PEMBAHASAN
A. Unsur Kebudayaan
1. Sistem Agama
Sebagian besar masyarakat Jambi
memeluk agama Islam, yang kemudian disusul dengan agama Budha dan Kristen protestan.
Mungkin ini juga karena dipengaruhi oleh warga pendatang yang datang ke Jambi
yang kebanyakan berasal dari keturunan Cina atau TiongHua. Dalam tabel dibawah
ini, dapat kita lihat persentase agama yang dianut masyarakat Jambi.
2. Sistem Bahasa
Bahasa Jambi adalah salah satu anak
cabang bahasa Austronesia yang digunakan khususnya di wilayah Jambi bagian
selatan, Provinsi Riau.
Ada dua kontroversi mengenai bahasa
Jambi dengan Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap ini sebagai dialek melayu
karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan didalamnya. Sedangkan
yang lain justru beranggapan, bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda
dengan Melayu.
Orang Jambi senang menggunakan
kata-kata arif serta pepatah-pepatah. Kata-kata kiasan umumnya berpedoman pada
alam sekitarnya. Ketinggian martabat seseorang juga dapat ditandai dengan
kemahirannya menggunakan kata-kata arif dan kiasan. Mereka tidak mengenal
adanya perbedaan bahasa yang menunjukkan stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Bila didengarkan dengan seksama,
maka bahasa Jambi terdengar hampir serupa dengan bahasa Padang, yang selalu
diakhiri dengan kata ”o”. Hal ini mungkin dikarenakan suku Jambi dan suku
Padang terletak dalam satu pulau yang sama yaitu, Kepulauan Sumatra.
3. Sistem Kekerabatan
Bilateral
4. Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Jambi
adalah bertani, berladang dan melaut Di Jambi sendiri kebanyakan daerahnya
adalah berupa hutan. Sehingga mata pencaharian mereka didominasi oleh para
petani biasanya pula mereka yang bertani berasal dari pedesaan. Dalam hal
bertani, sama seperti kota-kota lainnya yang terletak di daratan rendah, adalah
bertanam padi pada lahan kosong.
Sedangkan dalam hal melaut, mencari
ikan di sungai merupakan mata pencaharian tambahan, begitu juga mencari dalam
hal mencari hasil hutan. Usaha-usaha tambahan ini biasanya dilakukan sambil
menunggu panen atau menunggu musim tanam berikutnya.
Karena di Jambi sendiri juga dihuni
oleh masyarakat keturunan TiongHua, maka di zaman sekarang ini banyak pula
warga masyarakat kaeturunan Cina di Jambi yang mencari pendapatan melalui
proses berdagang. Ada yang berdagang mas, berdagang sembako dan adapula yang
berdagang bahan-bahan material.
5. Sistem Pengetahuan
Jambi memiliki adat istiadat yang
berdasarkan hukum islam sehingga secara garis besar segala pengetahuan dasar
budaya Jambi bersumber pada ajaran Al-Quran. Sistem pengetahuan mereka juga
dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional. Pengetahuan dasar ini mereka terapkan
pada segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan pertanian dan pengobatan.
Pengetahuan tentang pertanian mereka
terapkan terhadap alam, terutama yang berkaitan dengan musim.
Masyarakat Jambi terutama merka yang
tinggal di pedalaman juga memakai obat-obat tradisional dalam proses
penyembuhan orang sakit. Mereka menggunakan beberapa jenis tumbuhan alam dan
minyak alami untuk dijadikan ramuan obat, misalnya ramuan obat untuk
menyembuhkan penyakit demam yang berupa daun sitawar, sedingin, kumapai. Cekun,
kunyit polai, dan jerangau. Di samping itu, juga digunakan berbagai jenis
jeruk, akar kayu, bunga-bungaan, kepala muda, pinang, dll. Untuk bahan
penangkal atau jimat kadang mereka menggunakan sisa-sisa besi dan benang warna.
Benda-benda ini baru dapat dijadikan obat dan berkhasiat setelah dimantrai dukun.
Hal ini dilakukan karena pengaruh dari kepercayaan tradisional. Mereka percaya
bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat atau setan yang merasuk dalam tubuh.
