi 99 MRL untuk 16 pestisida. Sebelumnya ASEAN telah memiliki 658 MRL untuk 61 pestisida.
ASEAN terus berupaya untuk melaksanakan upaya terpadu dalam mengharmonisasi standar dan kualitas, jaminan keamanan pangan dan standarisasi sertifikasi perdagangan untuk mendukung integrasi ekonomi dan meningkatkan daya saing produk-produk pertanian dan kehutanan ASEAN di pasar internasional. Untuk itu, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP) mengenai penanganan produksi, panen dan paska panen buah dan sayuran segar serta sejumlah produk hortikultura lainnya berupa Standar ASEAN untuk mangga, nanas, durian, papaya, pumelo, dan rambutan.
Sebagai upaya kawasan untuk mengendalikan penggunaan pestisida, ASEAN telah memiliki website untuk lembaga pengawasan pestisida “aseanpest” yang memberikan landasan untuk saling bertukar informasi dan databaseserta penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pemanfaatan pestisida.
Agricultural Training and Extension
ASEAN terus melanjutkan program Pengelolaan Hama secara Terpadu (Integrated Pest Management/IPM) untuk berbagai tanaman pangan, termasuk pengembangan modul pelatihan untuk komoditas prioritas dan pengorganisasian pelatihan IPM di kawasan terhadap komoditas prioritas tersebut. Komoditas dimaksud, di antaranya mangga, jeruk, bawang merah, beras, pumelo dan kedelai. Pertukaran pejabat, pelatih dan petani terkait IPM untuk citrus telah diorganisir oleh Thailand pada tanggal 10-16 Juni 2008.
Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah pula dilaksanakan, di antaranya: Regional Training on Edible and Medicinal Mushroom Production Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers (1-2 November 2008 di Viet Nam) serta pertukaran pejabat, pelatih dan petani yang diorganisir di Palembang, Indonesia, tanggal 5-10 Juli 2007.
Penelitian dan Pengembangan di bidang Pertanian
Kerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai sejak 2005. Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN Agricultural Research and Development Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN Directory of Agricultural Research and Development Centres in ASEAN, danGuidelines for the Use of the Digital Information System.
Codex
ASEAN telah mengembangkan website ASEAN Food Safety Network untuk memberikan informasi yang berguna terkait keamanan pangan, seperti upaya SPS di berbagai bidang, isu-isu yang muncul dalam badan-badan penetapan standar internasional (Codex, OIE, IPPC, dll), serta hasil kerja dari berbagai badan di ASEAN terkait keamanan pangan.
Skema Promosi Produk Pertanian dan Kehutanan
Untuk mempromosikan produk pertanian dan kehutanan, ASEAN telah memperpanjang implementasi Memorandum of Understanding (MoU) on ASEAN Cooperation in Agriculture and Forest Products Promotion Schemes untuk periode 5 tahun ke depan, dari 2004 menjadi 2009. MoU ini tetap relevan sebagai basis kerjasama dengan sektor swasta dan berkoordinasi tentang posisi bersama terkait perdagangan produk pertanian dan kehutanan ASEAN. Pembuatan MoU saat ini tengah dikembangkan oleh Negara-negara Anggota ASEAN, termasuk pengkajian produk-produk pertanian dan kehutanan yang dicakup dalam MoU. Dengan mempertimbangkan relevansi situasi pasar yang ada serta aktivitasnya dalam 12 tahun terakhir, 5 produk, yaitu: udang beku, ayam beku, nanas kaleng, tuna kaleng, dan karet alam telah disetujui untuk dihapus dari daftar.
Bioteknologi
ASEAN menyadari pentingnya bioteknologi pertanian sebagai cara untuk meningkatkan produktifitas pangan secara berkelanjutan. Namun demikian, saat ini terdapat kekhawatiran publik terhadap penggunaan bioteknologi yang perlu diatasi. ASEAN telah mengadopsi Guidelines on the Risk Assessment of Agriculture-related Genetically Modified Organisms (GMOs). Panduan ini memberikan Negara-negara Anggota ASEAN pendekatan dan pemahaman bersama saat melakukan evaluasi ilmiah terhadap peluncuran GMOs di bidang pertanian. Panduan ini menggambarkan prosedur notifikasi, persetujuan, dan registrasi GMOs di bidang pertanian.
Menyadari pentingnya pemahaman mengenai teknologi dan penilaian risiko untuk Manipulasi Genetika (MG), serta untuk meningkatkan pembangunan kapasitas di bidang ini, ASEAN telah mengembangkan Program Kesadaran Publik terhadap GMOs. Dalam program ini, Frequently Asked Questions (FAQs) mengenai GMOs dari seluruh Negara Anggota ASEAN dikumpulkan dan diterbitkan untuk informasi publik.
Dalam meningkatkan pembangunan kapasitas, ASEAN berkolaborasi dengan International Life Sciences Institute Southeast Asia telah mengembangkan serangkaian pelatihan dan workshop mengenai penggunaan ASEAN Guidelines on Risk Assessment of Agriculture-related GMOs yang ditujukan bagi para pejabat dan pengambil keputusan. Tiga buah workshop telah diadakan di Singapura (2001), Kuala Lumpur (2002), Bangkok (2003) dan Jakarta (2004).
Kerjasama Peternakan
Kerjasama ASEAN di bidang peternakan semakin berkembang, terutama mengenai Regularization of Production and Utilization of Animal Vaccines; Promotion of International Trade in Livestock and Livestock Products; dan Strengthening Animal Diseases Control Programme. Sejumlah inisiatif baru, termasuk Common Stand on Codex Issues dan Veterinary Drug Residues in Food juga telah dimulai.
Dalam upaya mengatur produksi dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah menyetujui untuk memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur registrasi vaksin hewan yang diproduksi di dalam dan di luar Negara Anggota ASEAN. Untuk tujuan ini, sebuah mekanisme tunggal akan dipakai. AMAF ke-29 di Bangkok, 2007, telah menyetujui ASEAN Standard for Live Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated Infectious Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga telah mengakreditasi ulang National Veterinary Drug Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia sebagai laboratorium pengetesan vaksin untuk 9 vaksin hewan selama periode 3 tahun.
Munculnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)di beberapa Negara Anggota ASEAN sejak Desember 2003 memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian kawasan. Salah satu kekhawatiran ialah kemampuan virus untuk menyebar dari unggas ke manusia. Untuk menanganinya, dibentuk Regional Framework for Control and Eradication of HPAI. ASEAN telah menyelesaikan implementasi 8 (delapan) komponen dalam kerangka regional tersebut, bekerjasama dengan organisasi internasional/mitra wicara.
ASEAN telah membentuk dan menandatangani Agreement for Establishment of the ASEAN Animal Health Trust Fund (AHTF) pada bulan November 2006 untuk mendukung aktivitas ASEAN mengendalikan dan memberantas penyakit hewan di kawasan.
Kerjasama Perikanan
ASEAN Network of Fisheries Post-Harvest Technology Center melanjutkan kerjasamanya dengan Departemen Penelitian Perikanan Laut dari Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC)untuk mengimplementasi kegiatan-kegiatan: (i) HACCP Training Programmes, (ii) Regional Code of Conduct on Post-Harvest Practices and Trade, dan (iii) ASEAN-Australia Development and Cooperation Programme (AADCP) mengenai “Quality Assurance and Safety of ASEAN Fish and Fishery Products”. Kesuksesan kolaborasi dengan SEAFDEC juga mendorong pengembangan inisiatif baru berupa: Seafood Safety Information Network dan Chloramphenicol, and Nitrofuran Residues in Aquaculture Fish and Fish Products.
ASEAN terus melanjutkan kolaborasi dengan SEAFDEC dan telah menyetujui kerja sama untuk memperkuat mekanisme dan implementasi program perikanan kawasan melalui pembentukan “ASEAN-SEAFDEC Strategic Partnership(ASSP)”. Dalam AMAF ke-29, telah ditandatangani Letter of Understanding(LoU) ASSP oleh Sekjen ASEAN dan Sekjen SEAFDEC.
