Sistim Mata Pencahariaan Hidup
Peladangan pada masyarakat Towe Hitam adalah suatu cara bercocok tanam yang dilakukan dengan :
a. Menebang dan membakar suatu daerah hutan.
b. Tanah di gemburkan dengan tugal kemudian di tanami selama 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun
c. Ladang di tinggalkan untuk waktu antara 10 (sepuluh) sampai 15 (lima belas) tahun sehingga menjadi hutan kembali.
d. Sesudah itu hutan bekas ladang tadi di buka lagi dengan cara seperti pada sub a.
Dalam pembagian kerja di ladang, laki-laki biasanya menebang dan membakar pohon sedangkan wanita menggemburkan tanah, mencari bibit, menanam bibit dan panen biasanya di lakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Daerah yang di pilih sebagai ladang meraka umumnya di pesisir sungai. Daerah ini di pilih karena subur dan cocok untuk menanam jenis tanaman utama mereka seperti sukun biji (gomo) dan pandan (buah merah) dan pisang karena jenis tanaman ini paling cocok hidup di tepi sungai.
Ladang-ladang mereka ada yang berjarak sehari perjalanan, tetapi ada juga yang terletak di dekat kampung.
Rumpun sagu di daerah ini sangat luas dan setiap marga memiliki rumpun sagu yang jelas batas-batasnya dengan marga yang lain
Letak dusun-dusun sagu marga ini berfariasi jaraknya. Ada yang 4 (empat) jam jalan kaki untuk mencapai dusun ini, ada yang sehari dari Towe.
Umumnya setiap marga meramu sagu di dusunnya masing-masing. Teknologi pengolahan membutuhkan lebih dari 2 (dua) orang, oleh sebab itu orang Towe dalam memproses sagu menjadi tepung sagu biasanya bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya.
Teknologi pengolahan sagu menjadi tepung sagu adalah sebagai berikut :
1. Memilih pohon sagu yang dapat menghasilkan tepung sagu.
2. Menebang pohon sagu.
3. Menguliti batang pohon sagu
4. Membuat alat pengolahan serat sagu menjadi tepung sagu
5. Menghancurkan isi batang pohon sagu menjadi serat-serat
6. Memisahkan serat-serat sagu menjadi tepung sagu dengan cara di remas-remas
7. Mengangkut tepung sagu ke kampung
Pembagian kerja dalam proses pengolahan sagu dari tahap 1 (satu) sampai tahap 4 (empat) dilakukan oleh laki-laki tahap 5 (lima) sampai 7 (tujuh) dikerjakan oleh perempuan.
Waktu yang dibutuhkan dalam pengolahan sagu, biasanya tergantung panjang batang pohon sagu, tapi umumnya dari seminggu sampai 2 (dua) minggu sampai menjadi tepung sagu.
Dusun sagu tiap-tiap marga (clan) umumnya mempunyai rumah-rumah tempat tinggal untuk mengolah sagu. Biasanya terdiri dari 2 (dua) sampai 5 (lima) rumah-rumah ini di pakai clan untuk menginap selama pengolahan sagu.
Pengolahan dan Penyajian Makanan
Makanan menjadi masalah buat orang Towe karena dengan adanya pemukiman baru ini, tempat mencari makanan (dusun sagu) menjadi jauh. Akibatnya mereka menjadi menderita kelapran. Jika persediaan sagu keluarga telah habis biasanya mereka memanfaatkan sukun, buah merah (buah pandan) dan pisang sebagai makanan mereka karena tersedia di kebun-kebun mereka yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Jika persediaan makanan cukup biasanya orang Towe makan 3 (tiga) kali sehari atau bahkan lebih, tetapi ketika persediaan makanan berkurang mereka hanya sekali makan dalam sehari. Jenis makanan pun berubah dari sagu (persediaan cukup) ke sukun, buah merah (buah pandan) dan pisang jika persediaan terbatas.
Pengolahan makanan dengan cara batu di bakar hingga panas, kemudian makanan di letakkan di atas batu panas dan di tindis dengan batu panas lagi selanjutnya di tutup dengan daun-daunan supaya suhu panas dari batu tidak keluar.
