Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada perkebunan rakyat yang luasnya relatif kecil, penyiapan lahan biasanya dilakukan dengan manual dan khemis.
Penyiapan lahan secara manual dan kemis
Tebas/Imas
Penebasan dilakukan untuk membuang kayu-kayu kecil dan gulma. Alat-alat yang digunakan biasanya parang.
Penebangan Kayu
Penebangan kayu secara manual biasanya menggunakan parang panjang, kapak besar atau dengan gergaji konvensional. Tunggul yang disisakan adalah 30 cm dari permukaan tanah.
Penyincangan/perpanjangan
Setelah kayu tumbang ranting dipotong kecil-kecil untuk dijual atau dijadikan bahan bakar batang dipotong sesuai kebutuhan untuk dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan membusuk dengan sendirinya.
Pembakaran dan peracunan tunggul
Pembakaran dilakukan hanya pada kayu-kayu yang tidak bisa atau tidak laku dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan dan di beri racun agar cepat busuk. Tunggul yang tertinggal juga diberi racun agar lebih cepat busuk.
Pengumpulan dan Pembakaran ulang
Kayu yang masih berserakan dan tidak habis terbakar maupun yang sudah mulai busuk dikumpulkan menjadi satu di suatu tempat dan dibakar ulang atau dibiarkan membusuk sehingga lahan terlihat bersih. Penyiapan lahan dengan cara manual mempunyai kelemahan yakni memakan waktu yang lebih lama yakni 2 bulan atau lebih dan potensi penyakit jamur akar putih tinggi.
Penyiapan Lahan Secara Mekanis Penuh
Cara peremajaan mekanis ini lebih disukai untuk mengatasi penyakit JAP yang sangat berbahaya. Dengan peremajaan secara mekanis penuh maka sumber infeksi penyakit JAP baik yang berupa tunggul atau sisa-sisa akar-akar yang sakit dapat disingkirkan dari areal penanaman.
Pembukaan lahan sebaiknya dilakukan menjelang musim kemarau, dimaksudkan agar tanaman yang ditebang segera akan mengering. Kondisi kering ini akan mempermudah dalam penanganan selanjutnya, apakah kayu hasil penebangan akan dimanfaatkan sebagai kayu log atau selainnya. Di wilayah Sumatera Utara umumnya musim kemarau jatuh pada bulan Februari s.d Juni. Tahapan penyiapan lahan secara mekanis adalah sebagai berikut :
a. Penumbangan dan pengumpulan pohon
Tanaman tua ditumbangkan dengan meggunakan chain saw atau dengan didorong sampai tumbang dengan menggunakan bulldozer. Sewaktu penumbangan dengan chain saw tunggul harus disisakan sepanjang 30 cm untuk memudahkan dalam pembongkaran dan pencabutannya. Pohon karet yang sudah ditumbang kemudian di potong-potong sesuai keperluan misalnya untuk kayu log. Ranting dan cabang biasanya dikumpulkan sebagai sumber kayu bakar atau sebagai kayu asap.
b. Pembongkaran dan pengumpulan tunggul/perumpukan
Pembongkaran tunggul dilakukan dengan mendorong tunggul yang disisakan sepanjang 30 cm menggunakan crawler tractor dan dikumpulkan pada tiap-tiap barisan yang berjarak 10 m. Di beberapa daerah sisa-sisa tunggul masih bisa dijual sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan. Tunggul-tunggul yang sudah kering dikumpulkan menjadi beberapa bagian (spot-spot) lalu dibakar. Saat ini pembakaran sudah dilarang dalam penyiapan lahan, untuk mempercepat pelapukan sisa tunggul maka dapat dibantu dengan penanaman kacangan penutup tanah. Untuk daerah-daerah ber lereng sisa tunggul didorong ke daerah lembahan dan diharapkan akan melapuk dengan sendirinya.