Dengan bantuan dari Australia, ASEAN telah menyelesaikan Hazard Guide-A Guide to the Indentification and Control of Food Safety Hazard in the Production of Fish and Fisheries Products in the ASEAN Region, danGuidelines on Development of Standard Operating Procedures (SOP) for Health Certification and Quarantine Measures for the Responsible Movement of Live Food Finfish.
Negara-negara Anggota ASEAN juga telah menyetujui inisiatif untuk membentuk ASEAN Shrimp Alliance (ASA) dan ASEAN Network on Aquatic Animal Health Centres (ANAAHC).
Kerjasama Kehutanan
Pengembangan kriteria nasional dan indikator untuk pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management/SFM), termasuk pengkajian kebijakan, dan penanaman hutan telah mengalami kemajuan di masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pada tingkat regional, pengembangan inisiatif Pan ASEAN Timber Certification telah menggunakan kriteria yang diakui secara internasional untuk memastikan diterimanya produk kayu ASEAN yang bersertifikat di pasar internasional. Sesuai dengan persyaratan pelaporan kehutanan internasional, AMAF ke-29 telah menyetujui sebagai berikut:
i. ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests;
ii. Monitoring, Asssesment and Reporting Format for Sustainable Forest Management in ASEAN; dan
iii. ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF proposals for Action
Isu illegal logging untuk dikerjasamakan di ASEAN telah diperjuangkan oleh Indonesia lebih dari 3 (tiga) tahun lalu. Pada awalnya, Malaysia sangat resisten terhadap isu dimaksud. Namun akhirnya, Malaysia dapat menerima illegal logging dikerjasamakan di ASEAN mengingat hal tersebut telah mendapatkan dukungan dari anggota ASEAN lainnya. Akhirnya disepakati ASEAN Ministerial Statement on Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang memuat mengenai kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging and its associated trade. FLEG tersebut telah didukung dengan Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN 2008 – 2015.
Di bawah program ASEAN-German Regional Forest Program, ASEAN Forestry Clearing House Mechanism (CHM) telah dibentuk untuk memberikan landasan informasi di antara Negara-negara Anggota ASEAN terkait diskusi mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama.
Volume pertama dari Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang terdiri dari 64 species tanaman telah diselesaikan dan diterbitkan. Saat ini ASEAN tengah menyelesaikan volume kedua Database yang berisikan 50 species.
ASEAN juga telah setuju untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif dalam implementasi CITES. Menteri-menteri ASEAN yang bertanggungjawab untuk CITES telah mendeklarasikan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober 2003 pada tanggal 2-14 Oktober di Bangkok. ASEAN pun menunjukkan komitmennya pada bidang ini dengan mengembangkan dan mengadopsi ASEAN Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora 2005-2010. ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) telah dibentuk pada Desember 2005 untuk menyediakan mekanisme koordinasi dan pertukaran informasi yang efektif di antara badan-badan penegak ubli pada level nasional dan regional untuk memberantas perdagangan flora dan fauna liar secara illegal.
Perkembangan Kerjasama di Bidang Energi
ASEAN telah menetapkan rencana aksi ASEAN yang disebut ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009, yang meliputi langkah-langkah: memperkuat ketahanan energi regional; meningkatkan integrasi infrastruktur energi regional; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif yang secara bertahap mendorong reformasi pasar, liberalisasi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan; melibatkan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan energi regional.
Adapun ruang lingkup kerjasama ASEAN di bidang energi mencakup isu-isu: (i). Ketahanan energi (Energy Security); ii). Pembangunan jaringan kelistrikan (Power Interconnection); iii). Efisiensi energi (Energy Efficiency); (iv). Kebijakan regional di bidang energi (Regional Energy Policy); (v). Penelitian dan pengembangan energi terbarukan (Research and Energy, and Renewable Energy).
Berkaitan dengan kerjasama energi ASEAN, terdapat 3 (tiga) dasar hukum yang menjadi rujukan, yaitu MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP), ditandatangani tahun 2002 dan MOU on ASEAN Power Grid (MoU on APG), yang ditandatangani pada tahun 2007 dan saat ini masih menunggu proses ratifikasinya. Disamping itu juga akan ditandatangani New ASEAN Petroleum Security Agreement (APSA), yang akan ditandatangani pada KTT ke-14 ASEAN mendatang.
