Sejarah Pengadaian
Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel).Namun metode tersebut berdampak buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu, metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada pemerintah.
Pada saat Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan ‘cultuur stelsel’ dimana dalam kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi (Jawa Barat), selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) karena situasi perang yang kian terus memanas. Agresi militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.
Kini usia Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat semakin dirasakan oleh masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi public service obligation, ternyata perusahaan masih mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada Pemerintah, disaat mayoritas lembaga keuangan lainnya berada dalam situasi yang tidak menguntungkan.