Secara sederhana, mutu terpadu dalam pendidikan setiap or-ang
memiliki komitmen untuk mencapai kepuasan pelanggan pendidikan. Elemen utama
pemikiran mutu terpadu berasal dari Shewhart, Deming, Juran, Feigenbaum, dan
Crosby. Mereka semua menyetujui fokus terhadap pelanggan, pemberdayaan SDM,
perbaikan berkelanjutan, sistem proyek dan proses pengawasan, jaminan dan
pengawasan mutu, tindakan koreksi positif, dan berpikir dalam perbedaan.
Implementasi
manajemen mutu pendidikan di sekolah karena harapan perbaikan mutu sekolah
semakin meningkat. Judith Chapman (Ed.) (1990) berpendapat bahwa perbaikan
sekolah ialah usaha untuk mencapai tujuan perubahan kondisi pembelajaran secara
lebih efektif. Lebih lanjut dijelaskannya, perbaikan sekolah itu dimulai dari
perubahan tujuan dan nilai-nilai (visi, misi), kemudian diikuti program oleh
kepala sekolah yang memiliki kompetensi manajerial melalui kepemimpinan efektif
dalam berbagai tindakan.
Untuk
mencapai status sekolah efektif, perbaikan sekolah diusahakan dengan
mengimplementasikan manajemen mutu pendidikan. Dalam konteks pendidikan, maka
manajemen mutu pendidikan mencakup orientasi komitmen manajemen terpadu, selalu
mengutamakan pelanggan, komitmen tim kerja, komitmen manajemen pribadi dan
kepemimpinan, komitmen perbaikan berkelanjutan, komitmen terhadap kepercayaan
individu dan potensi tim, dan komitmen terhadap mutu.
Judith
(1990) mengemukakan bahwa manajemen sekolah itu mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan tugas pengawasan. Perencanaan mencakup
identifikasi problema sekolah dan mencari solusi penyelesaian, termasuk di
dalamnya membangun proses yang efektif dalam komunikasi, pendelegasian,
konsultasi, dan koordinasi yang merupakan tugasutama manajer di sekolah.
Langkah berikutnya adalah kontrol dengan bermacam-macam alat penilaian. Oleh
karena itu, supervisi juga diperlukan terhadap pelaksanaan kurikulum dan
dukungan kurikulum (guru, pelajar, dan fasilitas belajar). Diperlukan pula
adanya program pencerahan kurikulum, perencanaan pengajaran, serta penilaian
oleh guru. Bagi kepala sekolah dan guru, perbaikan sekolah akan efektif apabila
mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan balm Kepala sekolah perlu keterampilan
hubungan interperional dan penyelesaian masalah.
Perbaikan
sekolah bertumpu pada pergantian manajemen sekolah. Aplikasi manajemen mutu
pendidikan menjadikan peluang untuk menciptakan sekolah efektif (unggul).
Sebagai paradigma manajerial baru, manajemen mutu terpadu telah banyak
diterapkan dalam lembaga-lembaga pendidikan di Amerika, Inggris, dan Jepang.
Mereka menempatkan pandangan bahwa produk pendidikan adalah berbentuk jasa
pelayanan pendidikan yang diberikan oleh pihak pengelola pendidikan kepada
pelanggan sesuai standar mutu. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan telah
dipelopori penerapannya oleh masyarakat pendidikan di Amerika dan sedikit
perguruan di Inggris. Inisiatif di Amerika dikembangkan lebih awal sebelum di
Inggris, tetapi di kedua negara ini gelombang minat terhadap gerakan mutu
terpadu terjadi dari tahun 1990 dan secerusnya ke depan. Banyak ide-ide tentang
manajemen mutu terpadu juga berkembang baik pada perguruan tinggi dan gagasan
mutu secara meningkat diterapkan di sekolah-sekolah.
Menurut
Schargel (1994), Amerika tidak akan pernah mencapai kemajuan tanpa suatu
perbaikan sistem sekolah. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan memiliki
kemampuan untuk mengarahkan pendidikan Amerika memasuki abad ke-21. Pada
sekolah teknik dan kejuruan George Westinghouse telah diterapkan manajemen mutu
terpadu sejak tahun 1988 dalam mengubah proses pengajaran. Mereka yakin betul
bahwa Amerika tidak dapat meneruskan kekuatan kelas dunia jika tidak memiliki
sekolah-sekolah yang berkelas dunia.