c. Ripper
Ripper dilakukan apabila tahap pembongkaran sudah selesai dan sisa-sisa tunggul sudah dirumpuk menjadi spot-spot dan tidak berada dalam barisan lagi. Ripper dilakukan dua kali, Ripper pertama dilakukan dengan melintang ke arah Timur-Barat, Ripper kedua ke arah Utara-Selatan. Untuk lahan-lahan yang miring putaran pertama dilakukan ke atas dan kemudian ke bawah lalu dilanjutkan dengan rippper kedua dan seterusnya. Alat yang digunakan adalah Ripper yang ditarik dengan traktor rantai D6/D8. Kedalaman ripper 50 cm, selang waktu antara ripper I dengan ripper II berselang 2-3 minggu. Setiap kali ripper di ikuti dengan ayap akar. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sisa akar yang masih tertinggal ketika pembongkaran. Dalam pengelolaan perkebunan karet diusahakan agar akar berada di permukaan dan terkena cahaya matahari, tujuannya adalah untuk mengurangi potensi JAP dari sisa akar tanaman karet.
d. Luku (Bajak)
Pekerjaan luku dilakukan dua kali, dengan alat bajak piringan yang ditarik menggunakan traktor ban. Kedalam luku minimal 40 cm sesuai dengan distribusi akar serabut tanaman karet. Luku dilakukan sebanyak 2 kali dengan arah menyilang saling tegak lurus satu sama lainnya, interval waktu antara luku I dan luku II selang 2-3 minggu. Setiap kali pembajakan di ikuti dengan ayap akar.
Semua sisa akar tanaman dan potongan kayu karet yang masih tertinggal diayap secara manual dan dikumpulkan di tempat tertentu untuk mempermudah pemusnahannya.
Garu dilakukan 2 kali . Garu pertama ke arah Utara-Selatan dan yang kedua ke arah Timur-Barat. Alat yang digunakan adalah tractor ban yang dilengkapi dengan 24 disk flow. Tujuannya adalah untuk menggemburkan dan meratakan permukaan tanah. Setiap selesai pekerjaan garu di ikuti dengan ayap akar, selang waktu garu I dengan garu II berselang 2-3 minggu.
f. Pembuatan teras
Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi erosi yaitu dengan pembuatan teras, benteng, rorak maupun parit di areal penanaman karet. Cara ini dalam pengawetan tanah berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta menyalurkan air dengan kekuatan yang tidak merusak.
Tindakan pengawetan tanah pada budidaya tanaman, didasarkan pada kelas kemiringan lahan yang ada. dibagi ke dalam 4 kelas yaitu :
1. Tanah datar (0-3%)
Tidak diperlukan pembuatan benteng, rorak, maupun teras. Umumnya yang dibutuhkan yaitu drainase untuk menampung dan mengalirkan air yang berlebihan.
2. Tanah bergelombang (4-10%)
Pada daerah dengan kemiringan 4-10% mulai nampak adanya erosi alur. Ini terjadi karena air tekonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu sehingga diperlukan pembuatan benteng dan rorak.
3. Tanah berbukit (11-100%)
Pada areal bukit diperlukan pembuatan teras bersambung.
4. Tanah curam (>100%)
Pada tanah curam dengan kemiringan > 100% tidak dianjurkan untuk usaha perkebunan karet. Untuk pengusahaan tanaman karet, kemiringan lahan sampai 47%.
Teras bersambung dibuat berdasarkan derajat kemiringan lahan dan jarak antar kontur diambil dari rata-rata kemiringan lahan. Makin tinggi kemiringannya maka jarak antar kontur semakin jauh. Lebar teras sekitar 2 m dengan permukaan teras miring kedalam ke arah lereng dengan sudut kemiringan 10o. Pembuatan teras dapat dilakukan secara manual atau dengan mekanis menggunakan traktor rantai D6. Pembuatan teras sebaiknya dimulai dari tempat yang tinggi (puncak bukit). Bagian dalam dari tiap titik penanaman dalam teras dibuat rorak (lubang sedalam 1.5-2m) untuk menampung kelebihan air ketika hujan turun.
g. Pembuatan saluran drainase
Drainase areal sering menjadi masalah utama yang dijumpai pada daerah datar, rendahan, dan areal yang sering kebanjiran. Untuk mengatasinya diperlukan pembuatan saluran drainase yang berguna untuk mencegah genangan air dan menurunkan permukaan air tanah. Banyaknya saluran tergantung dari kondisi lahan, ataupun tinggi rendahnya permukaan air tanah. Sebelum membangun saluran drainase harus direncanakan dimana titik pembuangan arahnya, dan berapa debit air yang harus dibuang. Dengan data yang diperoleh selanjutnya ditentukan berapa lebar dan dalam saluran yang akan dibuat dan tingkat jaringan saluran yang diperlukan.
