Strategi Sdm Dalam Menghadapi Persaingan Global
Abad 21 diwarnai oleh era globalisasi;kesiapan pemerintah dalam menghadapinya perlu didukung oleh para pelaku bisnis dan akademisi. Strategi SDM perlu dipersiapkan secara seksama khusunya oleh perusahan-perusahan agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Perdagangan bebas tidak hanya terbatas pada ASEAN, tetapi antar negara-negara di dunia. Situasi tersebut akan merupakan suatu ciri khas dari era global. Untuk mengantisipasi peragangan bebas ditingkat dunia, para pemimpin negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi tarif/bea maupun menghilangkan hambatan tarif. Tarif diperkirakan akan berkisar sekitar 0 – 5 persen, berarti relatif sangat rendah. Enam negara telah menanda tangani persetujuan CEPT (The Common Effective Preferential Tariff) yang pada dasarnya menyetujui penghapusan bea impor setidak-tidaknya 60 persen dari IL (inclusion list) pada tahun 2003. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 53.294 produk dalam IL yang merupakan kurang lebih 83 dari semua produk ASEAN. Globalisasi ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial.
Bisnis baru akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain. Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif.
Banyak perusahaan-perusahaan di dunia dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memilih strategi perusahaan yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang tidak memperhitungkan implikasi langsung strategi perusahaan tersebut terhadap sumber daya manusia. Suatu contoh, suatu perusahaan yang sebelumnya memilih strategi analyser dan bersifat sangat berhati-hati dalam mengelola dan memanfaatkan peluang bisnis serta memiliki budaya perusahaan yang cenderung konvensional, birokratis, kurang inovatif dan berorientasi lokal, suatu saat mengubah strateginya menjadi prospector (pelopor). Perusahaan tersebut akan mengalami banyak persoalan jika SDMnya dan budaya perusahaannya tidak dikelola dengan efektif. Perusahaan dengan strategi prospector harus didukung oleh SDM yang menganut nilai-nilai inovatif, tidak birokratis dan fleksibel. Tanpa ada kesesuaian antara strategi perusahaan dan strategi SD, maka hampir pasti perusahaan tersebut akan menghadapi kesulitan.