Demikian
pula di Inggris sebagaimana dikemukakan Sallis (1993), ada gelombang reformasi
pendidikan pada tahun 1988. Tindakan reformasi itu menempatkan pertimbangan
yang menekankan pemantauan proses pengajaran melalui beberapa indikator
kinerja. Hal itu dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi proses pengajaran
untuk dapat mengukur mutu pengajaran atau efektivitas lembaga
pendidikan dalam mencapai kebutuhan pelanggan jasa pendidikan. Perbaikan
terhadap standar pelayanan jasa pendidikan menjadi fokus gelombang reformasi
ini.
Meskipun
gagasan manajemen mutu terpadu telah berjalan lebih dari satu dekade diterapkan
pada sekolah-sekolah, di perguruan tinggi di Amerika dan Inggris, tapi masa
depan penerapan manajemen mutu terpadu tetap menghadapi beberapa tantangan. Berdasarkan
penerapan manajemen mutu terpadu pada sekolah menengah teknik dan kejuruan
George Westinghouse di Amerika, setidaknya menurut Schargel (1994),
diidentifikasi ada sebelas tantangan yang mungkin dihadapi dalam meng-adopsi Total Quality Management terhadap pendidikan, yaitu:
1) Sekolah-sekolah tidak mengawasi sendiri sumber dayanya
Jika industri menghadapi suatu tantangan, biasanya industri
tersebut akan mampu meningkatkan pendanaan untuk mengatasi tantangan itu.
Sementara sekolah-sekolah, terutama sekolah negeri, tidak memiliki kemampuan
itu. Kebanyakan pembiayaan sekolah diperuntukkan bagi kebutuhan-kebutuhan
khusus. Jika uang yang tersimpan harus dihabiskan, maka sekolah tidak akan
menerima uang pada tahun berikutnya. Seperti sekolah distrik, Sekolah Menengah
Westinghouse tidak dapat mengawasi anggaran pembiayaan pendidikannya. Anggaran
biayanya dirancang oleh dewan sekolah, sehingga sifatnya terbatas.
2) Pendidikan tidak didasarkan pada nilai atau kepentingan dari
pelanggan dalam.
Sekolah memiliki sejumlah pelanggan yang tidak ingin mendapat
pelayanan yang tersedia pada suatu sekolah karena alasan-alasan lain daripada
menerima pendidikan. Suatu sekolah dengan suasana yang baik, akan memberikan
pengalaman sosial dan memberikan makna yang pantas. Secara tradisional,
motivasi pelajar berprestasi melalui motivasi ekstrinsik (guru dan orang tua mendorong
mereka berprestasi). Bahkan motivasi itu kadang-kadang lebih dari yang mereka
inginkan, akibatnya anak menjadi apatis, tidak belajar, atau mengabaikan pekerjaan
rumah.
3)
Sekolah tidak mengendalikan sepenuhnya keadaan yang
mempengaruhi lingkungan pendidikan
Pelajar-pelajar tidak begitu mampu sebagaimana kebanyakan orang
dewasa, dan mereka membawa masalahnya ke dalam sekolah (ketiadaan rumah,
terpisah dari orang tua, alkohol, dan morfin). Banyak anggota staf sekolah
tidak dapat menangani masalah-masalah seperti itu, sehingga pelajar-pelajar
mengalami hal dilematis untuk diterima di sekolah. Hal ini berarti guru-guru
tidak dapat sepenuhnya mengawasi kehidupan pelajar begitu mereka meninggalkan
lingkungan sekolah. Begitu mereka meninggalkan lingkungan sekolah, mereka
mendapatkan tekanan dari teman-temannya, televisi, kelompok olahraga, dan
lainnya.
4)
Adanya pengurangan dalam pembiayaan pendidikan
Kadangkala karena berbagai alasan dan tekanan sosial politik, terjadi
pengurangan pada pembiyaan pendidikan. Sekolah-sekolah tidak memiliki kekuatan
politik untuk menekankan pemerintah dalam hal pembiayaan sekolah dari satu
waktu ke waktu berikutnya.
