Ada apa dengan kreatifitas ?
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-undang RI, 2003).
Indonesia sebagai negara yang berkembang memerlukan individu yang kreatif sebagaimana terdapat pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang telah disebut di atas. Kreatifitas merupakan karakteristik umum yang berkontribusi pada ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sosial dan lapangan teknologi (Palaniappan, 1998).
Rendahnya kreatifitas nampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat seperti bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, industri, penggunaan waktu luang dan kehidupan keluarga, demikian menurut pendapat Rogers (Suharnan, 1998). Bidang pendidikan misalnya banyak individu menunjukkan kecenderungan tidak mau berpikir yang berbeda dari kebiasaan orang pada umumnya, dan mengejar pendidikan formal yang lebih tinggi dari pada menjadi seorang pemikir orisinal yang bebas berkreasi.
Di lain pihak setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi seorang anak yang kreatif, karena sikap kreatif dipercaya merupakan bekal baginya untuk dapat survive menghadapi tantangan kehidupan. Dengan kreatifitas yang dimilikinya, seseorang dapat mewujudkan dirinya, akan lancar dan luwes dalam berpikir, dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, serta mampu melahirkan banyak gagasan. Kreatifitas juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Berpikir kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga akan memberikan kepuasan kepada diri sendiri (Lubis, 1997).
Kreatifitas sangat penting bagi kehidupan manusia. Ia diperlukan untuk mengatasi berbagai kesulitan, mencari jalan keluar dari segala keruwetan, mendobrak kemandegan dan untuk meraih cita-cita yang didambakan. Tanpa kreatifitas, seseorang akan sering terbentur kebuntuan, dan itu jelas akan menghambat, bahkan akan mengurangi semangat berprestasi.
Kreatifitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Tidak ada satu pun pernyataan yang dapat diterima secara umum mengenai mengapa suatu kreasi timbul. Kreatifitas sering dianggap terdiri dari 2 unsur, Pertama: Kefasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Kedua: Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Istilah kreatifitas digunakan untuk mengacu pada kemampuan individu yang mengandalkan keunikan dan kemahirannya untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan segar yang sangat bernilai bagi individu tersebut. Kreatifitas dapat juga dianggap sebagai kemampuan untuk menjadi seorang pendengar yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari alam bawah sadar. Oleh karena itu, kreatifitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu pengalaman untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas individu seseorang secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan alam.
Sekilas Tentang Psikoloi Islami
Psikologi Islami (Islamic Psychology) dapat diartikan suatu studi tentang jiwa dan perilaku manusia berdasarkan pandangan dunia Islam (Islamic world view). Sebagai suatu studi, haruslah suatu kajian yang sistematis dan obyektif. Sementara itu adalah suatu substansi yang ada dalam diri manusia yang memiliki pengaruh terhadap perilaku. Perilaku sendiri dapat diartikan sebagai ekspresi jiwa, baik yang tampak dan tak tampak.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan pandangan dunia Islam adalah cara memandang sesuatu dengan menempatkan sumber-sumber Islam (terutama Alqur’an dan Al-Hadits) sebagai bahan dasar dalam memahami manusia. Dalam pandangan Islam, pengetahuan atau kebenaran juga diperoleh melalui akal dan indra manusia.
1. Pengertian Kreatifitas
Kreatifitas yang dimiliki manusia lahir bersamaan dengan lahirnya manusia itu. Sejak lahir, manusia memperlihatkan kecenderungan mengaktualisasikan dirinya yang mencakup kemampuan kreatif. Kreatifitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin dirumuskan secara tuntas. Kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Biasanya orang mengartikan kreatifitas sebagai daya cipta, kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru. Kreatifitas adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Kreatifitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan (Munandar, 1982). Drevdhal menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya (Hurlock, 1990).
Kreatifitas menurut pandangan psikologi kognitif diartikan sebagai suatu aktifitas untuk menghasilkan hal-hal baru dalam memandang suatu permasalahan yang tidak terbatas bersifat praktis dalam nilai kegunaan, melainkan bagaimana ide itu bisa dihasilkan (Solso, 2001). Kreatifitas menurut Guilford diartikan sebagai konsep berpikir divergen, yaitu mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban untuk suatu pertanyaan atau masalah. Orang yang kreatif berdasarkan definisi Guilford berarti harus memiliki banyak alternative jawaban dan kaya akan ide terhadap suatu pemecahan masalah. Orang kreatif akan tampil dengan kepribadian yang tidak kaku dan gampang beradaptasi dengan lingkungan baru (Munandar, 1999).
