Perubahan Budaya Sekolah
Manajemen mutu terpadu merupakan strategi pengelolaan mutu
yang berusaha memenuhi harapan pelanggan yang dilakukan secara bertahap dan
terus-menerus untuk mencapai peningkatan mutu. Pelayanan jasa pendidikan oleh
lembaga pendidikan terhadap masyarakat di abad ke-21 memerlukan SDM unggul yang
merupakan konsekuensi logis pentingnya penerapan manajemen mutu dalam
pendidikan.
Sondang P.Siagian (1995) menegaskan bahwa organisasi yang
berhasil adalah organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin
lama makin tinggi. Kebermaknaan setiap organisasi akan dirasakan oleh para
pelanggan, baik pelanggan interusal maupun pelanggan eksterusal dari
organisasi. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan melewati beberapa
proses sejak dari persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan mutu jasa layanan
pendidikan yang diharapkan para pelanggan pendidikan. Pemenuhan harapan
pelanggan pendidikan menjadi paradigma manajemen mutu yang harus terpenuhi,
sehingga putus sekolah dan pengangguran bisa diperkecil dalam dunia pendidikan
kita.
Kepemimpinan merupakan kunci bagi penerapan manajemen mutu
terpadu pendidikan yang perlu dibangun dalam basis yang kuat, karena tidak ada
gerakan mutu tanpa pernah dipikirkan dan direncanakan oleh pimpinan puncak
lembaga pendidikan. Seluruh level kepemimpinan manajerial dari lembaga
pendidikan, seperti sekolah, akademi, instititut, dan universitas yang ada
dalam tataran sistem pendidikan nasional dituntut untuk mengetahui dan
melaksanakannya demi pengembangan mutu SDM di negeri ini.
Keberadaan rektor, direktur, dekan, kepala sekolah, kepala
madrasah, dan pemimpin pesantren dituntut harus kredibel, mempunyai visi, dan
memiliki kompetensi manajerial. Mereka inilah yang dapat melakukan gerakan mutu
dalam pendidikan, menyusun program-program perbaikan mutu, membagi tugas bagi
para pegawai untuk memperjuangkan mutu, serta menciptakan kepuasan pelanggan
karena langsung berhubungan dengan operasionalisasi pendidikan dengan syarat
diberikannya otonomi pendidikan sebaik mungkin.
Pelaksanaan otonomi daerah yang melibatkan bidang pendidikan
sama sekali tidak mengikis peran departemen pendidikan nasional, dan
dinas-dinas di pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten. Institusi
pendidikan ini bertanggung jawab dalam membina, mengawasi, dan mendorong
organisasi sekolah untuk berorientasi hasil daripada orientasi proses.
Penekanan atas pengawasan mutu dan jaminan mutu merupakan tanggung jawab
sekolah untuk bekerja bagi hasil, lulusan, dan skor nilai. Sistem sekolah
mengeluarkan buku laporan yang berisikan prestasi siswa, kekurangan siswa, dan
persentase siswa pindah.
Perbaikan mutu berkelanjutan merupakan bagian dari mutu
terpadu di sekolah yang mendapat perhatian agar diimplementasikan, karena
semua orang mengharapkan untuk belajar dan berpartisipasi, baik dewan sekolah,
administratur, orang tea, masyarakat, guru, alat-alat pemeliharaan, supir bus,
dukungan personel dan setiap orang. Di sini diperlukan perubahan budaya sekolah
untuk berfungsi bagi pelanggan luar pendidikan. Partisipan harus memfokuskan
pembelajaran pribadi dalam organisasi. Bila setiap orang berpikir tentang
perbaikan berkelanjutan, maka perlu ada rencana yang terarah, pikiran sebagai
dorongan, konsentrasi dan sebagai isu yang lebih penting untuk mengubah sistem
baru.
Di Jepang lebih dikenal dengan
istilah Kaizen, yang berarti perbaikan
berkelanjutan (ongoing
improvement) yang melibatkan semua orang
termasuk manajer. Menurut Masaaki Imai, filosofi Kaizen, ia mengasumsikan bahwa
pandangan hidup kita menjadi cam kerja, kehidupan sosial, dan kehidupan rumah
yang senantiasa harus terus diperbaiki.
Konsep budaya organisasi secara khusus penting dalam lembaga
pendidikan karena bertolak dari orientasi manusia dan ketergantungan yang
tinggi atas budaya yang akan menentukan efektivitas hubungan interpersonal.
Budaya bersifat dinamis bukan statis. Dorongan budaya ini bertolak dari visi
organisasi mengenai apa yang dapat dicapai dan strategi lembaga untuk menolong
dorongan budaya agar melakukan perubahan organisasi. Budaya organisasi sekolah
Mi yang akan menentukan perbaikan mum dalam konteks kepemimpinan sekolah.
Perubahan budaya sekolah pada pokoknya ditentukan oleh
atmosfer budaya yang dikembangkan oleh kepala sekolah bersama dengan guru-guru.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah, nilai-nilai masyarakat sekolah, ukuran
organisasi, tantangan, dan pembahan akan mempengamhi budaya organisasi sekolah
itu sendiri. Untuk itu, kepemimpinan pendidikan kepala sekolah akan menentukan
corak perubahan budaya organisasi sekolah. Bila kepala sekolah merasakan
organisasi jalan di tempat tanpa kemajuan dari tahun ke tahun, maka diperlukan
transformasi nilai-nilai bani dalam organisasi untuk meningkatkan mutu sekolah.
Penerapan konsep manajemen mum terpadu ini berarti
mengutamakan pelayanan terhadap pelajar dalam meningkatkan mutu lulusan, atau
upaya perbaikan sekolah secara kompre-hensif. Di dalamnya tentu harus ada upaya
terpadu dalam memperbaiki kultur sekolah dan hal itu dimulai dari tindakan
manajemen. Oleh karena itu, salah seorang pakar manajemen, .yaitu Schargel
(1994:2), menjelaskan usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan pelanggan
pendidikan melalui perbaikan terus-menerus, pembagian tanggung jawab dengan
para pegawai, dan pengurangan pekerjaan tersisa dan pengerjaan ulang.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu haruslah hati-hati,
jangan terlalu besar agar tidak terjebak dalam suatu kondisi kehilangan daya
mutu terpadu. Paling tidak harus dipahami secara tepat apa yang ditawarkan
Joseph M. Juran, konsultan interusasional Missile System Division Manufacturing
Manager yang kemudian bekerja di Jepang pada tahun 1950-an dan memberikan
masukan kepada Japanese Union of Scientific and Engineers (JUSE) tentang
komponen-komponen yang harus dimiliki manajemen mum dalam organisasi. Snyder
dkk. (1994) mengemukakan komponen tersebut mencakup: (1) fokus terhadap
pelanggan, (2) perluasan usaha mutu terhadap selumh produk dan proses, (3)
peningkatan kesadaran terhadap biaya dari mutu rendah, (4) percepatan perbaikan
mutu, (5) pembuatan perencanaan mutu yang mantap, dan (6) penggunaan
pengendalian mutu yang sempurna.