Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya : Air adalah suatu sumber daya alam yang terbatas dan merupakan suatu barang publik yang fundamental bagi kehidupan dan kesehatan. Hak asasi manusia atas air merupakan hal yang tidak bisa ditinggal dalam menjalani suatu kehidupan yang bermartabat. Hak ini merupakan kebutuhan awal bagi pemenuhan hak asasi manusia lainnya. Komite secara kontinyu telah dihadapkan pada peniadaan yang meluas terhadap hak atas air, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Lebih dari satu miliar orang kekurangan akses kepada suplai dasar air, sementara beberapa milyar yang lainnya tidak mempunyai akses kepada sanitasi yang layak, hal mana merupakan penyebab utama kontaminasi air serta penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air. Kontaminasi yang terus menerus, penipisan kandungan serta distribusi air yang tak seimbang memperburuk kemiskinan yang telah ada. Negara penandatangan harus melaksanakan suatu tindakan efektif untuk merealisasikan, tanpa diskriminasi, hak atas air, seperti yang digariskan dalam Komentar Umum ini.
Dasar Hukum Hak Atas Air
1. Hak asasi manusia atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik. Jumlah air bersih yang memadai diperlukan untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi resiko penyakit yang berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan kebutuhan higienis personal dan domestik.
2. Pasal 11, paragraf 1 Kovenan menunjukkan beberapa hak yang berasal dari, serta tidak bisa ditinggalkan bagi, realisasi hak atas standar kehidupan yang layak “termasuk bahan pangan, pakaian dan tempat tinggal yang layak”. Penggunaan kata “termasuk” disini mengindikasikan bahwa kumpulan hak-hak ini tidak berhenti sampai disini. Hak atas air secara jelas masuk dalam kategori jaminan mutlak untuk memenuhi standar kehidupan yang layak, khususnya karena hak ini adalah salah satu kondisi yang paling fundamental untuk bertahan hidup. Lebih jauh lagi, Komite telah mengakui bahwa air adalah suatu hak asasi manusia yang termuat dalam pasal 11, paragraf 1 (lihat Komentar Umum no 6 (1995)).[1] Hak atas air juga merupakan tak bisa dilepaskan dari hak untuk mendapatkan standar kesehatan tertinggi (pasal 12, paragraf 1) dan hak atas perumahan yang layak serta hak atas bahan pangan yang layak (pasal 11, paragraf 1) Hak-hak tersebut juga harus dipahami dalam kaitan dengan hak-hak yang tercantum dalam Piagam Hak Asasi Manusia Internasional, khususnya hak atas martabat hidup dan kemanusiaan.
3. Hak atas air telah diakui dalam banyak dokumen-dokumen internasional, termasuk perjanjian, deklarasi dan norma-norma lainnya. [2] Misalnya, pasal 14, paragraf 2 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menyatakan bahwa Negara penandatangan harus menjamin kepada perempuan hak untuk “menikmati kondisi hidup yang layak, terutama dalam kaitan dengan [...] suplai air”. Pasal 24 paragraf 2 Konvensi Hak Anak-anak mewajibkan Negara penandatangan untuk memerangi penyakit dan kekurangan gizi “melalui pengaturan tentang makanan bergizi dan air minum yang layak”.
4. Hak atas air telah secara konsisten diketengahkan oleh Komite pada saat pembahasan laporan negara-Negara penandatangan, sesuai dengan pedoman umum komite yang telah direvisi berkaitan dengan format dan isi laporan yang akan diajukan oleh Negara penandatangan sesuai dengan pasal 16 dan 17 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, beserta komentar-komentar umumnya.
5. Air dibutuhkan untuk tujuan yang berbeda-beda, selain penggunaan personal dan domestik, untuk merealisasikan bermacam-macam hak yang ada dalam Kovenan. Misalnya, air dibutuhkan untuk memproduksi makanan (hak atas bahan pangan yang layak) serta menjamin hieginitas lingkungan (hak atas kesehatan). Air sangat dibutuhkan untuk menjamin standar kehidupan (hak untuk mandapatkan nafkah dengan bekerja) dan untuk menikmati praktek-praktek budaya tetentu (hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya). Meski demikian, prioritas alokasi air harus diberikan kepada hak atas air untuk penggunaan personal dan domestik. Prioritas juga harus diberikan kepada sumberdaya air yang dibutuhkan untuk mencegah kelaparan dan penyakit, juga yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban inti dari setiap hak yang diatur dalam Kovenan.
Air dan Hak-hak dalam Kovenan
Komite mencatat pentingnya menjamin akses berkelanjutan kepada sumberdaya air bagi pertanian untuk merealisasikan hak atas bahan pangan yang layak (lihat Komentar Umum no. 12 (1999)).[3] Perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa petani-petani yang tidak beruntung dan termarjinalisasi, termasuk petani perempuan, mempunyai akses yang sama terhadap air dan sistem manajemen air, termasuk pola panen hujan berkelanjutan serta teknologi irigasi. Dengan memperhatikan tugas yang terkandung dalam pasal 1, paragraf 2 Kovenan, yang menyatakan bahwa seseorang tidak bisa “dicabut mata pencahariannya”, Negara penandatangan harus menjamin bahwa akses air yang memadai bagi pertanian untuk mencari nafkah serta untuk menjamin standar kehidupan bagi masyarakat adat.
Kesehatan lingkungan, sebagai salah satu aspek hak atas kesehatan sesuai pasal 12, paragraf 2 (b) Kovenan, mencakup pengambilan langkah-langkah yang tidak diskriminatif untuk mencegah ancaman kesehatan yang disebabkan oleh kondisi air yang tidak aman dan beracun. Misalnya, Negara penandatangan harus menjamin bahwa sumberdaya air alami harus terlindungi dari kontaminasi bahan-bahan berbahaya dan mikroba-mikroba patogen. Demikian juga halnya, Negara penandatangan harus memantau dan melawan keadaan dimana ekosistem air menjadi habitat pembawa-pembawa penyakit yang menimbulkan resiko bagi lingkungan hidup manusia.