Definisi kreatifitas dapat ditinjau dari empat aspek atau empat P yaitu yang pertama definisi Pribadi, kreatifitas mencerminkan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Kedua definisi Proses, bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir dan berperilaku. Ketiga, definisi Press/pendorong, kondisi internal dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta dan bersibuk diri secara kreatif dan eksternal yang mendorong seseorang ke perilaku kreatif. Keempat, definisi Produk, suatu karya dapat dikatakan kreatif jika merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinal dan bermakna bagi individu dan bagi lingkungannya (Munandar, 1999).
2. Proses kreatif
Graham Wallas dalam Semiawan, dkk (1988) menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung sebagai berikut :
a. Tahap I : Persiapan (preparation), pada tahap ini ide itu datang dan timbul dari berbagai kemungkinan. Namun biasanya ide itu berlangsung dengan hadirnya suatu keterampilan, keahlian atau ilmu pengetahuan tertentu sebagai latar belakang atau sumber dari mana ide itu lahir.
b. Tahap II : Inkubasi (incubation). Dalam ilmu kedokteran, masa inkubasi menunjuk pada masa pengeraman suatu penyakit. Dalam pengembangan kreatifitas, pada masa ini diharapkan hadirnya suatu pemahaman serta kematangan terhadap ide yang tadi timbul (setelah dieram). Berbagai teknik dalam menyegarkan dan meningkatkan kesadaran itu seperti meditasi, latihan peningkatan kreatifitas dapat dilangsungkan untuk memudahkan‚ perembetan, perluasan dan pendalaman ide.
c. Tahap III : Iluminasi (illumination). Suatu tingkat penemuan saat inspirasi yang tadi diperoleh, dikelola, digarap, kemudian menuju pada pengembangan suatu hasil. Pada masa ini terjadi komunikasi terhadap hasilnya dengan orang yang signifikan bagi penemu, sehingga hasil yang telah dicapai dapat lebih disempurnakan lagi.
d. Tahap IV : Verifikasi (verification). Perbaikan dari perwujudan hasil dan tanggung jawab terhadap hasil menjadi tahap terakhir dari proses ini. Desiminasi dari perwujudan karya kreatif untuk diteruskan kepada masyarakat yang lebih luas terjadi setelah perbaikan dan penyempurnaan terhadap karyanya itu berlangsung.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreatifitas
Kuwato (1993) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi kreatifirtas, yaitu:
1. Faktor kemampuan berpikir yang mencakup inteligensi dan pemerkayaan bahan berpikir. Inteligensi merupakan petunjuk kualitas kemampuan berpikir, sedangkan pemerkayaan bahan berpikir dibedakan atas perluasan dan pendalaman dalam bidangnya dan bidang lain di sekitarnya.
2. Faktor kepribadian.
3. Faktor lingkungan . Suasana dan fasilitas yang memberikan rasa aman, kreatifitas akan dapat berkembang bila lingkungan memberi dukungan dengan kebebasan sebagai suasana yang mendukung perkembangan kreatifitas. Kebebasan yang diperlukan adalah kebebasan yang tetap mengacu pada norma yang berlaku tetapi saling menghargai sehingga memungkinkan rasa aman yang dinamis yang akan memberikan rangsangan dan kesempatan bagi kreatifitas.
Amabile (1983) menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi kreatifitas, yaitu :
1. Kemampuan kognitif, pendidikan formal dan informal mempengaruhi ketrampilan sesuai dengan bidang dan masalah yang dihadapi individu yang bersangkutan
2. Karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan disiplin diri, kesungguhan dalam menghadapi frustrasi dan kemandirian. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi individu dalam menghadapi masalah dengan menemukan ide-ide yang kreatif untuk memecahkan masalah.
3. Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik sangat mempengaruhi kreatifitas seseorang, karena motivasi intrinsik dapat membangkitkan semangat individu untuk belajar sebanyak mungkin untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi, sehingga individu dapat mengemukakan ide secara lancar, dapat memecahkan masalah dengan luwes, mampu mencetuskan ide-ide yang orisinal dan mampu mengelaborasi ide.
4. Lingkungan sosial, yaitu tidak adanya tekanan-tekanan dari lingkungan social seperti pengawasan, penilaian, maupun pembatasan-pembatasan dari pihak luar.
4. Orang Kreatif dari sudut pandang psikologi Islami
Biasanya orang yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktifitas yang kreatif. Orang yang kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada yang lain. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka sangat berarti, penting dan disukai mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain./ orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka.
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas dan kepetualangan yang luar biasa tampak pada orang kreatif, demikian juga keinginan yang besar untuk mencoba aktifitas yang baru dan mengasyikan (Munandar, 1999).
Orang berbakat kreatif biasanya mempuyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan. Ciri kreatif lainnya ialah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang lebih rumit dan misterius.