Cara masak seperti ini biasanya orang Towe lakukan di tepi sungai dekat dengan kebun mereka dan bahan makanan tersedia. Sukun dan buah merah hanya dimakan bijinya.
Pendidikan
Pendidikan di Towe baru dimulai tahun 1996. Sejak masyarakat mulai tinggal di Towe. Dari 1992 sampai 1996 kegiatan pendidikan samasekali tidak ada. Hal ini terjadi karena belum ada tenaga guru dan fasilitas pendidikan seperti gedung sekolah belum dibuat oleh pemerintah. Baru tahun 1996 gedung sekolah dasar dibangun dan 2 orang tenaga guru ditempatkan disini. Pendidikan Sekolah Dasar yang diselenggarakan di Towe masih status Sekolah Kecil karena hanya terdapat 2 ruang kelas dan tingkat pendidikan baru sampai kelas 3. Jumlah murid sampai Juli 1998 sebanyak 28 murid.
Pengajaran berjalan tersendat-sendat karena Towe terletak di daerah terpencil dengan sumber daya tenaga pengajar yang terbatas . Sehingga kalau guru pergi kekota Jayapura maka sekolah di liburkan.
Usia murid-murid sekolah dasar ini, tidak sesuai dengan program pemerintah 7 (tujuh) sampai 12 (dua belas) tahun. Murid-murid SD ini berusia 7 (tujuh) sampai 22 (duapuluh dua) tahun. Bahkan ada perempuan yang sudah berkeluarga ikut sekolah.
Kesehatan dan Penyebab Kepunahan
Terdapat sebuah gedung puskesmas pembantu dengan seorang perawat yang berasal dari daerah ini. Tapi sangat di sayangkan upaya preventif dan kuratif di Towe terhambat karena petugas pustu ini tidak pernah berada di Towe. Akibatnya banyak masyarakat yang terserang berbagai penyakit tidak bisa di obati. Masyarakat Towe menggunakan logikanya sendiri untuk mengatasi penyakit-penyakit yang mereka alami. Logika yang mereka gunakan dapat di katagorikan dalam 2 ( dua ) pendekatan yaitu :
1. Pendekatan empiris, yaitu cara-cara pengobatan akibat dari benturan-benturan atau infeksi pada tubuh manusia seperti luka, scabies, patah tulang dan bisul atau pembengkakan.
2. Pendekatan Magis, yaitu cara-cara pengobatan akibat gangguan supranatural ( mahluk halus )sehingga terjadi keseimbangan tubuh terganggu. Penyakit-penyakit akibat supranatural ini, menurut diagnosa masyarakat gejala-gejalanya bersifat tidak nampak seperti demam, lemah, “Sakit Dalam” dan gejala-gejala lain berisifat sama.
Termasuk dalam pendekatan ini, adalah “Tau-tau”. “Tau-tau” adalah suatu cara mencelakakan atau menyebabkan orang lain sakit dengan menggunakan kekuatan gaib. Penyakit-penyakit yang mereka katagori akibat kekuatan supranatural adalah demam, batuk, diare, lemah, mual, sakit dada, sakit kepala dan semua penyakit yang mereka rasakan sakitnya dari dalam tubuh.
Tentu saja cara-cara pengobatan yang di lakukan juga berbeda. Cara pengobatan tipe pertama biasanya menggunakan ramuan dari alam seperti akar, daun, batang dan buah dari pohon untuk mengobati penyakit. Sedangkan cara pengobatan tipe kedua selain menggunakan ramuan dari alam juga meminta kekuatan supranatural untuk menyembuhkan penyakit. Biasanya dalam bentuk doa dan mantera-mantera.
Pola pengobatan seperti ini tentu saja menyebabkan status kesehatan masyarakat Towe menjadi rendah (Lihat tabel 3) dan angka kematian karena penyakit juga cukup tinggi.
Pengobatan Tradisional
Sudah di sebutkan diatas bahwa masyarakat Towe mengenal 2 (dua) pendekatan dalam pengobatan mereka yaitu pendekatan Empiris dan magis. Dalam uraian sub topik ini akan ditulis cara-caa pengobatannya dan bahan-bahan yang dipakai sebagai obat.