MUATAN NORMATIF HAK ATAS AIR
Hak atas air berisikan kebebasan-kebebasan dan hak-hak. Kebebasan ini termasuk hak untuk menjaga akses kepada suplai air yang ada yang dibutuhkan untuk terpenuhinya hak atas air, dan hak untuk bebas dari gangguan, seperti hak untuk bebas dari pemutusan sewenang-wenang atau kontaminasi suplai air. Sebaliknya, “hak” termasuk hak atas sistem suplai dan manajemen air yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak atas air.
Unsur-unsur hak atas air harus memadai bagi martabat, kehidupan dan kesehatan manusia, sesuai dengan pasal 11 paragraf 1 dan pasal 12. Kelayakan air tidak bisa diartikan secara sempit, dengan mengacu hanya pada kuantitas dan teknologi yang digunakan. Air harus diperlakukan sebagai suatu barang sosial dan budaya, tidak hanya sebagai barang ekonomis. Pemenuhan hak atas air juga harus bersifat berkelanjutan, menjamin bahwa hak tersebut dapat terus dipenuhi untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Meskipun kelayakan air tersebut bisa berbeda-beda sesuai dengan situasinya, faktor-faktor berikut ini berlaku di semua kesempatan :
a. Persediaan. Suplai air untuk setiap orang harus memadai dan kontinyu untuk penggunaan personal dan domestik. Penggunaan-penggunaan ini biasanya termasuk minum, sanitasi personal, cuci pakaian, penyiapan makanan, kebersihan personal dan rumah tangga. Kuantitas air yang tersedia bagi setiap orang harus disesuaikan dengan pedoman WHO. Beberapa individu dan kelompok mungkin membutuhkan air yang lebih banyak karena alasan kesehatan, iklim dan kondisi kerja;
b. Kualitas. Air yang dibutuhkan untuk penggunaan personal dan domestik harus aman, oleh karena itu harus bebas dari mikro organisme, substansi kimia, dan bahaya radiologis yang membahayakan kesehatan manusia. Lebih lanjut, air tersebut harus mempunyai warna, bau dan rasa yang bisa diterima bagi penggunaan personal dan domestik.
c. Aksesibilitas. Air serta fasilitas dan layanan pengairan harus bisa diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi, di seluruh wilayah Negara penandatangan. Aksesibilitas mempunyai empat dimensi yang saling berkaitan :
(i) Aksesibilitas fisik; air, dan fasilitas dan layanan pengairan yang memadai, harus berada dalam jangkauan fisik yang aman bagi semua bagian masyarakat. Air yang memadai, aman dan bisa diterima harus bisa diakses dari, atau berada di sekitar, setiap rumah tangga, lembaga pendidikan atau tempat kerja.[4] Seluruh fasilitas dan layanan pengairan harus mempunyai kualitas memadai, layak secara budaya, sensitif terhadap jender, daur ulang dan kebutuhan privasi. Keamanan fisik tidak boleh diganggu selama akses kepada fasilitas dan layanan pengairan.
(ii) Aksesibilitas Ekonomis: Air, dan fasilitas serta layanan pengairan, harus terjangkau (biayanya) oleh setiap orang. Biaya langsung maupun tak langsung serta tagihan yang berkaitan dengan jaminan pengairan harus terjangkau, dan tidak boleh membahayakan realisasi hak-hak lain yang diatur dalam Kovenan.
(iii) Non Diskriminasi : Air, dan fasilitas serta layanan pengairan harus bisa diakses oleh semua orang, termasuk pihak-pihak yang paling rentan atau termarjinalisasi dalam masyarakat, secara hukum dan secara nyata, tanpa diskriminasi atas dasar-dasar yang terlarang; dan
(iv) Aksesibilitas informasi : Aksesibilitas termasuk hak untuk mencari, menerima dan memberikan informasi mengenai masalah air.
Topik-topik khusus dengan penerapan yang luas
Non Diskriminasi dan Persamaan
- Kewajiban Negara penandatangan untuk menjamin bahwa hak atas air dinikmati tanpa diskriminasi (pasal 2 paragraf 2), serta sama bagi laki-laki dan perempuan (pasal 3), meliputi semua kewajiban yang diatur dalam Kovenan. Oleh karena itu, Kovenan melarang semua diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, umur, bahasa, agama, opini politik atau lainnya, asal negara atau asal sosial, harta kepemilikan, kelahiran, cacat fisik atau mental, status kesehatan (termasuk HIV/AIDS), orientasi seksual atau sipil, status politik, sosial atau lainnya, yang bermaksud atau mempunyai efek meniadakan atau mengurangi pemenuhan yang sama dari hak atas air. Komite mengingatkan kembali paragraf 12 dari Komentar Umum no. 3 (1990), yang menyatakan bahwa bahkan ketika terjadi keterbatasan sumberdaya yang parah, anggota-anggota yang lemah dari masyarakat harus dilindungi dengan pelaksanaan program yang membutuhkan biaya relatif rendah.
- Negara penandatangan harus mengambil langkah untuk menghapuskan diskriminasi de facto dengan alasan yang terlarang, dimana individu atau kelompok-kelompok tercabut hak atau cara-caranya, yang diperlukan untuk memenuhi hak atas air. Negara penandatangan harus memastikan bahwa alokasi sumberdaya air, dan investasi dalam sektor pengairan, memfasilitasi akses kepada air bagi semua anggota masyarakat. Alokasi sumberdaya yang tidak memadai bisa mengakibatkan diskriminasi yang mungkin tidak kentara. Misalnya, investasi tidak boleh secara tak proporsional ditujukan bagi layanan dan fasilitas suplai air berbiaya tinggi yang sering hanya bisa diakses oleh sebagian kecil masyarakat, daripada menginvestasikannya di layanan dan fasilitas yang menguntungkan bagian yang jauh lebih luas di masyarakat.
- Dalam hal hak atas air, Negara penandatangan mempunyai suatu kewajiban khusus untuk menyediakan alat-alat/ cara-cara untuk mendapatkan air atau fasilitas pengairan bagi mereka yang tidak mempunyainya, serta untuk mencegah terjadinya diskriminasi dengan alasan-alasan yang terlarang secara internasional dalam hal penyediaan air atau fasilitas pengairan.
- Karena hak atas air berlaku untuk setiap orang, maka Negara penandatangan harus memberikan perhatian khusus pada individu-individu atau kelompok yang secara tradisional menghadapi kesulitan dalam menikmati hak ini, termasuk perempuan, anak-anak, kelompok minoritas, masyarakat adat, pebgungsi, pencari suaka, orang-orang terlantar, buruh migran, tawanan dan tahanan. Pada khususnya, Negara penandatangan harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa :
a) Perempuan tidak dikecualikan dari proses pengambilan keputusan mengenai sumber daya dan cara perolehan air. Beban tak proporsional yang ditanggung oleh perempuan dalam hal pengadaan air harus ditiadakan;
b) Anak-anak tidak dihalangi untuk menikmati hak asasi mereka karena kurangnya air pada lembaga-lembaga pendidikan atau rumah mereka atau melalui beban dalam bentuk kewajiban pengadaan air. Penyediaan pengairan yang memadai bagi lembaga pendidikan yang saat ini tidak memiliki air minum yang layak harus dianggap sebagai permasalahan yang mendesak;
c) Pedesaan dan kawasan kumuh perkotaan mempunyai akses kepada fasilitas pengairan yang dijalankan dengan baik. Akses kepada sumber air tradisional di kawasan pedesaan harus dilindungi dari gangguan dan polusi yang bersifat ilegal. Kawasan kumuh kota, termasuk tempat penampungan informal, dan tunawisma, harus mempunyai akses kepada fasilitas air yang dijalankan secara baik. Tidak boleh ada rumah tangga yang dicabut hak atas airnya atas dasar status rumah atau tanahnya;
d) Akses masyarakat adat kepada sumber daya air di tanah leluhur mereka harus dilindungi dari gangguan dan polusi ilegal. Negara harus menyediakan sumberdaya bagi masyarakat adat untuk merancang, melaksanakan dan mengontrol akses mereka kepada air;
e) Komunitas nomaden dan pengembara mempunyai akses kepada air yang layak di tempat-tempat berteduh tradisional atau buatan;
f) Pengungsi, pencari suaka, orang-orang terlantar atau orang yang kembali ke suatu negara, harus mempunyai akses kepada air yang layak, baik apakah mereka bertempat di kamp-kamp atau kawasan perkotaan ataupun di kawasan pedesaan. Pengungsi dan pencari suaka harus diberikan hak atas air dalam kondisi yang sama dengan yang dinikmati oleh warga negara itu;
g) Tawanan dan orang tahanan disediakan air yang memadai dan aman untuk kebutuhan mereka sehari-hari, dengan mengacu pada aturan-aturan dalam hukum humaniter internasional dan Aturan Standar Minimum bagi Perlakuan Tawanan PBB.
h) Kelompok-kelompok yang memiliki kesulitan akses kepada air secara fisik, seperti para lanjut usia, orang cacat, korban bencana alam, orang yang hidup di daerah rawan bencana, dana orang-orang yang hidup di daerah yang gersang atau semi gersang, atau di suatu pulau terpencil harus disediakan pengairan yang aman dan memadai.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN NEGARA PENANDATANGAN
Kewajiban-kewajiban hukum umum
- Meskipun Kovenan memberikan suatu realisasi yang bersifat progresif serta memaklumi keterbatasan-keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, Kovenan juga membebankan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan dengan segara. Negara penandatangan mempunyai kewajiban yang bersifat segera dalam hal hak atas air, misalnya jaminan bahwa hak atas air akan dijalankan tanpa diskriminasi sedikitpun (pasal 2, paragraf 2) serta kewajiban untuk mengambil langkah-langkah (pasal 2, paragraf 1) menuju realisasi penuh pasal 11 paragraf 1 dan pasal 12. Langkah-langkah tersebut harus dilaksanakan dengan saksama, konkret dan ditujukan untuk realisasi penuh hak atas air.
- Negara penandatangan mempunyai tugas yang tetap dan kontinyu sesuai Kovenan untuk bergerak secepat dan seefektif mungkin menuju realisasi penuh hak atas air. Realisasi dari hak tersebut haruslah bisa dijalankan dan praktis, karena seluruh Negara mempunyai kontrol atas jaringan sumber daya yang luas, termasuk sumber daya air, teknologi, keuangan dan bantuan internasional, seperti halnya semua hak yang diatur dalam Kovenan.
- Terdapat suatu anggapan yang kuat bahwa suatu tindakan yang bersifat retrogresif dalam hal hak atas air adalah dilarang oleh Kovenan.[6] Jika tindakan semacam itu dilakukan, Negara penandatangan mempunyai beban pembuktian bahwa tindakan semacam itu dilakukan setelah melalui pertimbangan yang hati-hati terhadap semua alternatif serta telah memperoleh justifikasi penuh dalam kaitan dengan keseluruhan hak yang diatur dalam Kovenan dan dalam konteks penggunaan sumberdaya Negara penandatangan telah dilakukan semaksimal mungkin.
Kewajiban Hukum Khusus
Hak atas air, seperti halnya semua hak asasi manusia, membebankan tiga jenis kewajiban bagi para Negara penandatangan : kewajiban untuk menghormati, kewajiban untk melindungi, dan kewajiban untuk memenuhi.
(a) Kewajiban untuk Menghormati
Kewajiban untuk menghormati mengharuskan Negara penandatangan untuk tidak menghambat langsung atau tidak langsung pemenuhan hak atas air. Kewajiban ini termasuk, diantaranya adalah, berhenti melibatkan diri dalam praktek-praktek atau aktivitas yang meniadakan atau membatasi akses yang sama kepada air yang memadai; secara sewenang-wenang mengganggu cara-cara alokasi air yang bersifat adat atau tradisional; secara ilegal mengurangi atau mencemari air, misalnya, dengan cara melalui limbah dari fasilitas milik negara atau melalui penggunaan atau uji coba senjata; serta membatasi akses kepada, atau menghancurkan, layanan dan infrastruktur pengairan sebagai suatu tindakan hukuman, misalnya dalam suatu konflik bersenjatayang melanggar hukum humaniter internasional.
Komite memperhatikan bahwa selama terjadinya konflik bersenjata, keadaan darurat dan bencana alam, hak atas air mencakup kewajiban-kewajiban yang mengikat Negara penandatangan menurut hukum humaniter internasional.[7] Ini termasuk perlindungan terhadap obyek-obyek yang mutlak dibutuhkan bagi keselamatan masyarakat sipil, termasuk instalasi dan suplai air serta sarana irigasi, perlindungan kepada lingkungan alam dari kehancuran berskala luas, jangka panjang dan parah serta menjamin bahwa masyarakat sipil dan tawanan mempunyai akses kepada air yang memadai.
(b) Kewajiban untuk Melindungi
Kewajiban untuk melindungi mengharuskan Negara penandatangan untuk mencegah pihak ketiga mengganggu dengan segala cara pemenuhan hak atas air. Pihak ketiga ini termasuk individu, kelompok-kelompok, perusahaan atau entitas lainnya seperti halnya agen-agen yang bertugas sesuai dengan wewenangnya. Kewajiban ini termasuk, diantaranya, penetapan peraturan yang dibutuhkan dan efektif atau tindakan lainnya untuk mencegah, misalnya, pihak ketiga yang meniadakan akses yang setara kepada air yang memadai; dan mencemari atau mengambil secara tidak patut dari suatu sumber air, termasuk sumber alam, sumur atau sistem distribusi air lainnya.
Jika suatu layanan pengairan (misalnya jaringan pipanisasi air, tanki air, akses kepada sungai atau sumur) dioperasikan oleh pihak ketiga, Negara penandatangan harus mencegah mereka membahayakan akses fisik, setara dan terjangkau kepada air yang memadai, aman dan bisa dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran semacam itu, sistem pengaturan yang efektif harus diadakan, sesuai dengan Kovenan dan Komentar Umum ini, yang mencakup pemantauan independen, partisipasi publik secara nyata, dan penjatuhan hukuman bagi yang tidak mematuhinya.
(c) Kewajiban untuk Memenuhi
Kewajiban untuk memenuhi terbagi atas kewajiban untuk memfasilitasi, mempromosikan dan menyediakan. Kewajiban untuk memfasilitasi mengharuskan Negara mengambil tindakan positif untuk membantu individu-individu atau komunitas menikmati hak ini. Kewajiban untuk mempromosikan mewajibkan Negara penandatangan mengambil langkah untuk memastikan bahwa terdapat penyuluhan yang memadai mengenai penggunaan air yang higienis, perlindungan sumber air dan metode untuk mengurangi penggunaan air secara berlebihan. Negara penandatangan juga diwajibkan untuk memenuhi (menyediakan) hak tersebut ketika individu-individu atau suatu kelompok tidak bisa, dengan suatu alasan yang berada diluar kuasa mereka, mewujudkan hak tersebut dengan cara-cara mereka sendiri.
Kewajiban untuk memenuhi mengharuskan Negara penandatangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan yang ditujukan untuk perwujudan penuh hak atas air. Kewajiban-kewajiban ini termasuk, diantaranya, pengakuan yang memadai atas hak ini ke dalam sistem politik dan hukum nasional, lebih disukai dengan cara implementasi legislatif; penetapan strategi pengairan nasional dan rencana aksi untuk mewujudkan hak ini; memastikan bahwa air menjadi terjangkau bagi semua orang; serta memfasilitasi akses yang baik dan berkelanjutan kepada air, terutama di derah pedesaan dan kawasan miskin kota.
Untuk memastikan bahwa air menjadi terjangkau, Negara penandatangan harus melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan termasuk, diantaranya : (a) penggunaan berbagai teknik-teknik dan teknologi berbiaya rendah yang baik; (b) kebijakan harga yang baik seperti air gratis atau murah; (c) tambahan pendaatan. Semua pembayaran bagi layanan pengairan harus didasarkan pada prinsip persamaan, menjamin bahwa layanan ini, baik itu dijalankan oleh swasta atau badan publik, terjangkau oleh semua orang, termasuk kelompok-kelompok yang tidak beruntung secara sosial dalam masyarakat. Prinsip persamaan menggariskan bahwa keluarga yang lebih miskin tidak boleh, secara tidak proporsional, dibebani pengeluaran atas air seperti halnya keluarga yang lebih kaya.
Negara penandatangan harus menetapkan strategi dan program yang komprehensif dan integratif untuk menjamin bahwa terdapat jumlah air yang memadai dan aman bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Strategi dan program tersebut mungkin termasuk : (a) mengurangi pengosongan sumber air melalui pengambilan, pengalihan dan pembuatan bendungan yang tak berkesinambungan; (b) mengurangi dan meniadakan kontaminasi terhadap batas air dan ekosistem yang berkaitan dengan air dengan unsur-unsur seperti radiasi, bahan kimia berbahaya dan ekskresi manusia; (c) memantau cadangan air; (d) memastikan bahwa usulan pembangunan tidak mengganggu akses kepada air yang layak; (e) memetakan dampak kejadian-kejadian yang mungkin mempengaruhi ketersediaan air dan batas air yang merupakan ekosistem alam, seperti perubahan iklim, penelantaran tanah dan peningkatan kadar garam dalam tanah, penggundulan hutan serta hilangnya keanekaragaman hayati; (f) meningkatkan penggunaan air secara efisien oleh pengguna akhir; (g) mengurangi penyia-nyiaan air dalam distribusinya; (h) mekanisme respon untuk keadaan darurat; (i) serta pembentukan lembaga yang kompeten dan tindakan-tindakan kelembagaan yang baik untuk melaksanakan strategi dan program tersebut.
Menjamin bahwa setiap orang mempunyai akses kepada sanitasi yang layak bukan hanya fundamental bagi martabat dan privasi manusia, tetapi juga salah satu mekanisme utama untuk melindungi kualitas suplai dan sumber air minum. Sesuai dengan hak atas perumahan yang sehat dan layak (lihat Komentar Umum no. 4 (1991) dan 14 (2000)) Negara penandatangan mempunyai suatu kewajiban untuk secara progresif memperluas layanan sanitasi yang aman, khususnya di kawasan pedesaan dan kawasan miskin kota, dengan mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan anak-anak.
Kewajiban-kewajiban Internasional
Pasal 2 paragraf 1 dan Pasal 11 paragraf 1 dan 23 dari Kovenan mengharuskan Negara penandatangan untuk mengakui peran penting kerjasama dan bantuan internasional serta melakukan tindakan, baik sendiri atau bersama-sama, untuk mencapai perwujudan penuh hak atas air.
Untuk memenuhi kewajiban internasional mereka dalam kaitan hak atas air, Negara penandatangan harus menghormati pemenuhan hak atas air di negara lain. Kerjasama internasional mengharuskan Negara penandatangan untuk menarik diri dari tindakan-tindakan yang mengganggu, langsung maupun tidak, dengan pemenuhan hak atas air di negara lain. Segala aktivitas yang dilakukan dalam wilayah yuridiksi Negara penandatangan tidak boleh menghilangkan kemampuan negara lain untuk mewujudkan hak atas air bagi orang-orang yang berada dalam wilayah yurisdiksi mereka.
Negara penandatangan setiap saat harus menahan diri untuk tidak menjatuhkan embargo atau tindakan-tindakan serupa lainnya yang menghalangi suplai air, demikian juga halnya dengan barang-barang atau layanan yang diperlukan untuk menjamin hak atas air.[13] Air tidak boleh dipergunakan sebagai instrumen penekan politis dan ekonomis. Dalam hal ini, Komite mengingat pendapatnya, dinyatakan dalam Komentar Umum no. 8 (1997), mengenai keterkaitan antara sanksi ekonomi dengan penghormatan kepada hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Negara penandatangan harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah warga negara dan perusahaan mereka melanggar hak atas air individu-individu atau komunitas di negara lain. Jika suatu Negara penandatangan bisa mempengaruhi pihak ketiga untuk menghormati hak tersebut, melalui cara hukum atau politis, tindakan-tindakan semacam itu harus sesuai dengan Piagam PBB dan hukum internasional yang berlaku.
Tergantung pada ketersediaan sumberdaya, Negara penandatangan wajib memfasilitasi hak atas air di negara lain, contohnya dengan melalui penyediaan sumber daya pengairan, bantuan keuangan dan teknis, serta memberikan bantuan yang diperlukan jika diminta. Dalam penyelamatan bencana dan bantuan darurat, termasuk bantuan terhadap pengungsi dan orang terlantar, hak-hak dalam Kovenan harus diprioritaskan, termasuk penyediaan air yang layak. Bantuan internasional harus diberikan dengan cara yang sesuai dengan Kovenan dan standar hak asasi lainnya, serta berkesinambungan dan bisa diterima secara budaya. Dalam hal ini, negara-negara maju secara ekonomis mempunyai tanggung jawab dan kepentingan khusus untuk membantu negara-negara yang lebih miskin.
Negara penandatangan harus memastikan bahwa hak atas air diberikan perhatian yang cukup dalam perjanjian internasional dan, dalam kaitan ini pula, harus mempertimbangkan pembentukan instrumen-instrumen hukum selanjutnya. Dengan memperhatikan kesimpulan dan implementasi perjanjian internasional dan regional lainnya, Negara penandatangan harus memastikan bahwa instrumen-instrumen ini tidak berdampak merugikan terhadap hak atas air. Perjanjian mengenai liberalisasi perdagangan tidak boleh membatasi atau mengahalangi kapasitas suatu negara untuk menjamin perwujudan sepenuhnya dari hak atas air.
Negara penandatangan harus memastikan bahwa perilaku mereka sebagai anggota dari organisasi-organisasi internasional mengindahkan hak atas air. Selaras dengan itu, Negara penandatangan yang merupakan anggota dari lembaga keuangan internasional, khususnya Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, serta bank-bank pembangunan regional, harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa hak atas air dipertimbangkan dalam kebijakan pinjaman, perjanjian kredit atau tindakan-tindakan internasional lainnya.
Kewajiban-kewajiban inti
Dalam Komentar Umum no. 3 (1990), Komite mengkonfirmasikan bahwa Negara penandatangan mempunyai suatu kewajiban inti untuk menjamin pemenuhan, setidaknya, tingkat pokok minimum dari setiap hak yang dinyatakan dalam Kovenan. Menurut pendapat Komite, setidaknya beberapa kewajiban inti dalam hal hak atas air yang bisa disebutkan, hak-hak mana berlaku segera :
(a) Untuk menjamin akses kepada jumlah air minimal, yang memadai dan aman bagi penggunaan personal dan domestik untuk mencegah penyakit
(b) Untuk menjamin bahwa hak atas akses kepada air dan fasilitas dan layanan pengairan tidak diskriminatif, terutama untuk kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi;
(c) Untuk menjamin akses fisik kepada fasilitas dan layanan pengairan yang memberikan air yang memadai, aman dan rutin; yang mempunyai jumlah outlet air yang cukup untuk menghindari waktu tunggu yang terlalu lama; dan yang berjarak cukup dekat dari rumah tangga;
(d) Untuk mnjamin bahwa keamanan personal tidak terganggu ketika melakukan akses fisik kepada air;
(e) Untuk menjamin distribusi yang adil dari semua fasilitas dan layanan pengairan;
(f) Untuk menetapkan dan mengimplementasikan suatu strategi pengairan nasional dan suatu rencana aksi yang ditujukan bagi seluruh populasi; strategi dan rencana aksi tersebut harus direncanakan dengan baik, dan ditinjau secara periodik, dengan landasan proses yang partisipatif dan transparan; hal tersebut harus termasuk metode-metode, seperti hak atas indikator dan tolok ukur pengairan, yang dengannya kemajuan bisa dipantau dengan cermat; proses perencanaan strategi dan rencana aksi, juga muatannya, harus memberikan perhatian khusus bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung dan termarjinalisasi;
(g) Untuk memantau perwujudan, atau tak terwujudnya, hak atas air;
(h) Untuk melaksanakan program pengairan berbiaya rendah untuk melindungi kelompok-kelompok rentan dan termarjinalisasi;
(i) Mengambil tindakan untuk mencegah, merawat dan mengontrol penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air, khususnya menjamin adanya sanitasi yang layak;
Untuk menghindari adanya keraguan, Komite ingin menegaskan bahwa secara khusus dibebankan kepada Negara penandatangan, dan pihak-pihak lain yang bisa membantu, untuk memberikan bantuan dan kerjasama internasional, terutama ekonomis dan teknis yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memenuhi kewajiban inti mereka sebagaimana dinyatakan dalam paragraf 37 diatas.