Cara penyembuhannya adalah dengan mengusir roh tersebut yangbiasa dilakukan
oleh dukun. Sambil mengobati orang yang sakit itu, ia melakukan doa ritual.
Biasanya ia membakar kemenyan sambil mengucapkan jampi-jampi. Beberapa doa
penyembuhan lainnya digunakan bahasa Arab dan kadang-kadang ayat Al-Quran.
Bahkan, peristiwa melahirkan pun
dapat ditangani dengan pengetahuan tradisional yang mereka miliki. Perempuan
yang siap untuk melahirkan anak diberi minuman tradisional untuk memudahkan
proses melahirkan. Sebetulnya, perempuan yang akan melahirkan ditolong oleh 2
orang. Seorang yang mendorong anak dari kandungan dan seorang yang menerima
anak pada saat keluar dari kandungan. Walaupun demikian, aturan medis modern
menolak melahirkan anak seperti yang digambarkan diatas, tetapi kelihatannya
orang Jambi yang tinggal di pedalaman sudah cukup lama menggunakan metode ini,
tidak membahayakan kesehatan si perempuan atau si anak.
1. Jenis Tumbuhan Yang Bermanfaat
Bagi Orang Rimba
1. Tubo ubi √ Umbi
2. Duku √ Buah
3. Durian √ Buah
4. Manggis √ Buah
5. Aren √ Buah
6. Petai √ Buah
7. Bayih √ Batang
8. Manau √ Batang
9. Rotan sabut √ Batang
10. Rotan tebu-tebu √ Batang
11. Rotan gelang √ Batang
12. Rotan balam √ Batang
13. Bedaro putuh √ Akar
14. Selasih √ Akar
15. Sirih hutan √ daun
16. Ketepeng √ Daun
17. K. Sakit pinggang √ Kulit
18. Pisang-pisang √ Batang
19. Keduduk √ Buah
20. Kayu pengasih √ Batang
2. Jenis (Species) Tumbuhan
Obat-Obatan Yang Dimanfaatkan Orang Rimbo Sungai Keruh Dan Sungai Serdang
1 Bedaro Putih Euracum Equesitifilia
- Jarang
2 Kayu Bengkak Belum
Terindentifikasi - Jarang
3 Kayu Obat Kepala Belum
Terindentifikasi - Jarang
(Sumber: Hasil Penelitian Kerinci
Seblat Integrated Conservation and Development Project
Kerjasama Pusat Penelitian IAIN
Sulthan Thaha Syaufuddin Jambi Tahun 1999)
6. Sistem Teknologi (Peralatan dan
perlengkapan hidup)
A. Busana Tradisional Melayu Jambi
Suku Melayu Jambi adalah sebutan
bagi orang-orang Melayu yang mendiami daerah sepanjang sungai Batang Hari,
propinsi Jambi.
Dalam berbusana kaum wanita
sehari-hari pada awalnya hanya dikenal dengan kain dan baju tanpa lengan.
Sedangkan kaum prianya mengenakan
celana setengah ruas yang melebar pada bagian betisnya dan umumnya berwarna
hitam, sehingga lebih leluasa geraknya dalam melakukan kegiatan seharihari.
Pakaian untuk pria ini dilengkapi dengan kopiah sebagai penutup kepala.
Pada perkembangan berikutnya dikenal
adanya pakaian adat. Pakaian adat ini lebih mewah daripada pakaian sehari-hari
yang dihiasi dengan sulaman benang emas dan pemakaian perhiasan sebagai
pelengkapnya.
B. Pakaian Adat Pria
Laki-laki suku Melayu Jambi dalam
berpakaian adat mengenakan lacak di kepalanya.Lacak ini terbuat dari: kain
beludru warna merah yang diberi kertas tebal di dalammnya agar menjadikannya
keras. Tutup kepala ini memiliki dua bagian yang menjulang tinggi, dengan
julangan yang lebih tinggi pada bagian depannya.