5)
Tujuan sekolah tidak ditentukan di dalam sekolah
Keberadaan sekolah telah menjadi kancah bagi percobaan kehidupan
sosial dan politik. Tujuan sekolah ditentukan oleh politikus atau kalangan
bisnis tanpa masukan tertentu terhadap pembelajaran
di kelas. Tujuan sekolah seringkali dicampur antara berbagai bidang
kepentingan, namun tidak dinyatakan secara jelas dan cenderung sering berubah.
Untuk memberikan pengajaran dalam membaca, menulis dan matematika, sekolah
diharapkan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat baik yang
tidak diinginkan maupun bahkan tidak dapat ditangani.
6) Masyarakat kurang menghargai
pendidikan
Dalam
masyarakat demokratis, seperti di Amerika, pembiayaan pendidikan harus
disetujui oleh masyarakat pemilih. Pemerintah harus melayani keperluan masyarakat
pemilih. Pemilih cendemng menyetujui pembiayaan yang tinggi. Jika masyarakat
kecewa atas pembiayaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah, masyarakat dapat
melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan mereka sebagai
hak-hak civil yang harus dipenuhi.
7) Guru-guru dan sekolah kurang
responsif terhadap perubahan
Dunia guru
adalah di kelas. Dalam konteks iM, pekerjaan guru hampir senantiasa berada
dalam keterasingan. Kejadian-kajadian di dalam kelas berada dalam pengawasan guru-guru.
Namun, guru-guru sebagian cenderung menentang untuk pembahan. Tidak banyak
perubahan yang terjadi dalam kelas sebagai inisiatif guru, terutama dalam
menghadapi tantangan pendidikan pada setiap sekolah.
8) Sekolah terlalu lama mengalami
kebekuan pemikiran
Birokrasi pendidikan tidak ingin perubahan.
Sekolah-sekolah negeri telah lama dijalankan secara monopoli sejak
kelahirannnya. Sekolah-sekolah tidak dijalankan demi keuntungan dan tidak
merasa bahwa mereka harus berubah.
Sampai saat ini, tuntutan eksterusal untuk perbaikan sekolah
kurang begitu diterima. Padahal peningkatan tekanan ekonomi global menyebabkan
situasi sekolah memerlukan perubahan yang cepat dan antisipatif.
9)
Pelatihan guru dilakukan di luar sekolah
Banyak
sekolah-sekolah tidak memiliki biaya tertentu atau pengalaman untuk melatih
staf guru. Mereka menyerahkannya kepada konsultan, guru berprestasi, atau
universitas. Tantangan utama yang dihadapi pengawas adalah apa yang harus
dilakukan para pelajar jika guru mengikuti pelatihan.
10) Pelanggan sangat banyak setiap
pergantian tahun
Perbedaan
terbesar antara industri dan sekolah adalah banyaknya pergantian pelanggan interusal
dalam pendidikan. Pelanggan interusal termasuk staf, pelajar, dan orang tua. Di
Amerika adalah tidak biasa bagi suatu sekolah untuk menambah 10% staf atau
melakukan pergantian, sehingga ada kesulitan dalam menentukan kualifikasi guru.
Pergantian guru itu bukan hanya dikarenakan bertambahnya murid, tetapi banyak guru
yang meninggalkan sekolah disebabkan alasan-alasan, seperti (1) upah yang rendah,
(2) ketidakpuasan terhadap sistem, (3) sukarnya kondisi pekerjaan, (4) kawin atau
melahirkan, dan (5) berhenti atau pensiun awal.
11) Mengabaikan misi
Di Amerika
banyak sekolah-sekolah melupakan misinya. Mereka menjadi seperti kegagalan
dalam bisnis, terlalu sedikit perhatiannya pada pelanggan. Sekolah-sekolah
Amerika gagal mencapai harapan pelanggan yang esensinya terletak pada manajemen
mutu terpadu pendidikan. Saat inilah waktu untuk mengganti piramida kekuasaan
pada sekolah.
Piramida lama tentang kekuasaan dan
pendidikan.
Di sini terlihat
ada peralihan kekuasaan dalam pendidikan, yang dalam piramida kekuasaan lama
bertolak dan keinginan birokrasi saja, sedangkan murid ditempatkan pada bagian
bawah. Orientasi ini disebut juga supply
oriented. Sebaliknya
pada manajemen mutu ter adu pendidikan, kebutuhan murid ditempatkan pada bagian atas dan
birokrasi bertanggung jawab untuk rnendengarkan, memahami dan men: tamakan untuk mementhi
kebutuhan pen idikan murid-murid dan orang_tua. Hal ini disebut juga demand oriented , apa yang diperlukan murid orang tua,
guru, dan kepala sekolah yang harus diperhatikan dan difokuskan.
Walaupun
begitu, manajemen mutu terpadu tidak boleh dipandang sebagai upaya mengatasi
kesulitan secara cepat, sebab manajemen mutu terpadu pendidikan menyelesaikan
akar persoalan dari berbagai tantangan yang membutuhkan waktu dalam proses
kerjanya. Manajemen mutu terpadu tidak memberikan jawaban universal terhadap
problema pendidikan. Sekolah-sekolah tidak menciptakan jawaban atas semua
masalah, hanya menjawab masalah dalam spektmm pengawasannya.
Kesebelas
faktor yang diidentifikasi sebagai tantangan di masa depan dalam penerapan
manajemen mutu terpadu pendidikan, tentu tidak terlepas dari pengaruh kemajuan
sosial ekonomi, politik, sains dan teknologi suatu negara.
Bagaimana-pun juga, sistem
persekolahan pada suatu negara merupakan produk kebudayaan suatu masyarakat dan
bangsa tertentu.
Untuk
menjadi organisasi atau institusi yang berhasil (efektif), diperlukan suatu strategi
yang jelas dan mantap dalam meng-hadapi persaingan dan iklim yang berorientasi
pada mutu produk pada akhir tahun 1990-an. Sallis (1993) berpendapat diperlukan
adanya proses di dalam pengembangan strategi peningkatan mutu, yang terdiri
dari:
a)
misi yang jelas dan spesifik,
b)
perhatian yang jelas terhadap
pemakai jasa (customer),
c)
suatu strategi untuk mencapai
misinya,
d)
keterlibatan seluruh pemakai jasa
(pelanggan) baik inter-nal maupun eksterusal di dalam pengembangan strategi,
e)
pengembangan kekuatan atau pemberdayaan
seluruh staf dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam
meningkatkan kontribusi maksimal kepada lembaga-nya melalui pengembangan
kelompok kerja efektif, dan
f)
f) penerapan dan evaluasi terhadap efektivitas kelembagaan
dilihat dari tujuan yang telah disepakati dengan pemakai jasa (pelanggan).
Dengan menjiwai komponen manajemen mutu terpadu tersebut, sebuah
organisasi diarahkan pada budaya mutu yang diinginkan melalui langkah-langkah
tertentu. Sebenarnya tidak ada formula yang siap pakai untuk memulai tugas
manajemen mutu terpadu, namun demikian ada sejumlah langkah sederhana menurut
Sallis (1993) yang penting harus dilakukan, yaitu: kepimpinan dan tekad serta driving
force untuk
meningkatkan mutu yang harus dimulai dari atas (top down
process).
1) Menyenangkan pelanggan melalui
pertemuan, diskusi, daftar pertanyaan, dan sebagainya.
2)
Membentuk fasilitator yang akan memasyarakatkan program dan
mengarahkan kelompok pengarah dalam pengembangan program peningkatan mutu.
3) Membentuk kelompok pengarah
peningkatan mutu yang mendorong dan menunjang proses peningkatan mutu.
4)
Menunjukkan koordinator peningkatan mutu yang membantu dan
mengarahkan tim kerja dalam menemukan penyelesaian masalah.
5) Menyelenggarakan seminar manajemen
untuk mengevaluasi kemajuan.
6) Menganalisis dan mendiagnosis
situasi yang sedang berkembang.
7) Menggunakan atau mencoba
model-model yang telah diterapkan oleh lembaga lain.
8) Menggunakan konsultan dari luar
walaupun tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya sebagaimana pada perusahaan.
9) Meningkatkan latihan yang mengarah
pada mutu yang diutamakan dalam perubahan budaya.
10) Menyebarluaskan pengertian mum
kepada seluruh individu dalam lembaga pendidikan agar semua terlibat dalam
proses peningkatan budaya.
10) Mengukur biaya dari mum, termasuk
menghitung kerugian yang diakibatkan oleh penurunan jumlah siswa/mahasiswa baru,
DO, reputasi yang menurun, kehilangan kesempatan, dan sebagainya.
11) Menerapkan alat dan teknik melalui pengembangan kelompok kerja
efektif.
12) Mengevaluasi program pada setiap
periode tertentu agar program pada setiap periode tertentu sebagaimana
direncanakan tidak mengalami kegagalan.
Di sini
jelas bahwa tanggung jawab kepala sekolah yang ingin menjadikan sekolahnya
efektif perlu diwujudkan dengan memilih strategi dan filosofi manajemen mum terpadu
Mi. Setiap kepala sekolah saatnya merasa terpanggil untuk mempelopori manajemen
mum terpadu pendidikan di sekolahnya. Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa
proyek perbaikan mutu sebaiknya ditangani oleh tim kerja tertentu. Karena
lingkaran mutu dalam perbaikan pengajaran menempatkan keberadaan tim sebagai
salah satu komponen lingkaran mutu.
Sebuah
sistem mutu harus didesain dengan melibatkan langkah-langkah kegiatan berikut:
(1) mengetahui apa yang dilakukan, (2) mempelajari, memperbaiki, dan menyempurnakan
metode dan prosedur, (3) mencatat apa yang dilakukan, (4) melakukan apa yang
telah direncanakan untuk dilaksanakan, dan (5) mengurupulkan bukti keberhasilan
dan upaya yang telah dilakukan dan menyebarluaskannya. Sallis (1993)
berpendapat bahwa dalam suatu sistem mum, pendidikan harus mengandung elemen-elemen
berikut ini.
1)
Rencana pengembangan kelembagaan (strategy plan) untuk
mewujudkan pelayanan mutu terpadu.
2)
Mutu merupakan kebijaksanaan yang diarahkan kepada pelanggan
(interusal dan eksterusal).
3)
Tanggung jawab pengelola yang tergantung juga pada peran dari
tim manajemen senior.
4)
Badan pengendali
mutu merupakan kelompok pengarah mutu untuk menciptakan upaya peningkatan mutu
dan transformasi budaya.
5)
Pemasaran dan publikasi yang disampaikan kepada pemakai jasa.
6)
Informasi terhadap ketentuan penerimaan siswa/mahasiswa yang
perlu diperbarui.
7)
Program pengenalan bagi calon siswa/mahasiswa serta pemakai
jasa pendidikan.
8)
Penjelasan tentang kurikulum yang selengkapnya.
9)
Memberikan bimbingan dan konseling terhadap siswa/ mahasiswa.
10)
Manajemen pengajaran.
11)
Bentuk kurikulum yang menunjukkan tujuan dan spesifikasi program.
12)
Pengembangan staf dan latihan.
13)
Pemerataan kesempatan bagi staf dan siswa/mahasiswa.
14)
Pemantauan dan evaluasi.
15)
Ketentuan administrasi yang jelas.
16)
Pengkajian ulang terhadap keberhasilan dan kegagalan yang
dihadapi sebaiknya oleh pengawas dari luar.
Kehadiran Total Quality Management (TQM)
sebagai suatu konsep manajemen modern adalah berusaha untuk memberikan respon
secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh
kekuatan eksterusal maupun interusal organisasi.
Sebagai
organisasi modern, keberadaan lembaga pendidikan baik sekolah, universitas,
akademi, institut, pesantren maupun madrasah, harus mengetahui dan memahami
pentingnya mengupayakan lulusan pendidikan yang berkualitas (bermutu tinggi).
Pendidikan harus benar-benar menyadari perlunya untuk mengejar mutu dan
mengusahakannya terhadap murid-murid dan pelajar atau mahasiswa. Ada banyak
faktor yang mem-pengaruhi mutu pendidikan, seperti pemeliharaan gedung yang
baik, guru-guru yang profesional, nilai moral tinggi, hasil ujian yang unggul,
dukungan orang tua, bisnis dan masyarakat, bahkan penerapan teknologi, kekuatan
kepemimpinan, pemeliharaan dan perhatian terhadap pelajar, kurikulum yang
tepat, atau perpaduan berbagai faktor.
Manajemen
mutu terpadu dalam pendidikan merupakan bentuk pengendalian mutu (quality
assurance) yang
di-sempurnakan. Filosofi dad manajemen mutu terpadu ini adalah terciptanya
budaya kerja dari selumh personel (pimpinan dan pegawai) yang terlibat dalam
pengadaan dan penyajian jasa pendidikan yang dijiwai oleh motivasi dan sikap
untuk memenuhi dan memuaskan harapan pelanggan. Dalam rangka memenuhi harapan
pelanggan pendidikan ini, pengelola sekolah secara bertahap dan terus-menems
memperbaiki kualitas (mutu) lulusannya dengan didukung oleh kepemimpinan yang
kuat dari pihak pimpinan (manajer, administrator, supervisor) serta pembagian
tanggung jawab untuk mencapai mutu.
Joseph C.
Field (1994) berpendapat bahwa masa depan penerapan manajemen mutu terpadu
memerlukan gaya manajemen yang berbeda. Para manajer yang berusaha menyebarkan
mutu terpadu ke dalam organisasi pendidikan hanya akan mungkin bila didukung
manajemen puncak. Mutu terpadu memerlukan pembahan peranan, tanggung jawab, dan
perilaku dari setiap orang dalam organisasi. Banyak eksekutif dan manajer tidak ingin mengubah
cara-cara lama mereka dalam bekerja.
Hal ini berarti peran manajemen puncak bagi masa depan peranan aranafernen
mutu terpadu dalam pendidikan sangat menentukan dan berpengaruh terhadap
pencapaian lulusan sebagai wujud pelayanan jasa bidang pendidikan.
Manajemen
mutu terpadu merupakan strategi pengelolaan mutu yang berusaha memenuhi harapan
pelanggan dengan dilakukan secara bertahap dan terus-menerus untuk mencapai
peningkatan mutu. Pelayanan jasa mutu pendidikan oleh lembaga pendidikan
terhadap masyarakat di abad ke-21 yang memerlukan sumber daya manusia (SDM)
unggul merupakan konsekuensi logis untuk menerapkan manajemen mutu dalam
pendidikan.
Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan melewati
beberapa proses sejak dari persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan mutu jasa
layanan pendidikan yang diharapkan para pelanggan pendidikan. Pemenuhan harapan
pelanggan pendidikan menjadi paradigma manajemen mutu yang harus terpenuhi,
sehingga mereka yang putus sekolah dan pengangguran bisa diperkecil dalam dunia
pendidikan kita.
Untuk itu,
kepemimpinan sebagai kunci bagi penerapan manajemen mutu terpadu pendidikan
perlu dibangun dalam basis yang kuat. Sebab tidak ada gerakan mutu tanpa pernah
dipikirkan dan direncanakan oleh pimpinan puncak dan seluruh level kepemimpinan
manajerial dari lembaga pendidikan, seperti sekolah, akademi, instititut, dan
universitas yang ada dalam tataran sistem pendidikan nasional kita. Keberadaan
rektor, direktur, dekan, kepala sekolah, kepala madrasah, dan pimpinan
pesantren dituntut harus kredibel, rnempunyai visi, dan memiliki kompetensi
manajerial. Mereka inilah yang dapat melakukan gerakan mutu dalam pendidikan,
menyusun program-program perbaikan
mum, membagi tugas terhadap para pegawai untuk memperjuangkan mutu, serta untuk
menciptakan kepuasan pelanggan karena langsung berhubungan dengan
opera-sionalisasi pendidikan dengan syarat diberikannya otonomi pendidikan sebaik
mungkin.