Penyiapan lahan secara manual dan kemis
Tebas/Imas
Penebasan dilakukan untuk membuang kayu-kayu kecil dan gulma. Alat-alat yang digunakan biasanya parang.
Penebangan Kayu
Penebangan kayu secara manual biasanya menggunakan parang panjang, kapak besar atau dengan gergaji konvensional. Tunggul yang disisakan adalah 30 cm dari permukaan tanah.
Penyincangan/perpanjangan
Setelah kayu tumbang ranting dipotong kecil-kecil untuk dijual atau dijadikan bahan bakar batang dipotong sesuai kebutuhan untuk dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan membusuk dengan sendirinya.
Pembakaran dan peracunan tunggul
Pembakaran dilakukan hanya pada kayu-kayu yang tidak bisa atau tidak laku dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan dan di beri racun agar cepat busuk. Tunggul yang tertinggal juga diberi racun agar lebih cepat busuk.
Pengumpulan dan Pembakaran ulang
Kayu yang masih berserakan dan tidak habis terbakar maupun yang sudah mulai busuk dikumpulkan menjadi satu di suatu tempat dan dibakar ulang atau dibiarkan membusuk sehingga lahan terlihat bersih. Penyiapan lahan dengan cara manual mempunyai kelemahan yakni memakan waktu yang lebih lama yakni 2 bulan atau lebih dan potensi penyakit jamur akar putih tinggi.
Penyiapan Lahan Secara Mekanis Penuh
Cara peremajaan mekanis ini lebih disukai untuk mengatasi penyakit JAP yang sangat berbahaya. Dengan peremajaan secara mekanis penuh maka sumber infeksi penyakit JAP baik yang berupa tunggul atau sisa-sisa akar-akar yang sakit dapat disingkirkan dari areal penanaman.
Pembukaan lahan sebaiknya dilakukan menjelang musim kemarau, dimaksudkan agar tanaman yang ditebang segera akan mengering. Kondisi kering ini akan mempermudah dalam penanganan selanjutnya, apakah kayu hasil penebangan akan dimanfaatkan sebagai kayu log atau selainnya. Di wilayah Sumatera Utara umumnya musim kemarau jatuh pada bulan Februari s.d Juni. Tahapan penyiapan lahan secara mekanis adalah sebagai berikut :
a. Penumbangan dan pengumpulan pohon
Tanaman tua ditumbangkan dengan meggunakan chain saw atau dengan didorong sampai tumbang dengan menggunakan bulldozer. Sewaktu penumbangan dengan chain saw tunggul harus disisakan sepanjang 30 cm untuk memudahkan dalam pembongkaran dan pencabutannya. Pohon karet yang sudah ditumbang kemudian di potong-potong sesuai keperluan misalnya untuk kayu log. Ranting dan cabang biasanya dikumpulkan sebagai sumber kayu bakar atau sebagai kayu asap.
b. Pembongkaran dan pengumpulan tunggul/perumpukan
Pembongkaran tunggul dilakukan dengan mendorong tunggul yang disisakan sepanjang 30 cm menggunakan crawler tractor dan dikumpulkan pada tiap-tiap barisan yang berjarak 10 m. Di beberapa daerah sisa-sisa tunggul masih bisa dijual sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan. Tunggul-tunggul yang sudah kering dikumpulkan menjadi beberapa bagian (spot-spot) lalu dibakar. Saat ini pembakaran sudah dilarang dalam penyiapan lahan, untuk mempercepat pelapukan sisa tunggul maka dapat dibantu dengan penanaman kacangan penutup tanah. Untuk daerah-daerah ber lereng sisa tunggul didorong ke daerah lembahan dan diharapkan akan melapuk dengan sendirinya.
c. Ripper
Ripper dilakukan apabila tahap pembongkaran sudah selesai dan sisa-sisa tunggul sudah dirumpuk menjadi spot-spot dan tidak berada dalam barisan lagi. Ripper dilakukan dua kali, Ripper pertama dilakukan dengan melintang ke arah Timur-Barat, Ripper kedua ke arah Utara-Selatan. Untuk lahan-lahan yang miring putaran pertama dilakukan ke atas dan kemudian ke bawah lalu dilanjutkan dengan rippper kedua dan seterusnya. Alat yang digunakan adalah Ripper yang ditarik dengan traktor rantai D6/D8. Kedalaman ripper 50 cm, selang waktu antara ripper I dengan ripper II berselang 2-3 minggu. Setiap kali ripper di ikuti dengan ayap akar. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sisa akar yang masih tertinggal ketika pembongkaran. Dalam pengelolaan perkebunan karet diusahakan agar akar berada di permukaan dan terkena cahaya matahari, tujuannya adalah untuk mengurangi potensi JAP dari sisa akar tanaman karet.