Terdapat 3 tehnik pengobatan yang di kenal oleh masyarakat Towe yaitu :
1. Tehnik pengobatan minum ramuan obat-obatan yang sudah di ramu di campur dengan air masak, kemudian air tersebut di minum.
2. Tehnik pengobatan dengan pengurutan, bahan yang dipakai berupa daun yang dipanasi dengan api kemudian dengan daun tersebut yang masih panas / hangat di urutkan pada bagian tubuh yang terasa sakit.
3. Tehnik pengobatan “ UKUP” atau Hidroterapi
Air yang sudah mendidih di masukan ramuan obat berupa daun, kulit,dan akar pohon, kemudian tubuh sisakit didekatkan pada air mendidih agar uap air mengenai seluruh tubuh sisakit. Biasanya supaya uap air tidak menyebar kemana-mana badan sisakit dan wadah air yang mendidih itu ditutup dengan selimut atau tikar.
Jenis tanaman obat yang digunakan adalah :
Somday (daun paku), yegenai, mandoareng, mentremay, cromay, yasvereng, yangi, mnarekmip, menggiossir, anggor, sagre, kerwat (jahe), dankerpay (daun gatal). Mengenai fungsi masing-masing tanaman ini untuk pengobatan dapat di lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Tanaman Obat dan Fungsinya
No | Tanaman Obat | Ciri dan Cara Pengobatan | Fungsi |
1 | Sonday | Tanaman paku-pakuan | Mengobati demam dan sakit kepala |
2 | Yegenai | Pohon bercabang ,buah berwarna hitam. Buah di haluskan lalu ditabur | Mengobati luka |
3 | Mondoareng | Pohon merambat. Daun di hancurkan terus di hirup baunya | Mengobati panas, demam, batuk,dan kepala pusing |
4 | Mentremay | Pohon merambat. Kukit di hancurkan lalu di hirup bau seperti balsam | Mengobati demam |
5 | Coromay | Pohon merambat. Daun di hirup, baunya tajam sampai bisa keluar air mata | Mengobati pilek dan batuk |
6 | Yasvereng | Pohon bercabang perdu. Daun di gosok di seluru tubuh, terasa seperti digigit semut. Membaca mantera-mantera | Mengobati sakit keras sampai tidak bisa bangun atau berjalan |
7 | Yangi | Pohon erdu. Daun di hancurkan, rebus air panas sampai mendidih, daun di masukkan dalam air mendidih kemudian di ukup | Mengobati panas dan badan sakit |
8 | Mnarek Mip | Pohon bercabang dengan daun berukkuran besar. Daun di panasi di atas api, kemudian diurutkan pada seluruh tubuh bayi | Mengobati pertumbuhan bayi cepat subur ( gemuk dan besar ) |
9 | Menggio Sir | Pohon menjalar, daun berbau seperti balsam. Kulit batang di kikis sampai halus terus di letakkan dalam wadah berisi air, Dua sampai lima buah. Batu di bakar sampai berwarna merah. Batu tersebut di masukkan dalam wadah. | Mengobati demam. |
10 | Anggor | Pohon perdu. Cara pengobatan sama seperti nomer sembilan, hanya bahan yang di pakai adalah daun | Mengobati demam |
11 | Sagre | Pohon perdu .Daun dipanasi diatas api terus di tempel pada bisul | Mengobati bisul |
12 | Kerwat ( jahe ) | Pohon berumbi. Umbi di haluskan dan cara mengobati seperti pada nomer sembilan. | Mengobati demam, sakit kepala, pilek dan sakit perut. |
13 | Ker Pay ( daun gatal ) | Pohon perdu. Daun bagian bawah tumbuh duri-duri sangat halus. Cara mengobati satu tangakai daun di tepuk-tepuk pada bagian tubuh yang sakit atau seluruh tubuh . | Mengobati kelelahan, sakit tulang, sakit perut, sakit kepala, demam. |
Dikalangan masyarakat Towe mereka mengenal seseorang yang ahli dalam pengobatan Empiris maupun magis. Orang ini mereka sebut dengan istilah “TOKOAR” atau dalam bahasa Indonesia dukun.