Cara kerja filsafat ilmu haruslah dimulai dengan suatu anggapan bahwa setiap ilmu pengetahuan dianggap sebagai ilmu yang bersifat sistematis (sistem dalam susunan penge-tahuan dan cara memperolehnya karena adanya berbagai hubungan gejala yang teratur sehingga merupakan suatu keseluruhan yang utuh), logis (gejala pengetahuan diamati dan dianalis secara rasional), intersubjektif (kepastian ilmu pengetahuan tidak melulu didasarkan pada emosi maupun pemahaman si ilmuwan tetapi didasarkan dan dijamin oleh sistem pengetahuan itu sendiri), rasional serta memiliki cara kerja ilmu pengetahuan yang diupayakan pembenaran secara metodologis.
Dengan demikan filsafat ilmu dapat melihat bahwa refleksi kritis terhadap ciri dan cara kerja ilmu pengetahuan dapat menunjukkan adanya dua aspek, yaitu aspek internaldan aspek eksternal. Aspek internal lebih diarahkan pada kegiatan ilmiah yang bersifat metodologis. Aspek internal atau context of justification sangat berkaitan dengan pembenaran suatu pengetahuan. Sebagai contoh ilmu kedokteran, dan teknik akan menjadi sangat kokoh apabila secara de jure memiliki landasan filosofis yaitu kebenaran epistemologis (teori kebenaran atau teori pengetahuan). Aspek eksternal atau context of discovery lebih mengarah pada hasil dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan oleh para ilmuwan di masa lalu hingga kini. Untuk itulah timbulnya ilmu pengetahuan dan pelaksanaan aplikatifnya serta kegunaan ilmu itu dapat dtelusuri secara historis atau melalui sejarah ilmu pengetahuan. Dalam rangka penelusuran secara historis, secara de facto hasil maupun teknologi ilmu diterima dan digunakan oleh manusia sesuai dengan kebutuhannya. Perkembangan teknologi akan menjadi berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dan perkembangan setiap ilmu itu sendiri.
Di dalam bagian ini akan dijelaskan bahwa kebenaran dalam kegiatan ilmiah dan filsafat ilmu bersumber pada. kebenaran epistemologi. Kebenaran filsafat ilmu itu mengacu pada teori pengetahuan. atau teori kebenaran klasik yang terkait dalam tradisi filsafat Barat. Teori pengetahuan dipandang sebagai teori kebenaran yang sifatnya universal dan berlaku umum untuk berbagai bidang keilmuan (misalnya ilmu kedokteran, teknik, ilmu ekonomi, ilmu budaya dan sebagainya) yang bertujuan mencari objektivitas dan kebenaran ilmiah.
Teori pengetahuan atau teori kebenaran dalam epistemologi mengenal tiga teori kebenaran, yaitu teori korespondensi, teori koherensi dan teori pragmatik. Teori korespondensi adalah teori kebenaran yang bersumber dari persesuaian antara seorang subjek dengan objek yang dilihatnya. Sebagai contoh, seseorang akan mengatakan bahwa yang dilihatnya adalah sebuah meja besi apabila kriteria akan meja besi (berkaki empat, terbuat dari besi) itu sesuai benar dengan meja itu. Ini berarti bahwa ada teori korespondensi dalam kasus itu. Teori koherensi akan terjadi apabila ada persesuaian di antara beberapa subjek dengan objek yang diamatinya. Sebagai contoh, semua orang di rumah bapak Santoso setuju dan sepakat bahwa televisi itu memiliki antena yang berwarna merah. Hal itu menunjukkan bahwa ada kebenaran koherensi di antara semua orang di rumah bapak Santoso. Sedang teori pragmatik adalah teori kebenaran yang terjadi karena ada manfaat serta kegunaan dari sebuah ilmu pengetahuan. Contoh, Tuti akan belajar dengan tekun di Fakultas Teknik Arsitektur agar ia cepat lulus menjadi seorang arsitek dan dapat segera bekerja.
Teori kebenaran (teori korespondensi, koherensi dan pragmatik) yang ada pada filsafat ilmu adalah sebagai dasar mencari kebenaran dalam setiap kegiatan ilmu pengetahuan. Dalam pencarian kebenaran itu, terjadi berbagai perubahan-perubahan gejala, peningkatan ataupun kemajuan-kemajuan bagi ilmu itu sendiri Tiga teori kebenaran itupun mendukung pelaksanaan kegiatan ilmu secara konkret, yaitu sebagai penerapan antara sisi teoritis dengan sisi praktis, praktek dan kegunaannya.
Di sisi lain, batas pengetahuan juga menjadi landasan dalam teori kebenaran. Apakah yang disebut sebagai batas pengetahuan itu? Batas pengetahuan adalah pengetahuan yang memiliki keluasan wilayah secara tertentu. Melalui keluasannya yang terukur itu, pengetahuan dibatasi oleh panca indera manusia. Dengan demikian sejauh mata memandang terhadap apa yang dilihat kita, maka hal menjadi pengetahuan manusia. Ini berarti bahwa pengetahuan manusia bersumber pada indera manusia dan hasil pengetahuan itu disebut sebagai pengetahuan indrawi atau pengetahuan empiris (empiris dari kata empêria yang artinya pengalaman manusia muncul karena diperoleh oleh sentuhan indrawi). Selain pengetahuan indrawi, maka terdapat pengetahuan non indrawi yang menjadi sumber pengetahuan manusia. Pengetahuan non indrawi adalah pengetahuan yang berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal budi atau rasio, manusia dapat berpikir, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari kemampuan berpikir itu adalah pengetahuan non indrawi atau pengetahuan rasional.
Bagaimana dengan struktur pengetahuan? Struktur pengetahuan juga menjadi landasan bagi teori kebenaran. Struktur pengetahuan adalah susunan dari berbagai elemen pengetahuan yang dilandasi dengan suatu konsep tertentu. Berbagai elemen pengetahuan seperti fenomena atau gejala atau sesuatu yang berada di depan kita (gunung, pasien, rumah, mobil ambulans) atau ide tentang masa depan sebuah negara, teori Newton, semua itu dapat menjadi elemen dari "bangunan" pengetahuan kita. Sebenarnya, bangunan pengetahuan itu merupakan kumpulan berbagai elemen yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk bangunan pengetahuan yang kokoh. Dalam proses kegiatan itu terdapat pelaku yang sangat berperan, yaitu subjek. Subjek diartikan sebagai seseorang yang tertarik mencari pengetahuan dan pencarian tentang pengetahuan itu atas dasar minat serta keterarahan (intensionalitas). Dan yang dicari dalam pengetahuan adalah objek.
Dengan demikian terdapat interaksi antara subjek dengan objek dalam pencarian pengetahuan. Struktur pengetahuan akan terjadi apabila ada hubungan atau interaksi antara subjek dengan objek