d. Luku (Bajak)
Pekerjaan luku dilakukan dua kali, dengan alat bajak piringan yang ditarik menggunakan traktor ban. Kedalam luku minimal 40 cm sesuai dengan distribusi akar serabut tanaman karet. Luku dilakukan sebanyak 2 kali dengan arah menyilang saling tegak lurus satu sama lainnya, interval waktu antara luku I dan luku II selang 2-3 minggu. Setiap kali pembajakan di ikuti dengan ayap akar.
Semua sisa akar tanaman dan potongan kayu karet yang masih tertinggal diayap secara manual dan dikumpulkan di tempat tertentu untuk mempermudah pemusnahannya.
BAGIAN TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
e. Garu (Harrow)
- BAG I, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG II, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG III, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG IV, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG V, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG VI, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG VII, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG VIII, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG IX, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
- BAG X, TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET
Garu dilakukan 2 kali . Garu pertama ke arah Utara-Selatan dan yang kedua ke arah Timur-Barat. Alat yang digunakan adalah tractor ban yang dilengkapi dengan 24 disk flow. Tujuannya adalah untuk menggemburkan dan meratakan permukaan tanah. Setiap selesai pekerjaan garu di ikuti dengan ayap akar, selang waktu garu I dengan garu II berselang 2-3 minggu.
f. Pembuatan teras
Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi erosi yaitu dengan pembuatan teras, benteng, rorak maupun parit di areal penanaman karet. Cara ini dalam pengawetan tanah berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta menyalurkan air dengan kekuatan yang tidak merusak.
Tindakan pengawetan tanah pada budidaya tanaman, didasarkan pada kelas kemiringan lahan yang ada. dibagi ke dalam 4 kelas yaitu :
1. Tanah datar (0-3%)
Tidak diperlukan pembuatan benteng, rorak, maupun teras. Umumnya yang dibutuhkan yaitu drainase untuk menampung dan mengalirkan air yang berlebihan.
2. Tanah bergelombang (4-10%)
Pada daerah dengan kemiringan 4-10% mulai nampak adanya erosi alur. Ini terjadi karena air tekonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu sehingga diperlukan pembuatan benteng dan rorak.
3. Tanah berbukit (11-100%)
Pada areal bukit diperlukan pembuatan teras bersambung.
4. Tanah curam (>100%)
Pada tanah curam dengan kemiringan > 100% tidak dianjurkan untuk usaha perkebunan karet. Untuk pengusahaan tanaman karet, kemiringan lahan sampai 47%.
Teras bersambung dibuat berdasarkan derajat kemiringan lahan dan jarak antar kontur diambil dari rata-rata kemiringan lahan. Makin tinggi kemiringannya maka jarak antar kontur semakin jauh. Lebar teras sekitar 2 m dengan permukaan teras miring kedalam ke arah lereng dengan sudut kemiringan 10o. Pembuatan teras dapat dilakukan secara manual atau dengan mekanis menggunakan traktor rantai D6. Pembuatan teras sebaiknya dimulai dari tempat yang tinggi (puncak bukit). Bagian dalam dari tiap titik penanaman dalam teras dibuat rorak (lubang sedalam 1.5-2m) untuk menampung kelebihan air ketika hujan turun.
g. Pembuatan saluran drainase
Drainase areal sering menjadi masalah utama yang dijumpai pada daerah datar, rendahan, dan areal yang sering kebanjiran. Untuk mengatasinya diperlukan pembuatan saluran drainase yang berguna untuk mencegah genangan air dan menurunkan permukaan air tanah. Banyaknya saluran tergantung dari kondisi lahan, ataupun tinggi rendahnya permukaan air tanah. Sebelum membangun saluran drainase harus direncanakan dimana titik pembuangan arahnya, dan berapa debit air yang harus dibuang. Dengan data yang diperoleh selanjutnya ditentukan berapa lebar dan dalam saluran yang akan dibuat dan tingkat jaringan saluran yang diperlukan.