Sebagai hiasan terdapat lukisan
flora dari daun, tangkai clan bunga yang akan mekar. Bagian pinggir sebelah
kanan diberi lukisan tali runci, yang diimbangi oleh penempatan bungo runci di
sebelah kiri. Bungo runci ini berwarna putih dirangkai dengan benang, dapat
berupa bunga asli atau tiruannya. Bajunya disebut baju kurung tanggung
berlengan panjang. Disebut tanggung karena panjangnya hanya sedikit di bawah
siku tidak sampai ke pergelangan tangan.
Hal ini mengandung makna seseorang
harus tangkas clan cekatan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Bahannya
terbuat dari beludru warna merah diberi sulaman benang emas. Bagian tengahnya
terdapat motif kembang bertabur atau kembang tagapo dan kembang melati, sedang
bagian pinggirnya bermotifkan kembang berangkai atau pucuk rebung. Penutup
bagian bawah disebut cangge (celana).
Bahannya masih dari beludru yang
dilengkapi dengan tali sebagai ikat pinggang. Sudah menjadi kebiasaan di daerah
Jambi mengenakan kain sarung songket yang dililitkan di pinggul. Tutup dadanya
disebut teratai dada, karena bentuknya seperti bunga teratai dipasang melingkar
leher sehingga menyerupai kerah. Kedua tangan dihiasi gelang kilat bahu terbuat
dari logam celupan berlukiskan naga kuning.
Lukisan naga ini mengandung makna
bila seseorang telah diberi kekuasaan janganlah diganggu. Dikenakan pula
selempang yang menyilang badan terbuat dari songket warna merah keungu-unguan
sebagai pasangan kain sarung dengan motif bunga berangkai clan beranting.
Bagian pinggangnya dihiasi dengan selendang tipis warna merah jambu yang pada
ujung ujungnya diberi umbai-umbai warna kuning.
Untuk memperkuat bagian pinggang ini
digunakan pending berupa rantai dengan sabuk sebagai kepala terbuat dari logam.
Kelengkapan lainnya adalah keris clan selop. Biasanya diselipkan di perut
menyerong ke kanan melambangkan kebesaran sekaligus untuk berjaga-jaga.
Sedangkan selop atau alas kaki yang berbentuk setengah sepatu berfungsi untuk
melindungi kaki saat berjaalan.
C. Pakaian Adat Wanita
Busana untuk perempuan terdiri dari
kain sarung songket clan selendang songket warna merah. Bajunya disebut baju
kurung tanggung bersulam benang emas dengan motif hiasan bunga melati, kembang
tagapo, dan pucuk rebung.
Tutup kepalanya disebut pesangkon
yang terbuat dari kain beludru merah dengan bagian dalam diberi kertas karton
agar keras.
Ada juga yang menyebut duri pandan
karena pada bagian depan tutup kepala ini diberi hiasan dari logam berwarna
kuning berbentuk duri pandan. Untuk lebih memperindah diberi sulaman emas
dengan motif bunga melati pecah.
Kelengkapan busana perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan yang dikenakan oleh pria. Pada perempuan dikenakan
anting-anting atau antan dengan motif kupu-kupu atau gelang banjar. Kalungnya
terdiri dari tiga jenis, yaitu kalung tapak, kalung jayo atau kalung bertingkat
dan kalung rantai sembilan. Pada jari-jarinya terpasang cincin pacat kenyang
dan cincin kijang atau capung.
Jumlah gelang yang dipakai pun lebih
banyak meliputi gelang kilat bahu masing-masing lengan dua buah. Masih ditambah
dengan gelang kano, gelang ceper dan gelang buku beban. Kesemuanya di pasang di
lengan. Khusus untuk gelang buku beban bahannya berasal dari permata putih.
Sementara untuk kaki dikenakan gelang nago betapo dan gelang ular melingkar. Disebut
demikian karena bentuknya yang menyerupai naga dalam dongeng sedang tidur clan
ular yang melingkar membentuk bulatan.
Sedangkan unsur-unsur kelengkapan
yang lain seperti teratai dada (tutup dada), pending dan sabuk (ikat pinggang),
selendang, dan selop hampir sama dengan yang dikenakan pria. Bedanya bentuk
motif yang lebih besar pada teratai dada dan pending.
D. Pakaian Baselang
Acara pada adat suku jambi dibedakan
menjadi dua, kecil dan besar. Pembedaan ini mempengaruhi pada variasi pakaian
yang dikenakan, khususnya yang dikenakan para gadis. Jika acaranya kecil maka
pakaian yang dikenakan berfungsi ganda sebagai pakaian upacara maupun bekerja.
Kelengkapannya dengan sarung warna
merah yang dipakai sedikit di bawah lutut (tanggung) dan baju kurung berlengan
tanggung yang letaknya di luar kain, -selendang warna merah dililitkan di
kepala serta membawa perlengkapan lain seperti ani-ani clan kiding (tempat
padi).
Pada acara besar pakaian dibedakan
untuk upacara dan bekerja. Dalam rangkaian upacara tersebut terdapat hiburan
sehingga pakaian yang dikenakan pun lebih bagus.
Selendang songket yang dikenakan
sebagai penutup kepala diberi sulaman benang emas dan umbai-umbai di ujungnya.
7. Sistem Kesenian
Provinsi Jambi sangat kaya akan
kerajinan daerah, salah satu bentuk kerajinan daerahnya adalah anyaman yang
berkembang dalam bentuk aneka ragam. Kerajinan anyaman di buat dari daun
pandan, daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun
nipah, dan daun rumbia. Hasil anyaman ini bermacam–macam, mulai dari bakul,
sumpit, ambung, katang–katang, tikar, kajang, atap, ketupat, tudung saji,
tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut Sempirai, Pangilo, lukah dan
sebagainya. Kerajinan lainnya adalah hasil tenun yang sangat terkenal, yaitu
tenunan dan batik motif flora.
Salah satu kesenian yang cukup
populer adalah seni Randai. Seni Randai merupakan perpaduan antara Kaba, lagu,
tari, dan sandiwara. Selain Randai, seni yang cukup terkemuka adalah Rarak
Godang, Kayat, Zikir, dan Kaba. Sedangkan alat musik yang digunakan adalah
calempong, ogung gong, dan gendang. Seni sastra yang berkembang antara lain
pantun, pepatah, dan Kayat.
Untuk memperkuat dan memelihara adat
istiadat yang ada pada masyarakat Jambi, ada berbagai kegiatan kesenian dan
sosial budaya kerap di lakukan, antara lain:
-Tradisi Berdah (dilaksanakan saat
terjadi bencana dengan tujuan menolak bencana)
-Kenduri Seko (bertujuan untuk
membersihkan pusaka dalam bentuk keris, tombak, Al Kitab dalam bentuk
Ranji–ranji Kuno)
-Mandi Safar (dilaksanakan pada hari
Rabu di akhir bulan Safar bertujuan untuk menolak bala)
-Mandi Belimau Gedang (dilaksanakan
menjelang Ramadhan dengan tujuan menyucikan dan mengharumkan diri)
-Ziarah Kubur (dilaksanakan
menjelang Ramadhan dengan tujuan mendoakan arwah leluhur)
Ada berbagai macam jenis
tari-tarian, antara lain:
1. Tari Sumbe (Tarian persembahan
untuk para dewa)
2. Tari Rangguk (Tarian anak pesta
rakyat)
3. Tari Musik Mumkin (Tari untuk
permainan musik orang buta)
4. Tari Lesung Gilo (Tari untuk
permainan lesung diiringi mantra-mantra)
5. Tari Bakisa (Tarian menumbuk
padi)
6. Tari Asik (Tarian untuk mengusir
bala penyakit)
7. Tari JapinTari HadrahTari
RanggukTari Aek Sakotak.
Contoh:
Peralatan Tari Rangguk ( tarian
tradisional dari Jambi )
1. Rebana
Berbagai ukuran. Jumlahnya
bergantung jumlah pemain (biasanya 5—10 orang). Dalam suatu pertunjukkan mereka
duduk melingkar, menabuh rebana, berpantun dan mengangguk-anggukan kepala.
2. Rangguk
Pada mulanya rangguk hanya dilakukan
oleh kaum laki-laki. Biasanya di sore hari dan bertempat di beranda rumah
(setelah seharian bekerja di sawah atau kebun). Tujuannya adalah sebagai
pelepas lelah dan sekaligus hiburan. Kaum perempuan tidak diperkenankan untuk
melakukan tarian ini (tabu). Selaras dengan perkembangan zaman, fungsi rangguk
juga mengalami perubahan. Jika pada mulanya hanya sekedar sebagai hiburan, maka
kini menjadi sebuah tarian khusus untuk upacara penyambutan tamu. Para
pemainnya pun juga tidak lagi duduk secara melingkar, tetapi berdiri (berbaris)
sambil mengangguk-anggukkan kepala kepada setiap tamu yang datang, melantunkan
berbagai macam pantun selamat datang, dan mengiring tamu sampai ke tempat yang
telah ditentukan (depan pintu balai desa).
Kesenian dari jambi sendiri
yangpaling dikenal oleh masyarakat luas adalah Batik Jambi yang paling terkenal
di daerah Sumatra. Tapi juga sering di ekspor keluar negeri bahkan cukup
terkenal pula di Indonesia.
B.Etos Kebudayaan
Etos kebudayaan adalah suatu
kebudayaan yang seringkali memancarkan suatu watak yang khas tertentu yang
tampak dari luar, seperti yang tampak oleh orang dari kebudayaan lain. Watak
khas tersebut seruingkali terlihat dari gaya tingkah laku, kegemaran, dan
berbagai benda budaya hasil karya masyarakat tersebut. Di Jambi sendiri etos kebudayaanya
hampir serupa dengan suku-suku lain yang tinggal di Pulau Sumatra, bisa kita
lihat dari etos kebudayaan suku Batak, yaitu cenderung keras, berbahasa kasar
(kencang), dan berparas sangar. Tapi terkadang ada juga yang mirip dengan etos
dari suku padang yaitu, raut wajahnya angkuh, dan tidak ramah, dan suka
perhitungan (pelit).
C.Fokus Kebudayaan
Fokus kebudayaan adalah suatu unsur
kebudayaan atau beberapa pranata tertentu yang merupakan unsur pokok dalam
kebudayaan mereka sehingga unsur itu disukai oleh sebagian besar warga
masyarakatnya dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas dalam kehidupan
masyarakat tersebut. Fokus kebudayaan jambi adalah dapat dilihat dari segi
sistem mata pencahariannya yaitu kebanyakan, bahkan hampir semua masyarakatnya
hidup sebagai petani.
D. Biodata Narasumber
Nama : Juliana Tanjung
Jenis Kelamin : Female
Usia : 23 Tahun
Agama : Budhha
Status : Mahasiswi & karyawati
Suku Bangsa : Jambi - Chinese
Anak ke : Tiga
Dari : Lima Bersaudara
Pendidikan : Trisakti University
Accounting, S1
Profesi : Karyawati
Jabatan : Accounting Staff
Lama bekerja : 1 Tahun
Nama : Farida
Jenis Kelamin : Female
Usia : 27 Tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jambi - Asli
Anak ke : Pertama
Dari : Dua Bersaudara
Pendidikan : Jambi University, S1
Informatika Teknologi,
Profesi : Karyawati
Jabatan : Head Of I.T
Lama Bekerja : 3 Tahun
Nama : Novi Permata Sari
Jenis Kelamin : Female
Usia : 20 Tahun
Agama : Budhha
Status : Mahasiswi
Suku Bangsa : Jambi - Chinese
Anak ke : Tiga
Dari : Tiga Bersaudara
Pendidikan : STIKOM LSPR
Public Relations
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen
Penelitian. Jakarat: Rineka Cipta.
Chodwich, bruce A., dkk. 1991.
Terjemahan Dr. sulistia M.L., dkk. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan. IKIP
Semarang Press.
Rahmat, Jalahudin. 1984. Metode
Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya
Singarimbun, Masri. 1989. Metode
Penelitian Survei. Jakarta: LP3S
Patmono, S.K. 1996. Teknik
Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.
Sumber Lain:
http://www.tamanmini.com/anjungan/jambi/daerah
http://www.tekkomdik-sumbar.org/sjh_pdd_sumbar_pendh.html