Orang beragama maupun tidak beragama dapat menjadi kreatif adalah pernyataan yang benar, tetapi belum lengkap. Syarat menjadi pribadi kreatif adalah individu yang menggunakan potensi jiwanya (akal- hati- nafsu) secara optimal dan positif. Orang-orang beragama (Islam) maupun yang kurang beragama bila memiliki semangat yang kuat untuk berbuat sesuatu bagi diri dan masyarakatnya, serta menggunakan akal dan pikirannya membuka kemungkinan untuk menjadi pribadi yang kreatif.
Orang yang beragama (Islam) dimungkinkan lebih optimal dalam menggunakan qalbu (hati nuraninya). Proses pembersihan atau pembeningan hati nurani disamping dilakukan dengan peduli kepada sesama (manusia dan alam) yang lebih penting adalah dengan banyak melakukan perbuatan yang tulus ikhlas kepada Tuhan. Keimanan yang kuat, ibadah yang rajin, amal sosial yang berbasis agama, dan pengalaman yang keagamaan yang kuat terbukti memungkinkan seseorang memperoleh ide-ide yang kreatif yang memiliki tingkat kebenaran yang lebih tinggi atau lebih abadi (Diana, 1999). Mengapa pemikiran `Ali bin Abi Thalib, Imam Alghazali, Ibnu Qayyim, al- Jauziyah, tetap dapat dinikmati setelah rentang waktu ratusan bahkan ribuan tahun bahkan lebih. Tidak lain adalah karena ide-ide yang ada di dalamnya memiliki tingkat kebenaran yang lebih tinggi, sehingga dapat bertahan dalam berbagai zaman.
Alqur’an ibarat peti yang mengandung begitu banyak barang yang tiada habisnya. Ia adalah sumber segala pengetahuan yang dibutuhkan manusia dalam mengaktualisasikan diri, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Benar apa yang dikatakan Imam Ali bin Abi Thalib bahwa Al-Qur’an memiliki keajaiban yang tiada habisnya dan kehebatan yang tak pernah tuntas.
Orang-orang yang beragama (Islam) yang kreatif mempergunakan akal dan qalbunya lebih optimal. Individu itu memiliki wadah kognitif spiritual yang lebih luas, dan individu itu dapat belajar bermacam-macam ilmu, dapat menyerap ilmu secara cepat dan luar biasa banyaknya (Nashori, 2004). Hal tersebut merupakan perintah Allah SWT untuk mengamalkan Al- Qur’an surat Al-’Alaq (96) ayat 1-5 yang artinya adalah :’ Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (’alaq). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya’. (QS. al-’Alaq 1-5). Maksudnya adalah manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk terbiasa membaca. Allah SWT juga bersumpah dalam Al- Qur’an surat al-Qalam (68) ayat 1-4, yang artinya adalah : ’’ Nun, demi kalam (pena) dan apa yang mereka tuliskan, berkat nikmat Tuhanmu, kamu sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya engkau benar-benar mendapat pahala besar yang tiada putus-putusnya, dan sebenarnya engkau sungguh-sungguh memiliki budi pekerti yang luhur’. Maksudnya bahwa Allah bersumpah dengan kalam, sebuah benda yang dengannya Allah SWT mengajarkan kepada manusia sesuatu yang tidak diketahui.
Semangat mengamalkan ayat-ayat tersebut mengakibatkan kemampuan untuk menerima pengetahuan begitu luar biasa. Genius dalam berbagai bidang dapat ditemukan dalam diri ilmuwan Islam, dan sangat sedikit ditemukan dalam diri ilmuwan non muslim. Ilmuwan Islam seperti Ibnu Sina, Al- Ghazali, dan yang lain adalah orang-orang yang menjadi ahli dalam bermacam-macam bidang atau disiplin ilmu. Ilmuwan barat hanya mencatat nama Leonardo da Vinci sebagai orang yang sukses di beragam lini (Nashori, 2004).
Orang-orang yang beragama (Islam) juga lebih optimal dalam kreatifitas, karena kreatifitas yang dihasilkan dibuat berdasarkan kerangka ibadah, ini diilhami oleh Al-Qur’an yang menyatakan bahwa ’Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah’. Orang yang terbaik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, demikian ungkapan Nabi dalam sebuah Hadits. Orang yang terbaik adalah yang dapat melakukan peran sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Orang yang terbaik adalah yang mengaktualisasikan rahmatan lil alamin. Maka, seorang muslim akan bekerja keras.
Semakin bagus yang dapat diberikan kepada orang lain, maka akan berupaya untuk berbuat yang terbaik bagi orang lain. Salah satu yang sangat diharapkan oleh manusia adalah bantuan orang lain yang membuat kehidupan manusia lebih baik, lebih enjoy, lebih bahagia dan lebih sejahtera (Nashori, 2004).