Model Koperasi Koperasi Profesional

Model Koperasi Koperasi Profesional 
Berdasarkan analisa peran dan kondisi nyata perkoperasian pertanian dikaitkan dengan peran informasi sebagai kebutuhan petani menuju modernisasi pertanian diperlukan penataan KUD agar efektif dan efisien mewujudkan tujuan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani di pedesaan. Menurut Sinaga et al. (2008) konsep OTOP (One Tambon One Product) yang telah diterapkan di Thailand dan Jepang yakni suatu gerakan satu desa satu komoditas unggulan sangat memungkinkan dapat dikembangkan di Indonesia. Program OTOP dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan penampilannya yang dilandasi oleh tiga filosofi yakni: 1) merupakan produk lokal yang mengglobal, 2) menghasilkan produk atas kreativitas dan dengan kemampuan sendiri dan 3) sekaligus mengembangkan kemampuan sumber daya manusia. Di antar unsur yang mempengaruhi keberhasilan OTOP di Thailand terdapat beberapa unsur yang menonjol sebagai unsur kunci yakni: 1) kesesuaian potensi sumber daya alam, 2) sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan, etos kerja dan semangat kerja sama, 3) peluang pasar, 4) dukungan modal yang memadai, 5) pemanfaatan sumber daya teknologi informasi dan 6) dukungan dan koordinasi yang solid di antara institusi pemerintahan. Lebih lanjut Sinaga et al. (2008) mengemukakan bahwa disamping unsur-unsur kunci tersebut terdapat beberapa aspek sebagai penunjang keberhasilan OTOP yakni: 1) adanya konsistensi pembangunan secara bertahap, 2) keberpihakan kepada pengusaha ekonomi lemah dan menengah, 3) terjalinnya koordinasi yang baik di antara para pelaku pembangunan dan 4) adanya patron client yaitu Raja Thailand sebagai rujukan. `                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    


Replikasi program OTOP di Indonesia tampaknya dapat dikaitkan dengan program sentra bisnis yang saat ini telah dikembangkan pemerintah di berbagai daerah. Sentra sebagai pusat kegiatan ekonomi atau dapat dianalogkan sebagai kawasan pengembangan agribisnis (KPA) di mana terdapat komoditas unggulan tertentu yang memiliki prospek untuk dikembangkan di pedesaan. Membangun kemandirian dan daya saing dengan pendekatan KPA merupakan salah satu alternatif solusi dalam rangka mengoptimalkan sumber daya tang tersedia. Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada tiga pilar yang difasilitasi pemerintah untuk mengembangkan sentra bisnis pertanian yakni: 1) pengembangan sentra UMKM menjadi klaster bisnis yang dinamis dengan pendekatan pengorganisasian dan pemberdayaan, 2) pengembangan BDS/LPB (Business Develompment Service/Lembaga Pelayanan Bisnis) untuk menumbuhkan lembaga usaha yang profesional, dan 3) pengembangan dana MAP (Modal Awal Pendanaan) bagi sentra bisnis melalui KSP/USP (Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam) koperasi sebagai bagian dari program pengembangan sentra bisnis UMKM. Gerakan OTOP meskipun dilakukan dalam konteks gerakan masyarakat dalam pembangunan daerah yang menciptakan produk unggulan dan berdaya saing, memberi isyarat bagi pengembangan sentra bisnis bahwa ada hubungan antara sentra dan OTOP secara implementasi. Hubungan antara sentra dan programm OTOP dalam pengembangan KUKM dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Hubungan sentra bisnis (OTOP/KPA) dengan koperasi agribisnis

Strategi yang perlu dilakukan untuk menerapkan OTOP/KPA adalah melakukan berbagai kebijakan yang mendorong bangkitnya koperasi pertanian sebagai lembaga ekonomi petani menuju pertanian modern yang berdaya saing dan memberi nilai tambah yang wajar bagi anggota dan sekaligus memperkokoh ekonomi kerakyatan sebagai basis dari pembangunan perekonomian nasional adalah: 1) menentukan komoditas unggulan daerah (kawasan), 2) memperkuat fungsi koperasi dengan kinerja dan kapasitas yang semakin tinggi, 3) meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang semakin profesional, 4) membangun peluang pasar di dalam negerai dan luar negeri, 5) memupuk modal dari internal koperasi dan sumber dana kredit dengan mambangun koperasi pertanian 6) mempersiapkan teknologi tepat guna melalui riset unggulan dari lembaga riset dan perguruan tinggi dan 7) mengembangkan sistem kemitraan antar lembaga pelaku ekonomi secara sinergi yang saling menguntungkan.

Untuk mengefektifkan pemanfaatan informasi yang dibutuhkan petani melalui koperasi perlu dkembangkan Pusat Informasi Pertanian (PIP) spesifik terhadap komoditas unggulan. Teori komunikasi pembangunan pertanian dan komunikasi organisasi koperasi menjadi landasan utama yang perlu dikaji lebih lanjut agar mampu mengembangkan proses komunikasi dilingkungan pertanian dan pedesaan sesuai dengan kebutuhan wilayah atau kawasan. Partisipan yang terkait dengan upaya pembangunan agribisnis komoditas tertentu dengan pola OTOP/KPA dapat dikemas secara efisien melalui PIP dengan dukungan kebijakan dan fasilitas pemerintah dan dukungan yang berkelanjutan dari berbagai lembaga riset dan perguruan tinggi yang relevan.

Subscribe to receive free email updates: