Pengertian Dan Arti Ideologi Menurut Para Ahli
Kata ideologi berasal dari dua kata, yaitu ideo yang berarti cita-cita dan logos yang berarti ilmu, pengetahuan, dan paham. Dengan demikian ideologi dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan/ilmu/paham mengenai cita-cita. Ideologi sebenarnya merupakan penjelmaan dari filsafat, dan seperti halnya filsafat, maka ideologi juga memiliki pengertian yang berbeda, karena masingmasing bertolak dari filsafati yang berbeda pula.
Beberapa pengertian ideologi yang dikemukakan para ahli antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menurut Heuken
Ideologi adalah (a) ilmu tentang cita-cita, gagasan atau buah pikiran; (b) pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan tertentu; (c) kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya.
b. Sastraprateja
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.
c. Murdiono
Ideologi adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari beberapa pengertian tentang ideologi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan cita-cita yang terdiri atas seperangkat gagasan-gagasan atau pemikiran manusia mengenai soal cita-cita politik, doktrin atau ajaran, nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perlunya ideologi bagi suatu bangsa
Mengapa setiap bangsa memerlukan ideologi? Bagi suatu bangsa dan negara, ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraannya. Oleh karena itu ideologi mereka menjawab secara meyakinkan pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan dengan itu, ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya.
Apa sesungguhnya inti dari ideologi itu? Ideologi berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian atau sistem nilai dasar itu mereka mengetahui bagaimana cara yang paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar atau adil, dalam bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan dan membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya.
Ideologi memiliki beberapa fungsi bagi hidup dan kehidupan bangsa, antara lain:
a. Sebagai landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadiankejadian di alam sekitarnya
b. Sebagai orientasi dasar yang memberikan makna dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia
c. Sebagai norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Sebagai bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Sebagai kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Sebagai pendidikan bagi seseorang atau bangsa untuk memahami serta memolakan tingkah laku sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
Latar Belakang Pancasila sebagai Ideologi
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak jaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa.
Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa yang lain, yang oleh pendiri negara dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip yang kemudian diberi nama Pancasila.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain, bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa. Secara historis, nilai-nilai Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
Sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan Kausa Materialis (asal bahan) Pancasila.
Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Dengan demikian, sebagai ideologi, Pancasila berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, bukan mengambil dari ideologi bangsa lain.
Oleh karena itu seharusnya Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah Dasar Negara. Dengan demikian Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, Pancasila merupakan Dasar Falsafah Negara atau Ideologi Negara karena memuat norma-norma yang paling mendaasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk-bentuk penyelenggaraan negara serta kebijakan-kebijakan penting yang diambil dalam proses pemerintahan.
Proses Perumusan Pancasila
Istilah Pancasila telah dikenal sejak jaman Majapahit pada abad XIV. Istilah Pancasila tercantum dalam buku Sutasoma yang mempunyai dua arti yaitu berbatu sendi yang lima dan pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu :
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak minum minuman keras 5
Proses perumusan Pancasila diawali dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Choosakai pada tanggal 29 April 1945 yang dikeluarkan oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat. Badan ini dibentuk pemerintah Jepang sebagai tindak lanjut (realisasi) dari “Janji Kemerdekaan” bagi Bangsa Indonesia yang diucapkan Perdana Menteri Koiso pada tanggal 7 September 1944 di depan Parlemen Jepang di Tokyo. BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945.
BPUPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei–1 Juni 1945 untuk membicarakan dasar Indonesia Merdeka (Philosofie Gronslag). Pada sidang tersebut muncul usulan rumusan dasar negara dari Mohammad Yamin (29 Mei 1945), Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945), dan dari Ir. Soekarno (1 Juni 1945).
Gagasan yang diusulkan oleh Mohammad Yamin adalah: (1) Peri Kebangsaan, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Peri KeTuhanan, (4) Peri Kerakyatan, (5) Kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Prof. Dr. Soepomo mengusulkan hal-hal sebagai berikut: (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3) Mufakat dan Demokrasi, (4) Musyawarah, (5) Keadilan.
Selanjutnya, Ir. Soekarno mengusulkan beberapa hal: (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, (4) Mufakat atau Demokrasi, (5) Kesejahteraan Sosial dan (6) Ketuhanan Yang Maha Esa. Ir. Soekarno kemudian memberi nama Pancasila atas lima asas yang diusulkannya yang diusulkannya yang diterima baik oleh BPUPKI dengan beberapa usulan perbaikan. Atas dasar itulah maka tanggal 1 Juni 1945 dikenal sebagai hari lahir istilah Pancasila sebagai nama Dasar Negara kita.
1. Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk panitia perumus dengan tugas membahas dan merumuskan gagasan dasar negara Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama “Panitia Sembilan”. Panitia Sembilan tersebut berhasil merumuskan Piagam Jakarta yang berisi :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang BPUPKI yang kedua diselenggararakan tanggal 10 – 17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima oleh BPUPKI sebagai pembukaan dari Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia. Pada tanggal Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh pemerintah pendudukan Jepang, sebagai gantinya Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. PPKI mengadakan rapat pada tanggal 8 Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, SoekarnoHatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, K. H. A Wahid Hasyim dan Teuku Moh. Hasan untuk membahas masalah rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945.
Pembahasan itu terutama mengenai sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pemeluk agama lain, terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur merasa keberatan terhadap kalimat tersebut. Bahkan mereka mengancam akan mendirikan negara Indonesia bagian timur. Drs. Moh. Hatta dan keempat tokoh Islam kemudian memasuki salah satu ruangan untuk membahas masalah.
Dalam waktu 15 menit dicapai kesepakatan untuk mengganti sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mereka beralasan bahwa jika kalimat tersebut tidak diganti dikhawatirkan akan menjadi rintangan bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengucapan/pembacaan dan tata urutan sila-sila Pancasila tersebut kemudian ditegaskan dalam instruksi Presiden nomor 12 tahun 1968. Para ahli diantaranya Natanegara, Dardji Parmadihardja, dan Hazairin berpendapat bahwa sila-sila dalam Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena tiap sila mengandung empat sila lainnya. Selain itu susunan sila-sila Pancasila itu adalah sistematis hierarkis yang mengandung arti bahwa kelima sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat. Di mana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri didalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan.
Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka Pancasila adalah merupakan Pandangan Hidup Bangsa dan sebagai Dasar Negara. Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menggunakan Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari, agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin. Pengamalam Pancasila dalam kehidupan seharihari ini adalah sangat penting karena dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi (harmonis).
Berikut ini adalah bentuk-bentuk pengamalan dari setiap sila Pancasila yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(2) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan YME
(3) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa.
(4) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(6) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.Persatuan Indonesia
(1) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
(2) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(3) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(4) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(2) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
(3) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
4) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
(5) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(6) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(7) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Suka bekerja keras.
(7) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Pada kenyataannya semua hal diatas belum bisa dilaksanakan secara maksimal, hanya sebagian saja yang sudah terwujud dalam masyarakat, itupun terkadang masih banyak ketimpangan-ketimpangan.
1. Untuk sila ke-1, nilai-nilai yang sudah terwujud dalam masyarakat antara lain :
a. Percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hal ini dapat diwujudkan dengan taat beragama sesuai dengan agamanya masingmasing.
b. Membina kerukunan, kerjasama dan sikap saling hormat menghormati antar umat beragama dengan kepercayaan. Membina kerukunan diawali dengan sikap saling menghormati dan setelah adanya kerukunan biasanya terjalin kerja sama. Misalnya saja untuk masalah ibadah, dalam suatu forum yang melewati waktu ibadah pasti terdapat selang waktu istirahat, hal ini dilakukan karena untuk memberi kesempatan bagi yang akan beribadah.
2. Sila ke-2, mengenai nilai kemanusiaan dalam masyarakat sudah terlaksana dengan baik. Disaat Indonesia sedang banyak mengalami musibah, banyak sekali bantuan yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Masyarakat banyak yang ikut berbondong-bondong membantu baik secara fisik yaitu dengan terjun langsung ke medan. Biasanya banyak dilakukan oleh para mahasiswa dan materi juga datang dari berbagai pihak bahkan dari stasiun-stasiun televisi yang mencanangkan program peduli kasih, pundi amal dan sebagainya.
3. Sila ke-3, semangat persatuan dan kesatuan para pejuang Indonesia yang telah berhasil mencapai kemerdekaan harus kita teladani dalam kehidupan sekarang ini. Namun seiring dengan perkembangan jaman semangat itu semakin luntur.
Contoh sikap yang menggambarkan persatuan dan kesatuan antara lain :
a. Sikap gotong royong warga masyarakat pedesaan tanpa pamrih dan semangat kekeluargaan.
b. Bergaul bersama dengan rukun tanpa membeda-bedakan asal usul teman.
4. Sila ke-4
Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Namun hal dan kewajiban tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan bersama karena kodrat manusia sebagai makhluk sosial bukanlah makhluk individu. Selain itu, kita juga harus mengharagi kepentingan orang lain, misalnya dalam suatu rapat terjadi perbedaan pendapat antar anggota dan kita sebagai warga negara yang baik harus menghargai pendapat orang lain, mencari pemecahannya secara musyawarah, lalu keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
5. Sila ke-5
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spirituil.
Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Namun, dalam penerapannya sekarang ini, banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan di negara kita, misalnya dalam bidang ekonomi terjadi ketimpangan perekonomian antara Jakarta dengan wilayah di luar Jakarta. Dalam bidang pendidikan, terjadi ketimpangan fasilitas pendidikan antara sekolah-sekolah di Jawa dengan yang di luar Jawa. Dalam bidang sosial pun masih banyak sekali terjadi ketimpangan.