Berbicara soal etika bisnis, kita masuk pada pembicaraan yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu kita mengerti sebelumnya, pertama kata ETIKA, dan kedua BISNIS. Etika, merupakan seperangkat kesepakatan umum untuk mengatur hubungan antar orang per orang atau orang per orang dengan masyarakat, atau masyarakat dengan masyarakat lainya. Pengaturan tingkah laku ini perlu agar terjadi hubungan yang tidak saling merugikan di antara orang per orang, atau antara orang per orang dengan masyarakat, atau antara kelompok kelompok dalam masyarakat. Etika yang kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis, maka lahirlah kebijakan yang berupa: undang-undang, hukum, peraturan, dsb. Namun selain yang tertulis, terdapat juga yang bersifat tak tertulis. Bentuk tak tertulis tersebut berupa kesepakatan umum dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Kesepakatan ini kemudian lebih dikenal dengan etiket, sopan santun, dsb.
Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki perangkat aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat aturan tersebut bertujuan menjamin berlangsungnya hubungan antar anggotanya terjalin baik. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Di dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang mengatur relasi antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar relasi bisnis yang terjalin berlangsung dengan “fair”. Perangkat aturan itu berupa Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dll. Perangkat-peangkat tersebut mengatur secara internal dunia bisnis. Bagaimana melakukan bisnis, berhubungan dengan sesama pelaku
bisnis, Dalam kerangka yang lebih luas sering kita kenal, apa yang disebut dengan code of conduct, iso,dll. Dalam beberapa tahun terakhir kita juga kenal dengan istilah Global Compact, Decent Works, Company Social Responsibility, yang bertujuan mengatur agar pelaku bisnis selain menjalankan bisnisnya dengan “fair” dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan tersebut adalah: masyarakat sekitar, lingkungan, dan Hak-hak azasi manusia. Kita ambil contoh Global Compact memiliki pedoman umum dalam mengaplikasikannya. Berikut ini adalah perangkat kebijakan Global Compact:
1. Bisnis semestinya mendukung dan menghargai proteksi HAM yang telah dideklarasikan secara internasional;
3. Memastikan bahwa tidak terlibat dalam eksploitasi HAM;
4. Bisnis semestinya mendukung kebebasan berserikat dan menghargai hak untuk
berunding secara kolektif;
5. Penghapusan semua bentuk kerja paksa;
6. Penghentian secara efektif keterlibatan pekerja anak;
7. Penghapusan diskriminasi dalam kesempatan dan jenis pekerjaan;
8. Bisnis semestinya mendukung pendekatan pembatasan pelanggaran lingkungan;
9. Mengambil inisiatif untuk lebih bertanggung-jawab terhadap lingkungan;
10. Mendukung pengembangan dan distribusi teknologi yang akrab lingkungan;
11. Anti korupsi.
Menilik apa yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan Global Compact tersebut, secara tegas dicantumkan pelarangan terhadap pelanggaran atas Hak Azasi Manusia(HAM). Pelaku bisnis dituntut untuk menghargai HAM, entah itu dalam lingkungan bisnis internal, maupun eksternal. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa harus mengikuti berbagai ketentuan yang kadang dirasa justru menghambat pelaku bisnis dalam
menjalankan bisnisnya?
Secara prinsip, kegiatan bisnis dilaksanakan dan ditujukan oleh dan untuk manusia. Maka perangkat aturan secara prinsip mengatur agar manusia tidak menjadi korban dari kegiatan bisnis. Standard etis, seperti dicantumkan oleh Global Compact perlahan menjadi kesadaran umum para pelaku bisnis. Dalam kerangka Indonesia, mau tidak mau perangkat-perangkat kebijakan tersebut menjadi sebuah keharusan untuk dilaksanakan, baik itu kebijakan dari Indonesia, maupun kebijakan yang sifatnya global, dan menjadi “semacam standard” internasional. Apabila pelaku bisnis Indonesia mengabaikan pelbagai kebijakan tersebut, maka dampaknya akan merugikan para pelaku bisnis sendiri.
Etika bisnis menjadi dasar pelbagai kebijakan yang baik yang sifatnya “khas Indonesia” maupun yng sifatnya “global”.
Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Lebih parah lagi bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak pengikat itu.
Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.