Pengembangan Model Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup

Pengembangan Model Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
Penelitian ini bertujuan mengembangkan model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Ada empat variabel model yang akan dikembangkan yaitu: ( a) manusia, tempat dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan dan perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Subyek penelitian siswa sekolah dasar, lokasi diwilayah kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jenis penelitian research and development, diawali survey tindakan dan evaluasi. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, interview, demonstrasi, tes, dokumentasi. Analisis data yang akan digunakan adalah teknik terpadu atau serantak antara pendekatan diskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif akan diolah dengan pendekatan model jalur ANAVA,  untuk data kualitatif dengan pendekatan model intraktif.

Target yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah : (1) tewujudnya model pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial, (2) dihasilkan acuan dalam pengembangan materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup pada peserta didik di sekolah daerah-daerah pedesaan.

Dampak dari hasil “pendidikan lingkungan hidup” yang telah dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan belum banyak terlihat,baik pada masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya ,berbagai permasalahan lingkungan hidup yang berakar dari perilaku manusia masih sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan belum maksimalnya capaian hasil pendidikan ini diakui oleh menteri Negara lingkungan hidup Indonesia ( 2004:3) yang menyatakan bahwa “materi dan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tidak aplikatif, kurang mendukung penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing”. Hal ini secara tidak langsung merupakan indikasi bahwa secara umum konsepsi pendidikan lingkungan hidup di sekolah lebih banyak pada tatanan ide dan instrumental lingkungan hidup di sekolah. Oleh karena itu kajian terhadap pelaksanaan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup selama ini sangat perlu dilakukan, dalam arti bahwa kita perlu mengkaji setrategi pembalajaran dan penyediaan pengalaman belajar pada peserta didik dalam rangka mencari alternative bentuk model pembelajaran yang dianggap akan lebih efektif dari yang sebelumnya.

Pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan telah memberikan rambu-rambu kearah perlunya pengkajian terhadap setrategi pembelajaran untuk  mempersiapkan suatu model pembelajaran, khususnya bahan ajar berbasis lokal yang ditandai dengan terbukanya pintu bagi penerapan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum. Namun pengembangan suatu model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup hendaknya sesuai dengan kebutuhan di daerah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan bahwa materi yang dikembangkan harus disesuaikanan dengan perkembangan peserta didik, kemampuan, minat dan kebutuhannya.

Sejalan dengan itu maka pengembangan materi bahan ajar dan strategi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada karakteristik daerah yang bersangkutan, baik yang berkenaan dengan kondisi tentang alam, sumberdaya alam, social ekonomi, serta budaya masyarakatnya. Masalah-masalah yang berkenaan dengan sumber daya hendaknya selalu digambarkan melalui praktik ekologis yang serasi.

Kondisi lain yang mendukung pentingnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa adalah kenyataan bahwa siswa berasal dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki keanekaragaman social budaya, aspirasi politik, dan kondisi ekonomi, yang akan mewarnai struktur mental peserta didik yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam proses pembelajaran dan hasil belajar yang ingin dicapai.


Berdasar latar belakang masalah tersebut diatas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:”bagaiamanakah model pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal dalam mata pelajaran IPS untuk satuan pendidikan sekolah dasar kelas 4 yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku ?”.

Secara khusus masalah yang menjadi obyek studi adalah sebagai berikut :
1.         Materi –materi pokok apakah yang dibutuhkan sebagai bahan ajar pendidikan lingkungan hidup dalam mata pelajaran IPS bagi murid SD di lingkungan masyarakat adat jawa ?
2.         Bagaimanakah model pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup dalam mata pelajaran IPS yang berbasis lokal bagi murid SD di lingkungan masyarakat adat jawa yang dapat mewujutkan tujuan pendidikan lingkungan ?
3.         Apakah bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis local cukup efektif digunakan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial ?

Memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang :
1.         Pokok-pokok materi pendidikan lingkungan yang dibutuhkan sebagai bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal pada murid SD di lingkungan masyarakat adat jawa
2.         Mendapatkan model pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal yang telah teruji.
3.         Efektivitas bhan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal dalam mata pelajaran IPS.

1.         Model ini disamping meringankan  beban pemerintah,juga sekaligus mendorong inisiatif dan kreatifitas siswa dan guru.
2.         Sangat penting untuk pengembangan model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local dalam mata pelajaran IPS.
3.         Melalui model ini memungkinkan meningkatnya peran lembaga-lembaga terkait dalam usaha pengembangan pendidikan lingkungan hidup berbasis local pada murid SD di lingkungan masyarakat adat jawa.
4.         Pihak peprguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah yang dituntut untuk menemukan model-model pengembangan usaha pengembangan lingkungan hidup berbasis local pada murid SD  di lingkungan masyarakat adat jawa dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah.


Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi (1997:5) merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektifdalam mencari alternative atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (Gyallay, 2003:408).

Adapun tujuan umum pndidikan lingkunagn hidup menurut konferensi Tbilisi (1997:23) adalah : (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, social, politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan (Gyallay,2001:409). Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi aspek : (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian, (4) keterampilan, dan (5) partisipasi(Gyallay,2001:409). Internasional Working Meeting on Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mengorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri cirri-ciri perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder, 1977:25).

Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan selain memperluas wawasan kognitif hendaknya juga menyentuh ranah keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. Tillaar (2000:28) juga menekankan hal yang senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi local, nasional, dan global.

Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal
Belajar pada tingkat pendidikan dasar menurut Tillar (1999:42-43), bukan sekadar transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta, tetapi lebih dari itu, yakni peserta didik mengolah dengan penalaran sebagai bekal dasar bagi setiap warga Negara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa proses pembelajaran pada pendidikan dasar, menurut integrasi dengan lingkungan.

Selanjutnya, kata “local” dalam konteks pengertian masalah yang dibahas di sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peserta didik berdomisili, hidup, dan dibesarkan pada suatu kelompok masyarakat adapt tertentu yang memiliki suatu system nilai budaya tertentu pula. System nilai budaya itu sendiri menurut Koentjaraningrat (187:11), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa system nilai yang ada di masyarakat tersebut akan termanifestasiakn dalam perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan –kearifan local maupun tradisi atau lainnya.

Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adapt memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam maupun yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya. Tata nilai itu akan menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan dan melahirkan kearifan dan pengetahuan yang unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah pentingnya bahwa kelompok masyarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan kearifan dan pengetahuannya itu menurut pertimbangan dan aspirasinya.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local adalah materi pelajaran yang bersumber dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena yang ada di lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di dalamnya termasuk lingkungan fisik, social (budaya dan ekonomi), pemahaman, keyakinan, dan wawasan local peserta didik itu sendiri.

Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Carey (1996:229) merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis,  menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh pesert didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup, Hines.dkk.(1993:2), dalam tulisannya “Global Issues and Environment Education”, mengidentifikasi empat elemen pokok yang harus ada dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu : (1) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan; (2) pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus untuk diterapkan pada isu-isu lingkungan; (3)kemampuan untuk bertindak terhadap isu-isu lingkungan, dan (4) memiliki kualitas dalam menyikapi serta sikap personalitas yang baik.

Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis local, tata nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan, merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Tillar (1999:42-43), bahwa lingkungan adalah sumber belajar (learning resources) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Semiawan (1992:14), berkaitan dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang konkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Teori-teori belajar yang menjelaskan dan mendukung bagi kemungkinan kesesuaian bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena local antara lain teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam hal ini, Piaget (dalam Ginn,2001:2) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada. Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan. Dengan demikian, realita dan fenomena konkret yang ditemui peserta didik tersebut, akan menjadi referensi baginya dalam mempelajari materi pendidikan lingkungan hidup.

Selanjutnya, teori lainnya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif menjelaskan tentang fungsi intelektual otak dengan suatu analogi bagaimana computer beroperasi. Otak manusia menerima informasi, menyimpannya,dan kemudian mendapatkan kembali informasi tersebut ketika diperlukan. Teori kognitif ini berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur mental atau skema. Skema itu sendiri merupakan struktur pengetahuan internal yang telah dimilikim seseorang. Skema tersebut terbentuk dari informasi yang diperolehnya secara empiris terhadap apa yang ada dan ia temui di lingkungannya (Soekamto dan Udin, 1997:21-28). Teori belajar kognitif menyatakan proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur kognitif yang telah memiliki peserta didik. Sejalan dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan di atas adalah belajar kontekstual yang menyatakan bahwa belajar itu terjadi hanya ketika peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru sedemikian rupa sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka sendiri(memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan focus belajar kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar (Blanchard,2001:1).

Teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar premis bahwa kita membangun perspektif dunia kita sendiri melalui skema (struktur mental) dan pengalaman individu (Mergel,1998:9). Dalam hal inni, struktur pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan memberikan makna dan mengorganisasi pengalaman-pengalaman serta menberikan jalan kepada individu untuk menyerap informasi baru yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan perorangan adalah suatu fungsi dari pengalaman utama seseorang, sruktur mental, dan kepercayaan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa.

