Dampak Pembangunan Terhadap Komponen Lingkungan Hayati 
Dimensi Ekologis 
Setiap ekosistem alamiah  memiliki  empat  fungsi  pokok  bagi  kehidupan manusia adalah : 
(1) jasa-jasa pendukung kehidupan, 
(2) jasa-jasa kenyamanan, 
(3) penyedia sumberdaya alam, dan
(4) penerima limbah ( Ortoland, 1984). 
Jasa-jasa pendukung (life support services) mencakup berbagai  hal  yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti  udara  dan  air  bersih serta ruang untuk mendukung segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa  kenyamanan  (amenity services) yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah  berupa  suatu lokasi beserta atributnya yang indah  dan  menyejukkan  yang  dapat  dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem alamiah juga  menyediakan  sumberdaya  alam  yang  dapat  dikonsumsi langsung atau secara sebagai masukan dalam  proses  produksi.Sedangkan  fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, sehingga menjadi suatu kondisi yang aman. 
Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama  sangat  bergantung  pada  dua  fungsi  yang terakhir. Ini berarti bahwa jika kemampuan  dua  fungsi  terakhir  dari  suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan  manusia,  maka  fungsi  sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat  diharapkan  tetap utuh. 
Dampak Pembangunan Terhadap  Flora Dan Fauna
Disamping dampak positif atau yang disebut dengan manfaat pembangunan, disisi lain timbul dampak negatif (atau yang disebut dengan efek samping pembangunan) yakni  timbulnya pencemaran lingkungan, atau timbulnya kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan, resistensi hama dan vektor, punahnya beberapa flora dan fauna, gangguan terhadap kesehatan manusia dan lain sebagainya.
Gangguan lingkungan sebagai akibat adanya aktivitas manusia akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang serius bukan saja terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap komponen-komponen biologi lainnya.  Hal ini nampak juga di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian diperbaiki pada Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997. Demikian juga telah ditetapkan  jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi oleh Undang-Undang.  Lingkungan hayati sangat penting  bagi kehidupan kita, karena sulit dipisahkan dengan kegiatan manusia.  Adanya gangguan terhadap komponen lain di dalam sistem ekologi akhirnya akan  merugikan manusia sebagai bagian dari sistem ekologi tersebut. 
Berikut beberapa contoh Dampak Kegiatan Pembangunan Terhadap beberapa Komponen Hayati.
Dampak Pembangunan  Di Bidang Pertanian
Dengan berkembangnya kemajuan teknologi menyebabkan kemajuan yang sangat pesat dalam bidang pertanian. Dalam menyelenggarakan Panca Usaha Tani dilaksanakan usaha pemberantasan hama secara intensif dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida tersebut tidak terbatas pada padi-padian tetapi juga sayur-sayuran serta tanaman buah-buahan.  Keadaan ini cukup menggembirakan karena petani telah maju selangkah dalam penggunaan teknologi baru.  Pemakaian pestisida setiap tahun terus meningkat, terbukti makin banyaknya jenis-jenis pestisida yang digunakan petani. Diperkirakan lebih dari 286 jenis pestisida telah beredar di Indonesia.  Pertambahan penggunaan pestisida masih dimungkinkan meningkat terus selaras dengan perkembangan usaha pertanian dan permintaan masyarakat. Ada kecenderungan petani untuk memperbanyak dosis pemakaian pestisida, terutama saat menjelang panen.  Akibatnya adalah tingginya nilai residu pestisida yang terdapat pada tanaman, air, hewan, tanah serta komponen lingkungan lainnya yang terkontaminasi oleh pestisida secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyebaran pestisida di lingkungan dapat secara fisik misalnya melalui arus air dan angin serta secara biologis misalnya oleh serangga penyerbuk dan melalui organisme yang masuk kedalam rantai makanan dalam ssuatu ekosistem. Sumber pencemaran pesti-sida disebabkan selain adanya deposit pestisida yang dipergunakan dalam sektor pertanian dan pemberantasan vektor penyakit dari bidang kesehatan masyarakat, juga oleh sumber lain yaitu peng- gunaan pestisida oleh perorangan, limbah industri, tumpukan-tumpukan yang terjadi pada waktu pengangkutan, penyimpanan dan penjualan. 
Nilai ekologi pestisida sangat mempengaruhi oleh panjang waktu yang diperlukan untuk menjadi senyawa kimia yang tidak aktif. 
Setiap jenis pestisida mempunyai waktu paruh (half life) tertentu. Pestisida yang tergolong dalam organoklorin merupakan pestisida yang resisten ada yang masih aktif walaupun telah berusia 20 tahun. Yang termasuk dalam organoklorin adalah dieldrin, aldrin, toxaphene, endrin, DDT dan lain-lain. Pestisida ini juga dapat terakumulasi, dan bersifat kumulatif. 
Pestisida organophospor memerlukan waktu yang pendek jika dibandingkan pestisida organoklorin (atrzine bertahan sampai 18 minggu). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sapi yang makan rumput yang terkontaminasi pestisida diel drin setelah 100 hari susu sapi tersebut tercemar oleh pestisida tersebut. Pestisida dapat menimbulkan pengaruh sampingan terhadap lingkungan antara lain :
- Tumbuhnya resistensi hama.
- Musnahnya predator hama.
- Hilangnya organisme yang bermanfaat.
- Kepunahan sumber daya nutfah.
- Peledakan kembali hama.
- Peledakan hama sekunder, dan yang lain-lain.
Telah diketahui bahwa pestisida disamping menguntungkan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi manusia sendiri. Untuk menekan serendah-rendahnya akibat yang merugikan dan penggunaan pestisida maka harus terus menerus dilakukan usaha antara lain dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara yang tepat dan benar dalam menggunakan pestisida dan pengawasan peredaran dan penyimpanan jenis pestisida terutama jenis organoklorin.
Dampak Pembangunan Di Bidang Kehutanan/Hphti Dan Pertambangan  Terhadap Komponen Hayati
Hutan adalah merupakan suatu bentuk ekosistem yang komplek karena didalamnya terdapat komponen ekosistem tersebut, seperti flora, fauna, mikroorganisme, iklim dan tanah. Jika suatu ekosistem hutan diubah atau ditebang, seyogyanya kita terlebih dahulu harus mengetahui secara seksama mengenai sudut-sudut kerawanan atau kesensitifan dari ekosistem yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan pembangunan dapat diharapkan dapat memperhatikan elastisitas daya dukung dari suatu sistem ekologi.
Tekanan Terhadap Ekosistem Hutan Dataran Rendah 
World  Resources  1992-1993  menyebutkan,   degradasi   tanah   di   Bumi diperkirakan telah mencapai 1,2 milyar ha, terbesar di Asia ( 435 juta ha) dan Afrika (321 juta ha). Sebagian besar disebabkan erosi akibat  air  dan  angin yang dihasilkan aktivitas  pertanian,  penebangan  hutan  (deforestasi)  dan pengumpulan kayu bakar.Proses kehancuran hutan masih  terus  berjalan  seirama dengan perkembangan IPTEK dan waktu.Hingga hari ini hanya mungkin  hutan-hutan di Irian Jaya yang belum menderita kerusakan seperti di  Sumatera,  Kalimantan dan Sulawesi,karena adanya kendala geografi yang cukup sulit. 
Di Indonesia, sejak diundangkannya peraturan yang meberi peluang masuknya modal asing dan modal dalam  negeri  dalam  kegiatan  bidang  kehutanan,  maka pengusahaan hutan semakin meningkat.Hal  ini  disamping  memberi  devisa  yang cukup besar bagi negara, di lain pihak  eksploitasi  yang  tanpa  mengindahkan prinsif-prinsif  kelestarian  akan  menyebabkan  kerawanan   ekosistem   hutan tersebut.Penebangan terhadap jenis-jenis  dari  suku  Dipterocarpacea  seperti meranti (Shorea sp) dan kapur ( Dryobalanops)  yang  saat  ini  telah  sangat menipis potensinya, telah pula meluas hampir kesemua jenis yang berdiameter 50 Cm.Hal ini merupakan salah  satu  ancaman  yang  serius  terhadap  kelestarian jenis-jenis asli Kalimantan, bila kegiatan konservasi jenis melalui reboisasi, pemeliharaan  tegakan  tinggal  dan  pencegahan  tidak  lebih  ditinggalkan  ( Brotokusumo,1990). 
Pertambangan terhadap sumber daya  alam  nir-hayati  antara  lain  minyak bumi, batu bara,  emas,  perak,  besi,dan  sebagainya  juga  merupakan  sumber kerawanan  terhadap  kelangsungan  hidup  Hutan  tropis  dataran  rendah.Tidak diingkari eksploitasi  terhadap  SDA  nir-hayati  tersebut  akan  meningkatkan devisa negara. Teknik penambangan dengan open mining yang relatif luas,  sudah pasti memusnahkan hutan yang berada di atasnya serta merubah pula bentang alam yang asli.Pada areal bekas penambangan, dimana hanya  tinggal  lapisan  batuan induk, pemulihan alami vegetasi tentu saja sangat sulit  dan  lama  .Disamping itu  merusak  areal  berbagai  spesies  pohon  sebagai  sumber  plasma  nuftah mengakibatkan pula kawasan tersebut tidak dapat kembali ke aslinya.    Aktivitas  pertanian  di  hutan  Dipterocarpacea  dataran  rendah,  hutan mangrove, hutan rawa dan rawa  gambut  yang  ada  di  kawasan  wilayah  pantai merupakan  wilayah  yang  mendapat  tekanan   penduduk   yang   sangat   kuat, dibandingkan  dengan  wilayah  tengah  dan  hulu.Hal  ini  disebabkan   adanya konsentrasi penduduk di daerah tersebut, dengan demikian  wilayah  hutan  yang dekat dengan pusat penyebaran penduduk akan cepat terkikis oleh  petani  urban maupun oleh penduduk kota  non  petani  yang  membuka  hutan  dengan  motivasi pengusahaan hutan. 
Perladangan berpindah, suatu sistem  perladangan  tradisional  dan  telah banyak ditiru oleh pendatang justru memberi  dampak  terhadap  hutan.  Menurut Kartawinata,. et al (1981), perladangan berpindah telah mengakibatkan  400.000 ha tanah menjadi formasi alang-alang dan + 2.4 Juta ha  hutan  sekunder.  Data pada tahun 1993, belum dapat dihimpun dan diduga  setelah  12  tahun  kemudian akan bertambah menjadi lebih luas.Perladangan berpindah menurut Agung  (1988), telah menyebabkan  hilangnya     20  m   kayu  komersial  dan  66.57  m kayu  non komersial per ha. 
Jenis-jenis kehidupan  tumbuhan  dan  hewan,  serangga,  cendawan,  serta bakteri yang begitu kaya di hutan hujan belantara ini  amat  banyak  macamnya, dan merupakan hasil perkembangan hutan tersebut paling tidak  minimal  seratus juta tahun yang lalu. Interpretasi yang menganggap bahwa tanah di hutan  hujan tropis dataran rendah sangat subur adalah tidak benar. Lapisan tanah subur  di top soil adalah tipis. Jika hutan ditebangi dan  dibuka,  maka  lapisan  tanah yang subur dan tipis ini segera  dihanyutkan oleh hujan.Dengan  demikian  yang tumbuh adalah semak belukar. 
Pada tahun 1986 dilaporkan di seluruh Indonesia terdapat 43 juta ha lahan yang rusak dan tidak produktif, 23 juta ha adalah semak belukar  dan  20  juta yang ditumbuhi alang-alang.Jumlah lahan yang rusak tiap tahun bertambah  besar akibat penebangan-penebangan di lokasi yang seharusnya dipelihara untuk  terus berfungsi dan akhirnya menjadi lahan tadah hujan. 
Beberapa tipe ekosistem hutan dan bentuk kerawanannya
a. Hutan  Hujan  Tropika
Pada susunan tegakan hutan  dapat dilihat adanya sifat struktur hutan berupa  keanekara-gaman,  kerapatan, sebaran jenis dan komposisi  serta sifat fungsional  hutan yakni untuk  siklus hara, fiksasi energi, siklus air  dan stabilitas. Lahan hutan umumnya memiliki kesuburan tanah yang relatif rendah, pH rendah, kadar silika, aluminium dan besi yang tinggi sehingga posphor tersedia dalam tanah menjadi sangat rendah.  Kondisi ini diperburuk oleh adanya curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun, sehingga meningkatkan kerawanan pencucian dan erosi. 
Jika hutan itu dibalak atau terbakar , maka  hutan menjadi  terbuka dan kondisi ini akan mengakibatkan  rendahnya kesuburan tanah dan biasanya ketersediaan hara hanya ada di bagian atas saja.  Hal ini akan memacuk erosi akibat  hutan terbuka dan menyebabkan struktur vegetasinya mudah berubah menjadi jenis-jenis pioneer  yang tidak menuntut persyaratan tumbuh tinggi.
b. Hutan Rawa Gambut
Gambut yang kondisinya asam hingga sangat asam (pH < 4,0) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan jenis-jenis.  Hanya beberapa jenis saja yang mampu tumbuh antara lain : Diospuros, Plaquium dan Parastemon.  Karena tanah gambut banyak mengandung serasah, maka daerah ini sangat rawan terhadap kebakaran. Apabila terjadi kebakaran di suatu tempat akan cepat meluas ketempat lainnya.
c. Hutan Kerangas
Hutan kerangas terdapat di daerah bertanah podsol dari bahan induk silika bertekstur kasar yang sangat asam dan mempunyai drainase kurang bagus.  Jenis-jenis penyusun antara lain Tristania obovata, Agathis dammara dan borneensis.Karena kondisi habitat tempat tumbuhnya yang spesifik dengan keanekaragaman jenis yang relatif rendah, maka hutan kerangas sangat rawan terhadap penebangan dan kebakaran.  Penebangan hutan kerangas lebih banyak memberikan kerugian dibanding keuntungan.  Untuk membuat hutan baru sangat sulit, biasanya cenderung menjadi padang alang-alang.
c. Hutan Pantai Pasir dan Karang
Pantai berpasir dan berkarang merupakan habitat berbagai jenis tanaman perdu antara lain komunitas rerumputan, terna dan tumbuhan menjalar, seperti Ichenum muticum, Widelia biflora, Ipomoea pescaprae dan Cyperus pedunculatus.  Pada tempat-tempat tertentu terdapat jenis Pandan.  Komunitas terna ini berkembang menjadi komunitas jenis perdu dan pohon pioneer seperti Casuarina equisetifolia.  Pada pantai yang tidak berpasir karena abrasi, tidak terdapat komunitas Pascaprae, hanya komunitas Barringtonia sangat rawan terhadap terjadinya proses abrasi pantai yang dapat menghambat proses terjadinya hutan secara lengkap.