Proyek-proyek yang tercakup dalam kerjasama TAGP terdiri dari 8 (delapan) yaitu : Duri, Indonesia – Melaka, Malaysia; West Natuna, Indonesia – Duyong, Malaysia; East Natuna, Indonesia – JDA – Erawan, Thailand; East Natuna – West Natuna – Kerteh, Malaysia; East Natuna – West Natuna – Singapura; East Natuna, Indonesia – Brunei Darrusalam – Sabah, Malaysia – Palawan-Luzon, Philippina; Malaysia – Thailand JDA – Blok B Viet Nam; Pauh, Malaysia – Arun, Sumatera, Indonesia; East Kalimantan – Sabah – Philippines.
Untuk proyek interkoneksi ASEAN, sejauh ini terdapat 14 proyek interkoneksi ASEAN. Proyek yang terkait dengan Indonesia, yaitu Peninsular Malaysia – Sumatra (Medium term –TNB dan PLN); Batam – Bintan – Singapura – Johor (Long term – PLN, SPPG dan TNB); Sarawak – West Kalimantan (Medium term –Sesco dan PLN);
Kerjasama Energi ASEAN + 3
Kerjasama keamanan energi ASEAN+3 muncul sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan energi baik di tingkat regional maupun tingkat dunia. Pertemuan pertama ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) + 3 berlangsung pada tanggal 9 Juni 2004 di Manila, Filipina dan mensahkan program kegiatan Energy Security Forum, Natural Gas Forum, Oil Market Forum, Oil Stockpiling Forum dan Renewable Energy Forum dan upaya bersama untuk mengatasi isu-isu di pasaran minyak regional termasuk “Asian Premium”. Selain itu, disetujui untuk mendorong penetapan harga spot minyak berorientasi pasar dan diimplementasikan di bursa berjangka untuk produk minyak mentah (crude oil) dan produk-produk bahan bakar lainnya.
Pada pertemuan ke-5 AMEM + 3 di Bangkok, 2007, telah disepakati kerjasama energi ASEAN + 3, yaitu energy security, oil market, oil stockpiling, natural gas serta New Renewable Energy (NRE) dan Energy Efficiency and Conservation (EE&C). Sidang juga sepakat untuk memperluas kerjasama regional dengan memasukkan kerjasama civilian nuclear energy. Dalam kaitan ini juga telah disepakati Work Plan untuk Oil Stockpiling Roadmap yang akan didasarkan kepada 4 (empat) prinsip, yaitu voluntary dan tidak mengikat, saling menguntungkan, saling menghormati, pendekatan tahap demi tahap dengan perspektif jangka panjang.
Terkait dengan pengembangan kerjasama Energy Efficiency and Conservation (EE & C) disepakati bahwa kerjasama dapat dilakukan melalui peningkatan dialog, pengembangan networkingserta sharing informasi.
Disepakati Proposal Korea mengenai kerjasama Clean Development Mechanism (CDM) untuk memperluas kesempatan bagi proyek-proyek CDM guna membantu mengurangi greenhouses gas emission(GHG) serta meningkatkan sustainable development melalui kegiatan capacity building. Para Menteri meminta ASEAN Center for Energy dan Korea Energy Management Cooperation dapat menindaklanjuti proposal tersebut.
Para Menteri menyambut baik proposal Korea mengenai kerjasama civilian nuclear energy sesuai dengan ASEAN + 3 Cooperation Work Plan (2007 – 2017), dengan kegiatan antara lain capacity building seperti training staff/personnel untuk civilian nuclear development di kawasan. Korea diharapkan dapat bekerjasama dengan ACE untuk meneruskan inisiatif tersebut.
Kerjasama East Asia Summit di bidang Energi
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 East Asia Summit (EAS) di Cebu, Filipina, tanggal 15 Januari 2007, isu yang menjadi fokus utama adalah energy security. Pembahasan isu energy security dalam KTT ini diarahkan untuk mencapai tujuan bersama negara-negara EAS yaitu memastikan ketersediaan sumber energi yang terjangkau (affordable) bagi pembangunan di kawasan. Dalam KTT tersebut, para Pemimpin EAS sepakat bahwa pembahasan mengenai energi harus mencakup elemen-elemen energy security, sumber daya energi alternatif dan terbarukan, efisiensi energi dan konservasi energi, dan perubahan iklim global.
