Bagi manusia hal utama yang sangat penting bagi dirinya adalah keingintahuan tentang sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa apa saja, sesuatu yang tampak konkret, nyata seperti meja, kursi, teman, alat-alat kedokteran, buku ,dan lain sebagainya. Baginya apa yang nampak dan diketahuinya akan menjadi sebuah pengetahuan, yang sebelumnya belum pernah dikenalnya. Untuk mendapatkan pengetahuan itu, maka pengenalan akan pengalaman indrawi sangat menentukan. Seseorang dapat membuktikan secara indrawi, secara konkret, secara faktual, dan bahkan ada saksi yang mengatakan, bahwa benda itu, misalnya kursi, memang benar ada dan berada di ruang kerja seseorang.
Dengan pembuktian secara indrawi: karena sentuhan, penglihatan, pendengaran, penciuman, daya pengecap, dan argumen-argumen yang menguatkannya, maka sebenarnya telah muncul suatu kebenaran tentang pengetahuan itu. Bagaimana sebenarnya pengetahuan berasal? Pengetahuan muncul karena adanya gejala.
Gejala-gejala yang melekat pada sesuatu misalnya bercak-bercak merah pada kulit tubuh manusia, aroma bau tertentu karena seseorang sedang membakar sate ayam, bau yang menyengat karena sudah lama got itu tidak dibersihkan, semua gejala itu muncul dihadapan kita. Kita harus “menangkap” gejala itu atas dasar pengamatan indrawi, observasi yang cermat, secara empiris dan rasional. Pengetahuan yang lebih menekankan adanya pengamatan dan pengalaman indrawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Selain telah mengenal adanya pengetahuan yang bersifat empiris, maka pengetahuan empiris tersebut harus dideskripsikan, sehingga kemudian kita mengenal adanya pengetahuan deskriptif. Pengetahuan deskriptif muncul bila seseorang dapat melukiskan, menggambarkan segala ciri, sifat, gejala yang nampak olehnya, dan penggambaran tersebut atas dasar kebenaran (objektivitas) dari berbagai hal yang diamatinya itu.
Pengalaman pribadi manusia tentang sesuatu dan terjadi berulang kali juga dapat membentuk suatu pengetahuan baginya. Sebagai contoh, Ani merasa bahwa ia akan terlambat kuliah di kampus (kuliah di mulai pukul 9 pagi) apabila berangkat dari rumah pukul 7.30 pagi, karena perjalanan ke kampus membutuhkan waktu 2 jam. Selama ini ia sering terlambat masuk kuliah karena berangkat dari rumah pukul 7.30 pagi. Untuk itu ia telah berpikir dan memutuskan bahwa setiap hari ia harus berangkat pukul 6.30 agar tidak terlambat di kampus. Contoh tersebut menunjukkan bahwa pemikiran manusia atau kesadaran manusia dapat dianggap juga sebagai sumber pengetahuan dalam upaya mencari pengetahuan. Selain pengamatan yang konkret atau empiris, kekuatan akal budi sangatlah menunjang.
Kekuatan akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme, (yaitu pandangan yang bertitik tolak pada kekuatan akal budi) lebih menekankan adanya pengetahuan yang sifatnya apriori, suatu pengetahuan yang tidak menekankan pada pengalaman. Matematika dan logika adalah hasil dari akal budi, bukan dari pengalaman. Sebagai contoh, dalam logika muncul pertanyaan: “jika benda A tidak ada, maka dalam waktu yang bersamaan, benda itu, A tidak dapat hadir di sini”, dalam matematika, perhitungan 2+2=4, penjumlahan itu sebagai sesuatu yang pasti dan sangat logis.