d. Hutan Pegunungan
Hutan yang berada dipegunungan terdiri dari jenis yang secara genetis dan lingkungan, mampu tumbuh dengan suhu rendah, intensitas cahaya rendah dan sebaliknya kelembaban tinggi.  Jenis-jenis yang spesifik antara lain Agathis loranthifolia, dan Pinus merkusii yang dapat mengakibatkan lapangan tumbuh menjadi sangat masam.  Hutan ini sangat rawan terhadap pengaruh angin, erosi dan tanah longsor. Hutan pegunungan yang terdiri atas jenis campuran biasanya akan lebih baik jika dibandingkan dengan satu jenis.  Hutan dengan banyak jenis, mempunyai fungsi konservasi terhadap tanah, air yang lebih baik, disamping tingkat kerawanannya rendah.
f. Hutang Mangrove
Hutan mangrove terbentuk oleh karena keadaan tempat tumbuh, berupa pantai berkadar garam tertentu dan berlumpur.  Perairan di pantai yang sifat airnya payau ini diketemukan jenis yang jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis hutan daratan.  Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaannya adalah :
a. Perubahan kadar garam tertentu, sebagai akibat curah hujan yang membawa lumpur dan merubah muara (estuari).
b. Adanya gangguan dari berbagai jenis benthos, dengan demi-   kian dapatlah dikatakan bahwa faktor yang dapat mendorong terjadinya kerawanan perubahan pH air, kandungan NaCl sedimen dan pencemaran air. 
Tekanan Terhadap Ekosistem Sungau dan Danau 
Ekosistem perairan umum merupakan sumber kehidupan masyarakat  sekitarnya dengan memanfaatkannya untuk menangkap ikan, untuk air rumah tangga, industri, pertanian dan sarana  perhubungan.Seperti  halnya  dengan  ekosistem  pesisir, ekosistem perairan umum juga mengalami nasib yang sama.Saat ini ekosistem  ini telah mendapat tekanan penduduk  yang  sangat  besar  sehingga  baik  kualitas maupun  kualitas  ekosistem  tersebut  cenderung  menurun.  Hal  ini  terutama disebabkan oleh masuknya berbagai bahan pencemar yang  berasal  dari  berbagai aktivitas manusia seperti HPH,Pertambangan, Perladangan  di  sekitar  DAS  dan Transportasi.  Indikasi  ini  terutama  ditandai  dengan  semakin   dangkalnya perairan, berkembang pesatnya gulma air  di  danau,  menurunnya  produktivitas tangkapan ikan dari tahun ke tahun dan semakin ekslusifnya mobilitas  beberapa hewan endemik ( misalnya kehidupan pesut). 
Dampaknya Terhadap Flora :
Secara umum kegiatan pembalakan hutan meliputi kegiatn /tahapan antara laian pembukaan wilayah hutan, seperti penataan batas, pembuatan jalan angkutan, jalan sarad, tempat pengumpulan sementara, penebangan, penyeradan dan lain sebagainya yang merupakan sumber dampak.  Dalam proses penebangan kerusakan tanaman terjadi karena kerobohan pohon, akibat dari penebangan dan atau penyeradan oleh kendaraan berat.  Banyak pohon yang bukan sararan roboh dan melebihi banyaknya pohon yang ditebang, dari berbagai tingkat pertumbuhan. Dampak lanjutan dapat menimbulkan erosi gen.  Pohon induk tidak mampu bertahan hidup dengan baik untuk menghasilkan keturunan (buah), dengan demikian proses regerasi akan terputus.  Perkembangan hutan tidak dapat mengembalikan sifat hutan semula.  Keanekaragaman hayati menurun, terutama pada tempat dimana kegiatan berlangsung, yang mungkin merupakan konsekuensi jangka panjang sangat merugikan. Kerusakan DAS akan menimbulkan banjir dan pencemaran.  Di hilir ikan-ikan yang baru menetas hilang dan menurunnya kemampuan penyangga dari hutan mangrove, serta hilangnya daya serap organisme rawa gambut.  Habitat fauna gilirannya akan hilang begitu saja, sehingga yang tadinya hewan-hewan liar familiar berkeliaran.  Pada habitatnya tidak terlihat lagi, yang tahan terhadap lingkungan baru akan tetap tinggal, sedangkan yang lain akan lenyap secara pelan-pelan.  Berkurangnya hutan akan meningkatkan kandungan CO2 di udara, yang timbul terutama dari pembakaran bahan bakar fossil, ditambah lagi dengan pembakaran hutan, yang akhirnya dapat meningkatkan suhu di atmosfir sebagaimana halnya dengan efek rumah kaca.
Berkurangnya permukaan transpirasi dan payung tajuk hutan, dapat menyebabkan kenaikan suhu, yang selanjutnya dapat mengganggu ekosistem, bahkan dapat meningkatkan frekuensi kebakaran hutan. Jenis-jenis yang terdapat di lahan basah akan menghadapi ancaman yang sama dengan lahan/hutan kering, dengan kehilangan habitat alami.  Hal ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan dan penurunan keanekaragaman karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pemungutan sumber daya yang berlebihan.
Dampak Terhadap Fauna :
Punahnya jenis-jenis penting dengan significansi tertentu pada suatu ekosistem, dapat membahayakan dan mengakibatkan punahnya jenis-jenis lain.  Hilangnya predator akibat mengecilnya habitat yang diakibatkan oleh pengrusakan kawasan bervegetasi.  Kepunahan herbivora juga turut membahayakan kehidupan predator.  Apabila suatu sistem kekurangan jenis penting tertentu, seperti burung, lebah atau kalong, yang berperan dalam proses penyerbukan dan penyebaran biji, maka reproduksi tumbuhan yang ada hubungannya juga terlambat.
Hanya 15% saja biji pepohonan tropis yang disebarkan oleh angin, sebagian besar tergantung kepada hewan, sehingga apabila hewan-hewan ini punah, juga akan mengakibatkan punahnya jenis-jenis pohon yang berhubungan.
Demikian juga sebaliknya, apabila rusaknya habitat dalam skala besar, riskan akan kepunahan hewan-hewan tersebut.  Kepunahan jenis yang demikian tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya nampak pada saat masing-masing pohon/jenis tanaman yang mengalami proses penyebaran biji dimasa lalu menjadi mati dengan sendirinya.  Hal yang sama juga terjadi pada jenis hewan yang berperan sebagai polinator.  Apabila habitat alamiah, seperti sarang terancam, akan membahayakan kehidupan jenis tanaman yang tergantung kepadanya.
Hutan tropis dominansi tanaman angiospermae, sangat tergantung pada hewan penyerbukannya, selain mamalia dan burung-burung yang berperan ekologis penting. 
Dampak Pembangunan  Di Sektor Industri 
Seperti telah diketahui bahwa pembangunan industri disamping menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan manusia, juga dapat menimbulkan dampak negatif dengan dikeluarkan limbah industri menurut jenisnya dapat berupa bahan organik yang terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Menurut sifatnya dapat berbentuk bahan yang dapat dihancurkan oleh organisme hidup (degredable compound) dan bahan yang tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup (non degradable compound).Terutama bahan-bahan yang tidak bisa dihancurkan oleh organisme hidup, biasanya terakumulasi lebih banyak dalam komponen lingkungan dan akan menimbulkan gangguan yang lebih berat. Beberapa limbah industri yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan antara lain logam, gas, debu, panas, minyak dan lain-lain. 
- Limbah akan memasuki lingkungan sehingga akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan, baik lingkungan terestrial maupun lingkungan akuatik. Perubahan kondisi lingkungan baik fisik,   kimia maupun biologis akan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, yang akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem serta menurunnya daya dukung lingkungan.
- Flora dan fauna merupakan komponen lingkungan yang penting juga tidak akan luput dari pengaruh-pengaruh buruk dari lingkungannya, baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dapat melalui siklus makanan. Misalnya logam Hg yang termasuk ke perairan akan diterima oleh bakteri, kemudian bakteri akan dimakan oleh plankton, plankton dimakan ikan, dan akhirnya melalui ikan dapat sampai ke tubuh manusia. Kasus di Jepang tahun 1953 akibat pencemaran Hg ini dapat menimbulkan penyakit Minamata.
- Pencemaran udara, misalnya oleh SO2 telah diketahui menurunkan kadar klorofil pada lumut kerak (Linchenes) dan juga menurunkan populasinya. Juga SO2 dapat berakibat menurunkan hasil produksi pertanian. Selain itu SO2 dapat menimbulkan beberapa penyakit misalnya bronchitis, pnemonia dan penyakit hati.
- Penurunan kualitas lingkungan perairan juga dapat menyebabkan penurunan produksi perikanan, atau dapat menyebabkan punahnya flora dan fauna akuatik.
- Telah kita ketahui bahwa flora dan fauna mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, terutama sebagai sumber daya hayati yang dapat diperbaharui, yang dapat mendukung lajunya pembangunan, maka seyogyanya harus dipertahankan dan ditingkatkan kelestariannya, sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat terwujud. 
Tekanan Terhadap Ekosistem-ekosistem Perairan pesisir dan Laut
Levi (1983) menyatakan  bahwa  90  %  dari  keseluruhan  produksi  hasil tangkapan ikan berasal dari paparan benua dari suatu wilayah  pesisir.  Daerah tangkapan ini sering dihubungkan  dengan  perairan  dangkal  dimana  ekosistem pesisir merupakan wilayah yang tinggi  produktivitasnya  dengan  adanya  hutan Mangrove,terumbu karang, estuaria, laguna,  dan  padang  lamun  yang  memegang peranan penentu di dalam penyediaan sistem pendukung kehidupan seperti  daerah tempat pemijahan ikan, pembesaran ( nursery) dan daerah tempat mencari makan. 
Akibat kegiatan pembangunan  yang  berlangsung  akhir-akhir  ini  seperti penambangan minyak bumi, pertambangan, turisme  kelautan,  pelabuhan-pelabuhan dan fasilitas energi, baik ekstraksi hasil hutan maupun pembangunan  pertanian serta perikanan  (pembangunan  tambak)  telah  menambah  tekanan  terhadap sumberdaya pesisir. 
Sebagian besar penduduk dunia tinggal  di  sepanjang  garis  pantai  atau sepanjang  tepian  sungai  yang  mengalir  menuju  pesisir.  Hal  itulah  yang menyebabkan wilayah pesisir  selain  tinggi  produktivitasnya  juga  sekaligus rawan terhadap tekanan-tekanan lingkungan ( Mann, 1982). 
Pemanfaatan sumberdaya alam dan  pembuangan  limbah  di  wilayah  pesisir telah menyebabkan ekosistem pesisir  mendapat  tekanan  dampak  yang  berlipat ganda.  Selain  itu  karena  luas  lokasi  di  hutan  Mangrove   itu   bervariasi ketebalannya, di beberapa pesisir ketebalan hutan ini bahkan tidak sampai  200 meter, sehingga gangguan dengan intensitas sama akan menyebabkan  kawasan  ini menjadi rawan. Contoh  yang  jelas,  saat  ini  Hutan  Mangrove  antara  Teluk Balikpapan hingga Muara Sungai Mahakam boleh dikatakan telah rusak. 
Pemanfaatan hutan  bakau  ( mangrove)  untuk  berbagai  jenis  keperluan seperti kayu bakar, pembuatan arang, kayu untuk diekspor  ,  bahan  baku  bagi pabrik kertas, pembuatan chipboard, dan  lainnya. 
Bahkan  hutan  bakau  telah banyak diubah menjadi  tempat  persawahan,  pertambakan,  perindustrian,  real estate, dan lainnya. Biasnya dengan hilangnya hutan  bakau  di  suatu  wilayah pesisir akan segera diikuti oleh  penurunan  produksi  perikanan  (khususnya udang) di perairan sekitarnya, menghilangnya jenis-jenis biota  tertentu  dari ekosistem, terkikisnya pantai  oleh  gempuran  ombak  dan  kadang-kadang  juga meningkatnya penyakit malaria di daerah tersebut. 
Ekosistem laut (Teluk) sangat rawan  terhadap  pencemaran  sebab  adanya pertumbuhan  penduduk  yang  cepat  dan  perkembangan  teknologi  yang  pesat, sehingga di beberapa daerah Teluk telah mendapat tekanan yang sangat berat dan hal ini  menimbulkan  kerusakan-kerusakan  yang  parah  diberbagai  tempat  di dunia.Sumber pencemaran laut  di  Indonesia  dapat  dikelompokkan  berdasarkan asalnya, yakni pencemaran yang berasal dari  lautnya  sendiri  dan  pencemaran yang berasal dari kegiatan di darat yang berasal dari lautnya sendiri misalnya berasal dari pembuangan sampah air balast dari kapal-kapal, tumpahan minyak di laut( baik dari kapal  tangki,  maupun  sumur  minyak);  lumpur  buangan  dari kegiatan  pertambangan  di  laut   (pengeboran   minyak   dan   lain-lain); kecelakaan-kecelakaan di tengah-tengah laut seperti  kecelakaan  tanker,  pipa dan lainnya.Yang berasal dari  kegiatan-kegiatan  di  darat  antara  lain  air sungai yang membawa lumpur dan endapan lain yang dibawa  oleh  sungai  sebagai akibat erosi tanah atau sebagai buangan kegiatan pertambangan di daerah hulu , air buangan dari kota-kota ( limbah domestik) , pasar dan industri (industri petrokimia) lewat saluran-saluran  pembuangan,   kotoran  lewat  udara,biosida khususnya Chlorinated hydrocarbon dan pupuk yang digunakan di  dalam  kegiatan pertanian dan kehutanan yang dapat merembes  ke  berbagai  perairan,  termasuk perairan pantai ( estuaria). 
Penempatan zona-zona Industri di wilayah pesisir , secara ekonomis memang menguntungkan.Terutama dilihat dari sudut akses  transportasi  dan  pembuangan limbahnya, namun perlu diinsyafi bahwa setiap ekosistem memiliki daya dukung (carrying capasity) tertentu untuk menyerap apa yang masuk ke dalam  sistemnya. Setiap sistem alami, termasuk  laut  memiliki  kemampuan  untuk  mengembalikan kesehatannya kembali seperti sedia kala  bila  ada  gangguan  dari  luar.Namun masalahnya, response time tersebut berpa lama dapat berlangsung ? 
Jika kita menginginkan keselamatan umat, maka diperlukan  kajian  tentang warning system untuk mendeteksi jika ada bahan pencemar  yang  telah  mencapai kadar yang kritis, sehingga umat manusia segera mengetahuinya/merasakannya dan segera mengambil langkah-langkah  pengamanannya.Pengalaman  Penyakit  Minamata yakni penyakit  yang  mengerikan  bagi  umat;  sebab  manusia  yang  terserang penyakit  ini  menimbulkan  gerakan  yang  tak  terkendali  atau  mati.   Ikan mengambang di permukaan laut, burung jatuh  dari  udara,  ayam,  anjing,  babi serta musang  jadi  gila,  karena  serangan  penyakit  yang  muncul  di  Teluk Minamata.Penyakit ini disebabkan oleh Methyl mercurie chlorid .Perlu diketahui bahwa kasus ini baru terungkap setelah 26 tahun sejak awal limbah  kimia  yang mengandung air raksa itu dibuang (1930 dibuang dan baru  dikenal  pada  tahun 1956/1960) Begitu juga dengan penyakit Itai-itai yang disebabkan oleh Cd. 
Limbah panas dapat  menimbulkan  thermal  schock,  meningkatkan  kepekaan organisme akuatik terhadap parasit, penyakit dan toksin kimia, perubahan  pola migrasi, menurunnya kadar  DO,  meningkatkan  keperluan  oksigen,  menimbulkan eutrofikasi, menurunkan produksi telur dan kemampuan bertahannya hidup larva ikan, terganggunya rantai  makanan akuatik, berubahnya komposisi spesies. 
Kejadian munculnya penyakit yang  disebabkan  oleh  dampak  limbah  panas Industri telah diketahui dari  kasus  di  Teluk  Ciguatera,  USA.Penyakit  ini disebabkan oleh racun Ciguatoksin yang dibawa oleh Bakteri  Toksis/virus  yang terdapat pada  selubung  polisakarida  Alga  Cyanophyceae.Seperti  diketahuan, peningkatan suhu air laut akan memacu perkembangan populasi  Cyanophyceae  dan dengan demikian akan  menimbulkan  penyakit  Ciguatera.Penyakit  ini  ditandai dengan kelemahan otot, bibir,tangan dan kaki kaku dan  gemetar,  panas-dingin, mual linu-linu pada persendian dan gatal-gatal. 
Pengelolaan Lingkungan Untuk Mitigasi Dampak Kegiatan Terhadap Komponen Hayati
Untuk menangani dampak penting terhadap komponen  flora-fauna  terestrial dari  hasil  evaluasi  AMDAL,  penanganan  dampak  penting  dilakukan   dengan menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan pengelolaan  lingkungan  yakni secara teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi. 
Mitigasi dampak penting terhadap komponen flora-fauna terrestrial  sangat ditentukan  oleh  jenis  dam  derajat  dampak  negatif   yang   diprediksikan. Diperlukan prediksi terhadap dampak langsung  maupun  tidak  langsung,  dengan harapan usaha-usaha penanganannya akan menjamin kelestarian  fungsi  ekosistem di tapak proyek tersebut atau setidak-tidaknya meminimasi dampak negatif  yang akan terjadi. 
Komponen satwa liar yang terkena dampak kegiatan  HPH  meliputi  habitat, kelimpahan   satwa    yang    dilindungi    dan    keanekaragaman    jenisnya. Kegiatan-kegiatan yang potensial  sebagai  sumber  dampak  adalah  penebangan, penyaradan,  pengangkutan  kayu,  penanaman,  pemeliharaan,  perlindungan  dan pengamanan hutan. 
Tujuan pokok dari perlindungan alam menurut UNCN - UNCP - WWF (1980) pada hakekatnya adalah sebagai pengelolaan oleh manusia dalam memanfaatkan biosfer, ekosistem dan jenis-jenis yang menyusunnya, untuk menghasilkan suatu keuntungan yang berkesinambungan bagi generasi sekarang serta memelihara potensi sumber daya alam itu untuk memenuhi kepentingan generasi yang akan datang. Aspek utama penekanan dari perlindungan alam menurut IUNC - UNFP - WWF (1978)  adalah :
1. Penduduk dapat memperoleh keuntungan langsung perlindungan alam. Perlindungan alam suatu usaha untuk mengatur dalam penggunaan lingkungan, agar generasi sekarang mendapat keuntungan maksimal dari potensi sumber alam hayati dan hasil sejumlah besar macam pelayanan yang baik dari alam (seperti ekologi, ekonomi, etika dan budaya, ilmu pengetahuan dan intelektual). Oleh karena itu perlindungan alam merupakan bagian integral untuk dapat menyokong pembangunan.
2. Perlindungan alam berorientasi kepada dua kerangka waktu :
a. Untuk generasi sekarang agar mendapat keuntungan yang  sebesar-besarnya dari sumber alam yang ada.
b. Untuk generasi yang akan datang, menerima pemeliharaan potensi sumber alam itu agar dapat meneruskan apa saja yang menjadi kebutuhan dan aspirasi yang akan datang. 
3. Menjaga kepunahan berbagai jenis atau spesies
4. Perlindungan suatu ekosistem atau fungsinya, seperti dapat meramalkan pemidahan suatu energi, nutrisi dan material antara organisme dan lingkungannya. 
5. Perlindungan ekosistem atau species merupakan suatu aspek pokok usaha yang lebih luas dan keras dari rencana-rencana dan peraturan manusia dalam menggunakan sumber alam. 
6. Perlindungan alam selain terhadap sumber daya hayati juga memperhatikan pula sumber daya non hayati seperti, air, tanah, unsur hara dan atmosfir.
Berdasarkan tujuan pokok perlindungan alam, pemerintah Indonesia (PHPA) telah melakukan usaha-usaha antara lain : 
- Melindungi jenis-jenis flora dan fauna dalam habitat alaminya seperti adanya cagar alam, suaka marga satwa, dan lain-lain. 
- Mempertahankan jenis-jenis flora dan fauna diluar habitat alaminya seperti di kebun binatang, kebun raya, dan lain-lain. 
- Usaha pemeliharaan dan penangkapan binatang dan tumbuhan liar. 
- Usaha melakukan pengawasan lalulintas perdagangan binatang dan tumbuhan liar. 
- Menetapkan jenis flora dan fauna langka yang ditetapkan Undang-undang.
Dari daftar yang dikeluarkan Direktorat PPA tahun 1978, terdapat kurang lebih 135 marga dari 62 familia yang termasuk langka. Jenis binatang yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan menteri Pertanian tahun 1970, 1972, 1973, 1977, 1978, 1978, 1979, 1980, seluruhnyya tercatat kurang lebih 600 jenis. 
Pendekatan Teknologi 
Pendekatan ini adalah penerapan cara-cara atau teknologi yang  tepat  dan sesuai untuk digunakan menanggulangi dan  mengendalikan  (mengelola)  dampak penting dengan mempertimbangkan efektivitas,  efisiensi  dan  ekonomis  antara lain : 
(a) Melakukan penanaman  areal  kosong,  bekas  tebangan,kawasan  lindung  dan kawasan lainnya untuk meningkatkan kerapatan tegakan   sebagai  habitat  satwa berdasrakan SK Dirjen  Kehutanan No.  35/Kpts/DJ/1972, Forestry Agreement,  SK  HPH dan berdasarkan surat Dirjen  PH No.375/IV-BPHH/1993.  Jenis-jenis  pohon yang ditanam adalah jenis pakan dan cover, antara  lain  :  meranti,  keladus, kapur dan  keruing  (pucuk  dan  tunas  untuk  pakan   Owa-Owa),  merkunyit, mendarahan, kapol dan rotan  (daun,pucuk  untuk  pakan,  pohon  untuk  cover beruk), beringin, dahu,ebony (buah, daun untuk  pakan,  pohon  untuk  Macaca fascicularis ), bengkirai, trema, kujijang ( daun, pucuk  untuk  pakan  kancil dan kijang)  dan jenis-jenis dipterocarpaceae yang  menjadi  cover  dan  pakan burung rangkong, burungmadu serta kuau. 
(b)   Memelihata arean Virgin forest  sebagai areal pengungsian  satwa  dengan memperhatikan dinamika populasi dan komposisi herbivora  -carnivora.  kegiatan pokok  pemeliharaan   berupa  inventarisasi  jenis  flora  dan   fauna   serta  pengamatan arah penyebaran satwa. 
(c)   Pemasangan papan  larangan berburu satwa dilindungi di  areal  hutan  baik kawasan lindung maupun areal produktif. 
(d) Pengelolaan kawasan lindung yang meliputi areal berlereng >  40  %,  areal  pengugsian satwa, sempadan sungai   dan  hutan  lindung  secara  khusus  untuk perlindungan keanekaragaman dan kelimpahan satwaliar. 
Pendekatan Sosial Ekonomi 
Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang harus  ditempuh  pemrakarsa  proyek dalam upaya menanggulangi  dampak  penting  melalui  tindakan-tindakan  yang bermotifkan sosial ekonomi. 
Pendekatan ini antara lain dapat dilakukan sebagai berikut : 
-  Menyelenggarakan program pelestarian sumberdaya hutan dan  lingkungan  yang meliputi kegiatan  penyuluhan  kepada  karyawan  dan  masyarakat  sekitar  HPH  tentang kekayaan jenis (biodiversity) satwa  yang  dilindungi  undang-undang, kawasan lindung dan peraturan perundang-undangannya (UULH No.4 Th 1982),UU No 5 Th 1990 dan PP No 28 Th 1985. 
-  Melibatkan masyarakat di sekitar tapak proyek  untuk  berpartisipasi  aktif dalam kegiatan pengelolaan lingkungan; 
-  Menjamin interaksi sosial yang  harmonis  dengan  masyarakat  sekitar  guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial. 
-    Melaksanaan penelitian dan pengembangan tentang teknollogii pengelolaan kayu dan teknologi pembinaan hutan,  hutan  campuran  tak  seumur  dan  hubungannya dengan keragaman jenis yang akan dikembangkan. 
-  Mengalokasikan dana untuk penyelenggarakan program - program pendidikan  dan latihan. 
Pendekatan Institusi 
Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang  ditempuh  pemrakarsa  dalam rangka menanggulangi  dampak  penting.  Kegiatan  ini  dapat  dicapai  melalui langkah-langkah berikut : 
-   Membentuk  divisi  pengelolaan  dan  pemantauan  lingkungan  dalam  struktur organisasi HPH  dengan kedudukan sejajar  divisi  Pembinaan  Hutan  dan  Divisi Logging. 
-   Kerjasama dengan instansi terkait yang berkepentingan dan berkaitan  dengan pengelolaan   lingkungan hidup, misalnya instansi vertikal maupun  horizontal  ( dengan Kanwil Dephut, BBLH Tk I , Pemda TK II, dan lainnya). 
-  Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan  oleh  instansi yang berwenang; 
-       Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara  berkala  kepada  pihak-pihak yang berkepentingan.