Apa yang diketahui seseorang adalah didasarkan pada persepsi fisik dan pengalaman social yang dipahami oleh pikirannya (Mergel,1998:10). Seperti juga dikemukakan oleh Bruner, salah seorang tokoh teori konstruktif bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dimana peserta didik menyusun dan membangun ide-ide atau konsep berdasarkan struktur pengetahuan yang dimilikinya (Smith, 1996:1). Dengan demikian, menurut teori konstruktif proses pembelajaran yang bermakna harus bermula dari pengetahuan yang telah dimiliki.

Teori lain yang mendukung adalah teori belajar behavior. Menurut teori behavior, lingkungan merupakan salah satu unsure yang menyediakan stimulus yang menyebabkan tanggapan individu berkembang. Atas dasar itu, teori behavior menyatakan bahwa suatu perilaku itu dibentuk oleh lingkungan. Perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik merupakan hasil belajar (Smith,1996:1). Dengan demikian perubahan perilaku juga merupakan hasil belajar seseorang terhadap lingkungannya.

Keseluruhan teori belajar yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dapat mendesain terjadinya interaksi antara peserta didik dengan lingkungan dapat diharapkan cukup efektif dalam pembentukan pemahaman dan perilakunya terhadap lingkungan. Hal ini pula yang menjadi salah satu cirri dan dasar bagi pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local.

Teori Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar yang efektif menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Karim (1980:70) harus memenuhi syarat(1) ketepatan kognitif(cognitive appropriateness);(2) tingkat berpikir (level of shopisication);(3) biaya  (cost);(4) ketersediaan bahan (availability);(5) mutu teknis (tecnikel quality).

Dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick dan Carrey (1996:228), mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni : (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan, (3) mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yang dibutuhkan, (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran,(9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap aktifitas yang dilakukan, (10) dapat diiingat dan ditransfer. Romiszowski (1986:22) mengenai pengembangan bahan ajar menyatakan bahwa pengembangan suatu bahan ajar hendaknya mempertimbangkan 4 aspek yaitu : (1) aspek akademik, (2) aspek social, (3) aspek rekreasi, (4) aspek pengembangan pribadi. Jolly dan Bolitho (dalam Tomsilon.ed,1998:96-97), mengajukan langkah-langkah pengembangan bahan ajar sebagai berikut : (1) mengidentifikasi kebutuhan materi yang perlu dibutuhkan, (2) mengeksplorasi kondisi lingkungan wilayah tempat bahan ajar yang akan digunakan, (3)menentukan masalah atau topic yang sesuai dengan kenyataan yang ada di lingkungan peserta didik untuk diajarkan, (4) memilih pendekatan, latihan dan aktifitas serta pendekatan prosedur pembelajaran, dan (5) menulis rancangan materi bahan ajar.

Atas dasar teori belajar dan pengembangan bahan ajar yang dikemukakan di atas, maka kerangka konseptual model pengembangan bahan ajar yang diujicobakan seperti di gambarkan dalam diagram di bawah ini:

Pendekatan penelitian
Rancangan penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan positifistik kuantitatif dan kualitatif secara longitudinal ( Muhajir,2002:33) dengan menggunakan model riset pengembangan (R&D) Borg and Gall (1983:131).

Dikatakan longitudinal ( Muhajir,2002:33) karena suatu penelitian sifatnya berkelanjutan untuk jangka waktu yang relative panjang, mengikuti proses interaktif ragam variabel (Babbie,1986:80), dengan tujuan untuk menjelaskan dan memahami kejadian yang diobservasi pada rentang waktu tertentu.

Pendekatan penelitian ini oleh Bryman (2001:40) juga disebut social survey design yang dipandu dengan struktur pertanyaan yang bersifat tertutup. Desain longitudinal ini dirancang untuk mengumpulkan data pada lebih dari satu kasus dan pada kurun waktu tertentu ketika data dikumpulkan secara kuantitatif dan kualitatif terhadap variabel yang kemudian diuji lewat pengembangan secara empiric di lapangan.

Model Pengembangnan
Rancangn penelitian ini akan menguji pengembangan model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup bebsis local dalam mata pelajaran IPS di wilayah Kasihan Bantul dengan menggunakan siklus tahapan R&D dari Borg and Gall (1983:132). Model akan diuji secara teoritis maupun secara empirik di lapangan seelah ditemukan model secara tentative melalui penelitian pendahuluan.