PELANGGARAN-PELANGGARAN
Ketika muatan normatif dari hak atas air (lihat bagian II) diterapkan pada kewajiban-kewajiban Negara penandatangan (bagian III), suatu proses telah dimulai, yang memfasilitasi proses identifikasi pelanggaran terhadap hak atas air. Paragraf-paragraf di bawah ini menggambarkan beberapa pelanggaran terhadap hak atas air.
Untuk menunjukkan ketaatan kepada kewajiban-kewajiban umum dan khusus mereka, Negara penandatangan harus membuktikan bahwa mereka relah mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan praktis menuju perwujudan hak atas air. Sesuai dengan hukum internasional, kegagalan untuk melakukan sesuatu berdasarkan itikad baik menunjukkan pelanggaran atas hak tersebut. Harus ditekankan bahwa suatu Negara penandatangan tidak bisa menjustifikasi ketidakpatuhannya kepada kewajiban inti mereka sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 37 diatas, kewajiban mana tidak bisa dibatalkan.
Dalam menentukan tindakan atau pengecualian mana yang merupakan pelanggaran terhadap hak atas air, penting untuk membedakan atara ketidakmampuan dengan ketidakmauan dari suatu Negara penandatangan untuk mematuhi kewajiban mereka dalam hal hak atas air. Ini mengikuti ketentuan dalam pasal 11 paragraf 1 dan 12, yang menjelaskan mengenai hak atas standar kehidupan yang layak dan hak atas kesehatan, seperti juga halnya pasal 2 paragraf 1 Konvenan, yang mewajibkan setiap Negara penandatangan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dengan menggunakan seluruh sumberdaya yang ada padanya. Suatu Negara yang tidak mau menggunakan seluruh sumberdaya yang ada padanya bagai perwujudan hak atas air berarti melanggar kewajibannya sesuai yang diatur oleh Kovenan. Jika keterbatasan sumberdaya mengakibatkan suatu Negara penandatangan tidak bisa menjalankan secara penuh kewajibannya, maka Negara tersebut harus membuktikan bahwa semua upaya telah dilakukan untuk menggunakan seluruh sumberdaya yang ada padanya dengan tujuan untuk memenuhi, sebagai suatu prioritas, kewajiban-kewajibannya.
Pelanggaran terhadap hak atas air bisa terjadi melalui tindakan dalam tugas, tindakan langsung dari suatu Negara penandatangan atau oleh entitas lainnya yang tidak diatur secara memadai oleh Negara. Pelanggaran ini termasuk, misalnya, pelaksanaan suatu tindakan yang bersifat retrogresif yang tidak sesuai dengan kewajiban inti (diulas dalam paragraf 37 diatas), penolakan atau penundaan formal peraturan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kontinyu hak atas air, atau penetapan peraturan yang secara nyata tidak sesuai dengan kewajiban domestik atau internasional yang sudah ada dalam hal hak atas air.
Pelanggaran melalui tindakan dalam tugas termasuk kegagalan untuk mengambil tindakan-tindakan yang memadai menuju perwujudan penuh hak setiap orang atas air, kegagalan untuk mempunyai suatu kebijakan nasional tentang air dan kegagalan untuk menegakkan hukum yang berkaitan.
Meskipun tidak mungkin untuk menyebutkan di muka suatu daftar lengkap pelanggaran, beberapa contoh tipikal yang berkaitan dengan jenjang kewajiban, yang timbul dari hasil kerja Komite, bisa diidentifikasi hal berikut ini :
a. Pelanggaran kewajiban untuk menghormati tiimbul dari campur tangan Negara terhadap hak atas air. Hal ini termasuk, diantaranya : (i) pemutusan atau pengecualian sewenang-wenang atau tanpa alasan dari layanan atau fasilitas pengairan; (ii) harga air yang diskriminatif atau meningkat tak terjangkau; dan (iii) pencemaran atau pengurangan sumber daya air yang mempengaruhi kesehatan manusia;
b. Pelanggaran kewajiban untuk melindungi timbul dari kegagalan Negara untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk melindungi semua orang dalam yurisdiksinya dari pelanggaran hak atas air oleh pihak ketiga.[14] Hal ini termasuk, diantaranya : (i) kegagalan untuk menegakkan hukum yang mencegah pencemaran atau pengambilan air yang tidak adil; (ii) kegagalan untuk secara efektif mengatur penyedia layanan pengairan; (iii) kegagalan untuk melindungi sistem distribusi air (misalnya, jaringan pipanisasi dan sumur-sumur) dari gangguan, kerusakan atau kehancuran; dan
c. Pelanggaran kewajiban untuk memenuhi terjadi melalui kegagalan Negara untuk mengambil semua langkah yang diperlukan bagi perwujudan penuh hak atas air. Contoh-contohnya termasuk, diantaranya : (i) kegagalan untuk menetapkan atau mengimplementasikan kebijakan pengairan nasional yang dirancang untuk menjamin hak atas air bagi semua orang; (ii) pembelanjaan yang tidak memadai atau misalokasi sumberdaya publik yang mengakibatkan tak terwujudnya hak atas air oleh individu-individu atau kelompok-kelompok; (iii) kegagalan untuk memantau realisasi hak atas air pada skala nasional, misalnya dengan mengidentifikasi indikator dan tolok ukur hak atas air; (iv) kegagalan untuk mengambil tindakan untuk mengurangi distribusi layanan dan fasilitas pengairan yang tidak adil; (v) kegagalan untuk menetapkan mekanisme untuk keadaan darurat; (vi) kegagalan untuk memastikan bahwa tingkat pokok minimum hak atas air telah dinikmati oleh setiap orang; (vii) kegagalan suatu Negara untuk menjadikan kewajiban hukum internasionalnya sebagai bahan pertimbangan ketika melakukan perjanjian dengan negara lain atau dengan organisasi internasional.