Untuk menegaskan komitmen kerjasama di bidang energi tersebut, para Pemimpin EAS mengadopsi Cebu Declaration on East Asian Energy Security, yang bertujuan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
o Meningkatkan efisiensi dan kinerja penggunaan bahan bakar fosil yang ramah lingkungan;
o Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional melalui peningkatan efisiensi energi dan program-program konservasi, tenaga air, perluasan sistem energi terbarukan, produksi dan penggunaan bio-fuel, dan penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai;
o Mendorong terciptanya suatu pasar regional dan internasional yang terbuka dan kompetitif, yang bertujuan untuk menyediakan pasokan energi yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat;
o Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan tujuan untuk berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim global;
o Mendorong investasi di bidang sumber daya energi dan pembangunan infrastruktur melalui peningkatan keterlibatan sektor swasta;
KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang energy security, termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang berjudul “Fueling Asia – Japan’s Cooperation Initiative for Clean Energy and Sustainable Growth” dan kesediaan Jepang untuk memberikan bantuan dana energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan. Para Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task Force (EAS ECTF), berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah ada di ASEAN untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah diambil para Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan rekomendasinya pada KTT EAS mendatang.
Pada Pertemuan pertama East Asia Summit Energy Ministerial Meeting (1st EAS EMM) di Singapura, tanggal 23 Agustus 2007, Sidang sepakat bahwa 3 (tiga) work stream yaitu energy efficiency and conservation (EE & C); energy market integration; biofuels for transport and other purposes sebagai langkah awal untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka energy security negara-negara anggota EAS. Sidang juga sepakat untuk terus mengembangkan kemungkinan kerjasama teknologi baru untuk biofuels serta melakukan upaya-upaya konkrit untuk merealisasikan kerjasama energy efficiency and conservation berdasarkan “voluntary basis” dan menyambut baik pembentukan Asia Biomass Research Core dan Asia Biomass Energy Cooperation Promotion Office di Jepang;
Pada Pertemuan Kedua Asia Summit Energy Ministerial Meeting (2nd EAS EMM), Agustus 2008, para Menteri mendukung upaya-upaya yang berkesinambungan dari EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) untuk mengembangkan kerjasama melalui 3 (tiga) Work Streamskerjasama energi, yaitu Energy Efficiency and Conservation (EE & C), Energy Market Integration (EMI) dan Biofuels untuk transportasi dan tujuan-tujuan lainnya. Disamping itu Para Menteri menyambut baik EAS Energy Outlook yang dipersiapkan oleh Economic Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Dalam kaitan ini, para Menteri mengharapkan agar ERIA dapat memperdalam analisisnya dan memberikan masukan agar kerjasama dalam hal energy effisiency and conservationlebih efektif.
Para Menteri juga sepakat bahwa rekomendasi laporan hasil studi Energy Market Integration in the East Asia Region perlu dipertimbangkan khususnya rekomendasi untuk mengadakan pertemuan forum konsultasi atau pertemuan-pertemuan lainnya, untuk share pandangan mengenai policy approaches dan untuk menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan pasar energi yang terintegrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ECTF untuk memperdalam studi mengenai Energy Market Integrationuntuk dilaporkan pada pertemuan EAS Energy Ministers Meeting mendatang.
Para Menteri sepakat menetapkan mengenai Asian Biomass Energy Principles sebagai pedoman untuk produksi dan pengunaannya di kawasan. Dalam kaitan ini, para Menteri sepakat untuk mempromosikan produksi dan penggunaan biofuels dan kerjasama regional yang tidak mengganggu ketahanan pangan. Para Menteri menugaskan ERIA untuk mengembangkan metodologi bagi assesment lingkungan dan social sustainability dalam produksi dan penggunaan biomass mengingat kondisi-kondisi khusus di kawasan.