Dalam penelitian pengembangan , dikemukakan oleh Gey (1981:10), bahwa tujuan utama dari Research and Development bukan untuk menguji hipotesis, melainkan menghasilkan produk-produk efektif untuk digunakan dalam kalangan pendidikan. Karena itu , dalam penelitian ini tidak memaparkan rumusan hipotesis penelitian secara eksplisit. Untuk menghasilkan produk yang efektif peneliti melakukan uji coba produk pengembangan untuk mengetahui Goodness off fit dari model hipotetik yang diajukan.

Variabel Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan longitudinal akan menguji secara teoritik maupun empiric tentang model pendidikan lingkungan hidup dalam mata pelajaran IPS yang berbasis local. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat efektifitas model. Adapun variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini meliputi : (a) manusia, tempat dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan dan perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Mengacu kepada empat variabel tersebut diatas, maka dapat disusun suatu model hipotetik yang memposisikan pencapaian model sebagai variabel laten eksogenous ( X1manusia, tempat dan lingkungan, X2 waktu, keberlanjutan dan perubahan, X3 sistem social dan budaya, X4 perilaku ekonomi dan kesejahteraan).

Lokasi Ujicoba Model
Lokasi penelitian terbatas pada lingkungan wilayah tempat mayoritas komunitas masyarakat adat Jawa, yaitu khususnya sekolah dasar. Sekolah dibatasi pada kelas 4 di wilayah Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

Subjek Coba
Subjek coba adalah siswa kelas 4, untuk tahap atau putaran pertama dikenakan pada dua sekolah sejumlah 50 anak, tahap kedua dikenakan pada empat sekolah sejumlah 100 anak.

Instrumen Pengumpulan data
a.   Panduan interview dan observasi; untuk mengungkap Pengembangan Model Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan sosial.
b.  Seperangkat alat tes untuk mengungkap kemampuan siswa pengembangan model bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal dalam Mata Pelajaran IPS.

Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini dirancang akan dilakukan dalam dua proses tahapan. Tahapan pertama melakukan penelitian pendahuluan di lapangan seperti rancangan metodologis hingga menghasilkan model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local dalam mata pelajaran IPS. Tahap kedua merupakan penelitian pengembangan (development). Adapun detail dalam tahap pertama adalah sebagai berikut :

Konstruk teoritik
Konstruk teoritik dalam suatu penelitian merupakan bagian yang sangat penting ketika seseorang akan melakukan penelitian. Konstruk teoritik dalam penelitian ini diawali dengan telaah konsep, teori dan hasil penelitian terdahulu yang bertalian dengan permasalahan yang sedang dikaji yang berkaitan dengan Model Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal dalam Mata Pelajaran IPS. Telaah teoritik bersumber dari berbagai literature, artikel, hasil penelitian yang bertalian dengan persoalan yang diteliti. Hasil konstruk teori ini bermuara pada analisis kebutuhan model pendidikan lingkungan hidup berbasis local.

Validasi Pakar
Instrument yang telah disusun yang berdasarkan pada analisis kebutuhan model belum dapat dipakai dan diujicobakan. Sebelumnya terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan pengguna sebagai judgment. Validasi pakar sebagai salah satu uji validitas isi merupakan langkah penting yang harus ditempuh dalam menyusun instrument. Langkah ini akan melibatkan dua orang pakar dalam bidang pengukuran dan lima orang instruktur model sebagai user untuk menguji instrument yang telah disusun terlebih dahulu. Teknik uji dalam validasi pakar ini akan menggunakan teknik Delphi dan Focus Group Discusion (FGD). Teknik ini digunakan untuk memperkokoh instrument secara konten maupun konstruk, sehingga mencerminkan validitasnya. Hasil validasi pakar dan user tersebut merupakan judgment teoritik terhadap instrument penelitian pendahuluan, instrument model Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal dalam Mata Pelajaran IPS yang siap untuk diujicobakan di lapangan sebagai validasi empirik.

Ujicoba Instrumen
Setelah instrument tersusun dan telah tervalidasi secara teoritik, langkah selanjutnya adalah melakukan ujicoba instrument di lapangan. Ujicoba ini dilakukan kepada sampel penelitian yang telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan rancangan awal. Setelah data hasil ujicoba terkumpul, kemudian dilakukan analisis hasil ujicoba. Analisis yang dilakukan dalam tahap ini meliputi analisis CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk : (a) manusia, tempat dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan dan perubahan, (c) system social dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Hasil analisis CFA kemudian dilakukan revisi instrument sebagai bahan draft instrument penelitian pendahuluan. Instrument model untuk selanjutnya dilakukan validasi pakar dan user yang kedua. Dalam validasi pakar dan user, materi yang divalidasi meliputi instrument hasil ujicoba di lapangan untuk menghasilkan instrument penelitian pendahuluan, instrument model yang telah teruji validitaasnya secara teoritik/empiric.