IMPLEMENTASI PADA SKALA NASIONAL
Sesuai dengan pasal 2 paragraf 1 Kovenan, Negara penandatangan diwajibkan untuk menggunakan “segala cara yang dianggap layak, termasuk khususnya pelaksanaan tindakan legislatif” dalam implementasi kewajiban mereka sesuai Kovenan. Setiap Negara mempunyai suatu batasan diskresi dalam memetakan tindakan mana yang paling sesuai dengan keadaan mereka. Bagaimanapun, Kovenan secara tegas membebankan suatu tugas kepada setiap Negara penandatangan untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap orang, sesegera mungkin, menikmati hak atas air. Semua tindakan yang dirancang bagi perwujudan hak atas air ini tidak boleh mengganggu pemenuhan hak asasi manusia lainnya.
Peraturan, Strategi dan Kebijakan
Peraturan, strategi dan kebijakan yang telah ada harus ditinjau kembali untuk memastikan bahwa hal-hal tersebut sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang timbul dari hak atas air, dan harus dicabut, ditambah atau diubah jika inkonsisten dengan persyaratan Kovenan.
Tugas untuk mengambil langkah-langkah secara tegas membebankan kewajiban kepada Negara penandatangan untuk menetapkan suatu strategi atau rencana aksi nasional untuk mewujudkan hak atas air. Strategi ini harus : (a) berlandaskan hukum dan prinsip hak asasi manusia; (b) mencakup semua aspek hak atas air serta kewajiban-kewajiban Negara penandatangan yang berkaitan dengannya; (c) memberikan tujuan-tujuan yang jelas; (d) menetapkan target-target atau sasaran yang harus dicapai dan skala waktu untuk mencapainya; (e) merancang kebijakan serta tolok ukur dan indikator yang memadai. Strategi tersebut juga harus menentukan tanggung jawab kelembagaan bagi proses tersebut; mengidentifkasi sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tujuan, sasaran dan target; mengalokasikan sumberdaya secara layak sesuai dengan tanggung jawab kelembagaan; serta membentuk mekanisme untuk mengukur akuntabilitas untuk menjamin implementasi strategi tersebut. Ketika menyusun dan mengimplementasikan strategi nasional hak atas air mereka, Negara penandatangan harus membuka diri bagi bantuan dan kerjasama teknis dari lembaga-lembaga spesialis PBB (lihat bagian VI dibawah).
Penyusunan dan implementasi strategi dan rencana aksi pengairan nasional tersebut harus menghormati, diantaranya, prinsip non diskriminasi dan partisipasi masyarakat. Hak individu dan kelompok untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan hak atas air mereka harus menjadi bagian integral dari semua kebijakan, program atau strategi mengenai pengairan. Individu dan kelompok-kelompok harus diberikan akses penuh dan setara kepada informasi mengenai air, layanan dan lingkungan pengairan, yang diberikan oleh pejabat publik atau pihak ketiga.
Strategi dan rencana aksi pengairan nasional juga harus didasarkan pada prinsip akuntabilitas, transparansi dan kemandirian peradilan, karena pemerintahan yang baik adalah mutlak diperlukan bagi implementasi efektif hak asasi manusia, termasuk perwujudan hak atas air. Dalam rangka menciptakan iklim yang mendukung bagi perwujudan hak tersebut, Negara penandatangan harus mengambil langkah yang memadai untuk memastikan bahwa sektor bisnis swasta dan masyarakat sipil sadar akan, dan mengindahkan pentingnya, hak atas air dalam melakukan aktivitas mereka.
Mungkin akan dirasa menguntungkan bagi Negara penandatangan untuk menetapkan peraturan yang mengatur mengenai kerangka kerja untuk melaksanakan strategi mereka mengenai hak atas air. Peraturan semacam itu harus mencakup : (a) target-target atau sasaran yang harus dicapai dan skala waktu untuk mencapainya; (b) cara-cara untuk mencapai maksud; (c) kerjasama yang diinginkan dengan masyarakat sipil, sektor swasta dan organisasi internasional; (d) tanggung jawab kelembagaan untuk proses tersebut; (e) mekanisme pemantauan nasional; dan (f) prosedur penyelesaian dan jalan alternatif dalam menghadapi masalah.
Langkah-langkah harus diambil untuk memastikan bahwa terdapat suatu koordinasi yang memadai antara departemen, pejabat regional dan lokal dalam rangka untuk menyelaraskan kebijakan yang berkaitan dengan air. Jika implementasi dari hak atas air ini sudah didelegasikan kepada pejabat regional atau lokal, Negara penandatangan tetap pemegang tanggung jawab untuk taat terhadap kewajiban sesuai yang diatur dalam Kovenan, sehingga harus memastikan bahwa pejabat-pejabat ini mempunyai sumberdaya yang memadai untuk menjaga dan memperluas layanan dan fasilitas pengairan yang diperlukan. Selanjutnya, Negara penandatangan harus memastikan bahwa pejabat-pejabat tersebut tidak meniadakan akses terhadap layanan itu secara diskriminatif.
Negara penandatangan harus memantau secara efektif perwujudan hak atas air. Dalam memantau kemajuan menuju perwujudan hak atas air, Negara penandatangan harus mengidentifikasi faktor-faktor dan kesulitan-kesulitan yang mempengaruhi implementasi kewajiban mereka.
Indikator dan Tolok Ukur
Guna membantu proses pemantauan, indikator-indikator hak atas air harus diidentifikasi dalam strategi dan rencana aksi pengairan nasional. Indikator ini harus dirancang untuk memantau, pada skala nasional dan internasional, kewajiban-kewajiban Negara penandatangan sesuai pasal 11, paragraf 1 dan 12. Indikator ini harus menyebutkan komponen-komponen yang berbeda dari pengairan yang layak (misalnya, jumlah yang memadai, keamanan, bisa diterima, terjangkau dan bisa diakses secara fisik), dipilah berdasarkan alasan-alasan diskriminasi yang terlarang, serta mencakup semua orang yang bertempat tinggal di wilayah yurisdiksi Negara penandatangan atau yang berada di bawah kontrolnya. Negara penandatangan bisa mendapatkan pedoman mengenai indikator yang layak dari pekerjaan yang dilakukan oleh WHO, Organisasi Pangan an Pertanian PBB (FAO), Pusat Hunian PBB (Habitat), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak PBB (UNICEF), Program Lingkungan PBB (UNEP), Program Pembangunan PBB (UNDP) serta Komisi Hak Asasi Manusia PBB.
Jika sudah mengidentifikasi indikator hak atas air yang memadai, Negara penandatangan diajak untuk menentukan tolok ukur yang memadai untuk setiap indikator.[15] Selama prosedur pelaporan periodik, Komite akan melakukan proses “pembidangan” bersama Negara penandatangan. Pembidangan berkaitan dengan pertimbangan bersama oleh Negara penandatangan dan Komite mengenai indikator-indikator dan tolok ukur yang kemudian akan memberikan sasaran yang akan dicapai untuk periode pelaporan berikutnya. Dalam waktu lima tahun berikutnya, Negara penandatangan akan memakai tolok ukur nasional ini untuk membantu memantau implementasinya dalam hal hak atas air. Setelah itu, dalam proses pelaporan selanjutnya, Negara penandatangan dan Komite akan mempertimbangkan apakah tolok ukur itu telah dicapai, serta penyebab kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi (lihat Komentar Umum no. 14 (2000), paragraf 58). Kemudian ketika menentukan tolok ukur dan menyiapkan laporannya, Negara penandatangan harus mendayagunakan informasi yang luas dan layanan konsultasi dari lembaga-lembaga khusus dalam rangka pengumpulan dan pemilahan data.
Cara Penyelesaian dan Akuntabilitas
Setiap orang atau kelompok yang dicabut hak mereka atas air harus mempunyai akses kepada peradilan yang efektif atau cara penyelesaian lainnya baik pada skala nasional maupun internasional (lihat Komentar Umum no. 9 (1998), paragraf 4, dan Prinsip 10 dari Deklarasi Rio tentang lingkungan dan Pembangunan). Komite mencatat bahwa hak tersebut telah dilindungi secara hukum oleh banyak Negara dan telah menjadi subyek litigasi di persidangan nasional. Seluruh korban pelanggaran hak atas air seharusnya berhak atas tindakan perbaikan yang layak, termasuk restitusi, kompensasi, pemenuhan atau jaminan bahwa hal tersebut tidak terulang lagi. Lembaga ombudsmen nasional, komisi hak asasi manusia, serta lembaga serupa lainnya harus dizinkan untuk menunjukkan pelanggaran dari hak tersebut.
Sebelum suatu tindakan yang mengganggu hak atas air dari seorang individu dilaksanakan oleh suatu Negara penandatangan, atau oleh pihak ketiga lainnya, pejabat yang bersangkutan harus memastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan cara yang dilindungi oleh hukum, sesuai dengan Kovenan, dan terdiri dari : (a) kesempatan untuk melakukan konsultasi dalam arti sesungguhnya dengan pihak yang terganggu; (b) pemberian informasi yang tepat waktu dan sepenuhnya atas tindakan yang diusulkan; (c) pemberitahuan yang logis mengenai tindakan yang diusulkan; (d) penyelesaian dan pemberian alternatif legal bagi yang terganggu; (e) bantuan hukum untuk mendapatkan penyelesaian hukum (lihat juga Komentar Umum no. 4 (1991) dan no. 7 (1997)). Jika tindakan itu didasarkan atas kegagalan orang tersebut untuk membayar, kapasitas mereka untuk membayar harus menjadi bahan pertimbangan. Dalam keadaan apapun, seorang individu tidak boleh dicabut hak tingkat pokok minimal airnya.
Penggunaan instrumen internasional tentang pengakuan terhadap hak atas air, dalam sistem hukum domestik, bisa secara signifikan meningkatkan cakupan dan efektivitas tindakan-tindakan penyelesaian serta harus didorong penggunaannya di setiap kasus. Dengan demikian, Pengadilan bisa mengadili pelanggaran terhadap hak atas air, atau setidaknya kewajiban intinya, dengan rujukan langsung kepada Kovenan.
Hakim-hakim, pelaksana sidang dan pihak-pihak lain yang bekerja di bidang hukum harus didorong oleh Negara penandatangan untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada pelanggaran terhadap hak atas air dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
Negara penandatangan harus menghormati, melindungi, memfasilitasi dan mempromosikan pekerjaan pembela hak asasi manusia dan anggota masyarakat lainnya yang bertujuan membantu kelompok-kelompok rentan dalam mewujudkan hak mereka atas air.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PIHAK LAIN SELAIN NEGARA
Lembaga-lembaga PBB dan organisasi internasional lain yang berkaitan dengan air, seperti WHO, FAO, UNICEF, UNEP, UN-Habitat, ILO, UNDP, Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD), juga organisasi internasional yang berkaitan dengan perdagangan seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), harus bekerjasama secara efektif dengan Negara penandatangan, sesuai dengan keahlian mereka, dalam hal implementasi hak atas air pada skala nasional. Lembaga-lembaga keuangan internasional, khususnya Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, harus mengindahkan hak atas air dalam kebijakan pinjaman, perjanjian kredit, program penyesuaian struktural dan proyek-proyek pembangunan lainnya (lihat Komentar Umum no. 2 (1990)), sehingga pemenuhan hak atas air menjadi terpromosikan. Ketika memeriksa laporan Negara penandatangan serta kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban untuk mewujudkan hak atas air, Komite akan mempertimbangkan efek dari bantuan yang diberikan oleh pihak-pihak lain tersebut. Penggunaan hukum dan prinsip hak asasi manusia dalam program dan kebijakan organisasi-organisasi internasional akan sangat memfasilitasi implementasi hak atas air.
Peranan Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah, Komite Palang Merah Internasional, Kantor Dewan Tinggi PBB untuk Masalah Pengungsi (UNHCR), WHO dan UNICEF, demikian juga organisasi-organisasi non pemerintah dan asosiasi lainnya, mempunyai arti penting yang khusus dalam hal pertolongan ketika terjadi bencana dan bantuan kemanusiaan pada masa darurat. Prioritas pemberian bantuan, distribusi dan manajemen air serta fasilitas pengairan harus diberikan kepada kelompok yang paling rentan dan termarjinalisasi dalam masyarakat.