Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok
dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di
negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan
gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan
1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI
tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung
dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan karbonmonoksida
(CO). Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu
suplai oksigen ke otot jantung (miokard)
sehingga merugikan kerja miokard.
Selain
mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen
miokard. Nikotin juga mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke
dinding pembuluh darah.
Disamping menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen
jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu
kerja saraf, otak, merangsang pelepasan adrenalin, dan banyak bagian tubuh
lainnya.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk
jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di
hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis
(pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan
kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah
penggumpalan darah.
Di
samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan
perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok
lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
Hasil penelitian membuktikan, terdapat hubungan yang erat
antara kebiasaan merokok dengan timbulnya penyakit jantung koroner dan pembuluh
darah. Efek jangka pendek yang dirasakan ialah jantung berdebar-debar. Ini
membuktikan bahwa merokok sangat mempengaruhi fisiologi jantung.
Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati
mendadak. Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada
perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan
bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa
faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti
hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung
koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.