Melakukan Penelitian di Lapangan
Instrument penelitian pendahuluan, instrument model yang telah teruji validitasnya, dijadikan alat untuk mengumpulkan data di lapangan guna menghasilkan deskripsi model pendidikan lingkungan hidup berbasis local dalam mata pelajaran IPS yang akan dilaksanakan. Analisis data hasil penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan teknik statistic, deskriptif untuk data kuantitatif serta analisis kualitatif untuk memperkaya data yang bersifat naratif. Hasil analisis data penelitian pendahuluan akan dijadikan dasar untuk menyusun draft model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis local dalam mata pelajaran IPS yang akan diujicoba dan dikembangkan dalam tahap pengembangan (development) model.

Sebelum pengembangan dilakukan, prototype model yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan,terlebih dahulu akan dilakukan judgment terhadap para pakar pendidikan IPS sebagai user. Teknik validasi pakar dan judgment para guru tutor sebagai user dilakukan dengan teknik Delphi dan FGD, sehingga menghasilkan prototype model yang siap diujicobakan dalam tahap pengembangan. Model pengembangan yang akan dilakukan ini diadaptasi dari model Borg and Gall (1983:135)

Langkah-langkah Pengembangan
Prosedur pengembangan adalah paparan langkah kerja yang akan ditempuh oleh peneliti dalam membuat produk. Menurut Borg dan Gall (1989:76) prosedur pengembangan berbeda dengan model pengembangan. Dalam prosedur pengembangan, peneliti memaparkan langkah-langkah pencapaian komponen serta hubungan fungsi antar komponen. Langkah-langkah tersebut meliputi :

Perencanaan
Draft model yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan agar dapat diterapkan dan dilaksanakan dalam ujicoba model diperlukan perencanaan dan persiapan pengembangan produk yang useable. Di dalam tahap ini perlu direncanakan dan disiapkan hal-hal yang terkait dengan produk yang akan dihasilkan, seperti penetapan sekolah ujicoba model, melaksanakan penjaringan, pelatihan tutor yang akan terlibat panduan pelaksanaan model, sarana dan prasarana sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan model.

Pelaksanaan Ujicoba Tahap Pertama
Setelah semua persiapan dan perencanaan pengembangan selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan ujicoba tahap pertama. Di dalam tahapan ini akan mencakup hal-hal penting seperti : personal yang akan terlibat, material yang bertalian dengan model yang dirancang, dan seluruh instrument model.

Ujicoba tahap pertama ini dilakukan di dua sekolah yang telah disiapkan sebelumnya. Uji lapangan ini dilakukan selama satu bulan. Dalam pelaksanaan uji lapangan ini, peneliti melakukan observasi partisipan ketika guru sedang melaksanakan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Data yang terkumpul dalam pelaksanaan ujicoba tahap pertama baik yang bertalian dengan model didiskusikan, dievaluasi, dan dilakukan revisi bersama personal yang terlibat, sehingga menghasilkan produk prototype model pertama untuk diujicobakan kembali dalam ujicoba tahp kedua.

Pelaksanaan Ujicoba Tahap Kedua
Pelaksanaan ujicoba pada tahap kedua ini merupakan ujicoba prototype model yang dihasilkan dari tahap pertama. Ujicoba pada tahap kedua ini merupakan ujicoba utama skalayang lebih luas dengan melibatkan 4 (empat) sekolah ujicoba model, di wilayah Kecamatan Kasihan Kabupsten Bantul.

Proses pelaksanaan ujicoba tahap kedua ini mrupakan penyempurnaan model dari prototype model pertama, sehingga data yang dihasilkan dari ujicoba tahap kedua ini dianalisis, didiskusikan, dievaluasi, dan dilakukan revisi dan penyempurnaan prototype model guna menghasilkan produk model yang siap dilaksanakan dalam ujicoba tahap akhir sebagai tahap desiminasi.

Proses pelaksanaan ujicoba tahap kedua ini dilakukan selama 1(satu) bulan. Prototype model yang dihasilkan dari ujicoba tahap kedua ini sudah dilengkapi dengan RPP pelaksanaan aksi model yang siap diaplikasikan oleh guru pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam tahap desiminasi sebagai tahap akhir ujicoba model.

Subscribe to receive free email updates: