Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Bertindak Perseroan Terbatas Dan Ultra Vires

Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Bertindak Perseroan Terbatas Dan Ultra Vires 
Pengertian Perseroan Terbatas dan Unsur-unsurnya
Terhadap bentuk perusahaan yang menjadi topik bahasan dalam tesis ini terdapat berbagai istilah yang bersumber dari berbagai bahasa. Beberapa diantaranya yang seringkali dibahas dalam kepustakaan adalah, Company Limited by shares, Naamloze Vennootschap(NV) dan Perseroan Terbatas yang masing-masing perlu dijelaskan maknanya. 

Menurut E.W. Chance Company Limited by shares is a partnership, the liablity of its members is restricted to the amount remaining unpaid on his shares …The limitation of liability in a limited company is in respect only of the liability of the members, which is to the company. The liability of the company to its creditors is in no way restricted: the creditors may look only to the company for payment of their debts and they have no rights against the members as such. Unlike a partnership, a company is at law a corporate body, a legal persona with an existence quite independent of its members.

Naamloze Vennootschap atau yang sering disingkat dengan(NV) pada pokoknya menurut Achmad Ichsan merupakan suatu sebutan pada zaman Hindia Belanda untuk perseroan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 36 s/d 56. Sebutan “naamloos” dalam arti tanpa nama ini disebabkan karena N.V itu tidak mempunyai nama seperti firma dan pada umumnya juga tidak menggunakan salah satu nama dari anggauta peseronya; identifikasinya terletak dalam obyek perusahaan yang menjadi tujuan usahanya umpama PT. Perusahaan Dagang Beras. 

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, istilah Perseroan Terbatas atau yang sering disingkat dengan PT dapat dikatakan merupakan istilah mulai populer penggunaannya di Indonesia. Hal ini dapat ditelusuri dari banyaknya definisi yang diberikan oleh para sarjana sebagai berikut:

M.H. Tirta Amidjaja mengemukakan bahwa perseroan terbatas itu ialah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal yang tertentu, yang terbagi atas saham-saham dan tiaptiap pesero-pemegang saham-turut serta didalamnya sebanyak satu saham atau lebih dengan tidak bertanggungjawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu.

Dengan kalimat yang kurang-lebih sama maknanya K.R.M.T Tirtodiningrat kemudian mengemukakan bahwa perseroan terbatas adalah suatu persekutuan dengan modal tertentu yang dibagi-bagikan dalam beberapa sero atau saham, dimana tiap-tiap anggota mengambil bahagian secara memiliki satu atau beberapa sero, sedang pemegang-pemegang sero bertanggung jawab atas pinjaman-pinjaman dari perseroan terbatas hanya hingga jumlah yang tersebut pada sero yang dimiliki itu.

Pandangan beberapa sarjana mengenai definisi PT tersebut secara tidak langsung menunjukkan perjalanan sejarah dari istilah atau nama yang dipergunakan secara khusus dan resmi untuk menggambarkan perseroan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang(KUHD) mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56.

Pada intinya istilah Perseroan Terbatas tidaklah merupakan terjemahan dari istilah Naamloze Vennootschap, namun demikian istilah Perseroan Terbatas disamping merupakan istilah yang diserap dari perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia, istilah tersebut lebih relevan dan dapat secara lebih tepat mendeskripsikan bentuk dan sifat perseroan yang diatur dalam pasal-pasal KUHD itu.

Hal ini dapat ditelusuri dari pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Soekardono bahwa pada dasarnya istilah tersebut lebih sesuai dengan sifat-sifatnya bentuk perusahaan yang dijalankan. Ditambahkan dengan pandangan bahwa Perseroan Terbatas atau yang disingkat dengan PT, terjadi dari dua kata, yaitu: perseroan dan terbatas. Perseroan ialah persekutuan yang modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham(aandeel, aktien), sedangkan kata “terbatas” itu tertuju pada tanggung jawab pemegang saham atau pesero yang bersifat “terbatas” pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya.

....istilah “perseroan terbatas” lebih tepat daripada istilah “Naamloze Vennootschap”, sebab arti istilah “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya...., maka makna dari istilah Perseroan Terbatas menjadi semakin jelas dan pada akhirnya istilah tersebut dipergunakan sebagai istilah resmi dalam berbagai keperluan baik yang menyangkut dokumen notariil maupun dokumen-dokumen negara seperti Berita Negara Republik Indonesia(BNRI) dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia(TBNRI). 

Kendati pun pengaturan mengenai Perseroan Terbatas yang dituangkan dalam KUHD mulai dari Pasal 26 sampai dengan Pasal 56 secara berturut-turut sudah digantikan dengan diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1995 dan Undang-undang No. 47 Tahun 2007, penggunaan istilah Perseroan Terbatas masih tetap dipertahankan. 

Di samping menggunakan Perseroan Terbatas sebagai nama atau titel, kedua undang-undang tersebut secara khusus juga mencantumkan pengertian atau definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan Perseroan Terbatas. Pengertian tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 47 Tahun 2007 yang menentukan :

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari pengertian yang ditentukan secara yuridis tersebut dapatlah diuraikan adanya 5(lima) unsur yang pada pokoknya saling berkaitan sebagai beikut:
a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, 
b. didirikan berdasarkan perjanjian, 
c. melakukan kegiatan usaha,
e. memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 

Mengingat karena beberapa hal menyangkut unsur-unsur tersebut sudah disinggung secara garis besarnya pada bahasan terdahulu, maka dalam bahasan pada sub bab ini sebenarnya akan lebih ditekankan pada penguraian unsur Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Namun demikian dan mengingat pula bahwa unsur-unsur yang lainnya juga memiliki arti yang tidak kalah pentingnya, maka penguraiannya tidaklah cukup hanya berupa penegasan semata-mata. Terhadap unsur-unsur yang lainnya itu akan ditambahkan pula penjelasan-penjelasan yang perlu dan relevan. 

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
Pernyataan yang dituangkan dalam Undang-undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(UUPT)bahwa Perseroan Terbatas(PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal mengandung dua hal; pertama,memberikan ketegasan dan kedua, UUPT tidak menentukan secara rinci penegasan PT sebagai badan hukum persekutuan modal.

Mengenai hal yang pertama, hendaknya patut diberikan apresiasi yang tinggi karena dengan ditegaskannya bahwa PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, berarti UUPT telah memberikan suatu kepastian hukum mengenai status hukum PT. Di samping itu penegasan tersebut merupakan langkah maju apabila dibandingkan terutama dengan KUHD yang tidak menentukan secara tegas tentang status PT sebagai badan hukum. 

Berkaitan dengan hal yang kedua, perihal badan hukum dan persekutuan modal merupakan pilar-pilar penting bagi PT yang menimbulkan keingintahuan untuk mendalaminya lebih jauh lagi, akan tetapi UUPT justru UUPT tidak mengatur secara terperinci mengenai pengertian istilah tersebut. Oleh karena itu pemahamannya dilakukan melalui penelusuran terhadap sumber bahan hukum sekunder. 

Menurut R. Subekti badan hukum adalah suatu perkumpulan/organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia, yaitu sebagai pengemban hak-hak dan kewajibankewajiban, dapat memiliki kekayaan, dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan. Selanjutnya ditambahkan….perseroan terbatas atau NV sebagai badan hukum atau rechtspersoon berarti bahwa perseroan terbatas mempunyai suatu kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan para pesero atau pengurusnya. 

Rochmat Soemitro mengemukakan badan hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon”, ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi. 

Kedua pandangan tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran hukum Belanda yang pada pokoknya mengikuti alur berpikir menurut Civil Law System. Oleh karena itu untuk mengimbanginya, maka sehubungan dengan penguraian perihal badan hukum dalam bahasan ini perlu pula diuraikan pandangan dari sistem hukum lain sebagai pembanding.

Dalam sistem common law, badan hukum dipadankan dengan corporation dan Henry Campbell Black mengemukakan bahwa corporation merupakan an artificial person or legal entity created by or under the authority of the laws of a state or nation. Selanjutnya secara lebih rinci, Lewis D. Solomon dan Alan R. Palmiter memandang…a corporation is a structuring device for conducting modern business. It is a framework-a legal person- through which a business can enter into contracts, own property, sue in court and be sued.

Berdasarkan penelusuran sumber-sumber bahan hukum sekunder baik dari penulis yang pemikirannya dilatarbelakangi prinsipprinsip civil law system maupun common law system dapat dipetik makna yang umum, bahwa badan hukum itu pada pokoknya merupakan suatu entitas yang diciptakan oleh hukum dan diperlakukan sama seperti layaknya manusia. 

Dengan mengadopsi pandangan bahwa untuk adanya suatu badan haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a. adanya harta kekayaan yang terpisah,
b. mempunyai tujuan tertentu,
c. mempunyai kepentingan sendiri,
d. adanya organisasi yang teratur maka dapat dikemukakan PT sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal mengandung pengertian, bahwa PT itu ditetapkan secara yuridis mewadahi kegiatan pemupukan, pengelolaan dan pemanfaatan modal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi para pemegang sahamnya yang bertanggungjawab secara terbatas pada sejumlah modal yang disetor untuk kepentingan menjalankan usaha perseroan.

didirikan berdasarkan perjanjian,
PT menurut The Nexus of Contract Theory sebagaimana telah dikutip pada halaman terdahulu pada pokoknya merupakan suatu akumulasi atau kumpulan dari berbagai perjanjian yang dibuat diantara berbagai pihak terutama dengan para pemegang saham, direksi, tenaga kerja, para suplier dan pelanggan. Jadi sebenarnya PT itu penuh dengan berbagai perjanjian.

Diantara tahap-tahap pendirian (konstruksi), beroperasi (operasional) dan berakhirnya jangka waktu keberadaan PT(terminasi), maka keberadaan berbagai perjanjian itu memang sangat dominan ketika PT berada pada tahap operasional. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa perjanjian tidak terdapat pada tahap-tahap yang lainnya. 

Keberadaan perjanjian dalam PT sebenarnya sudah dimulai dan berperan ketika PT itu dirancang pendiriannya oleh dua atau lebih calon pendiri. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan melalui perjanjian tersebut kemudian dituangkan ke dalam anggaran dasar PT yang bersangkutan. Perjanjian semacam inilah yang oleh Andrew Hicks dan S.H. Goo termasuk dalam hubungan hukum yang disebut dengan Pre-Incorporation Contracts yaitu perjanjian-perjanjian yang dipersiapkan untuk dibuat oleh suatu perseroan sebelum perseroan tersebut memasuki tahapan memperoleh status sebagai badan hukum(a contract purpoted to be made by a company before the date of incorporation).

Pasal 7 ayat (1) UUPT menentukan Perseroan didirikan oleh 2(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan penafsiran secara gramatikal, ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa sebelum datang menghadap di hadapan notaris, para pendiri sebenarnya sudah mempersiapkan kesepakatan-kesepakan yang dihasilkan dari perjanjian pendahuluan diantara mereka sebelumnya.

Adanya perjanjian pendahuluan yang sifatnya konsensual(consensueel) atau suatu perjanjian yang didasarkan pada kata sepakat itu dan juga akta notaris yang juga berisi anggran dasar sebagai tonggak awal berdirinya suatu PT tersebut keduanya semakin memperlihatkan dengan pasti bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian. Oleh karena itu dapat dikemukakan pendirian dan eksistensinya PT sebenarnya merupakan implementasi atau perwujudan dari perjanjian terutama yang terjadi diantara sesame pendiri.

Mengingat PT itu didirikan berdasarkan perjanjian, maka hal ini mencerminkan bahwa sebenarnya pendirian PT tunduk pada Hukum Perjanjian atau Contract Law yang menurut Gordon D Schaber dan Claude D. Rohwer

….is initially concerned with determining what promises the law will enforce or otherwise recognize as creating legal rights.

melakukan kegiatan usaha, 
Berkaitan dengan unsur ini Pasal 2 UUPT menentukan Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. 

Pertama-tama yang patut dikemukakan pasal ini pada pokoknya merupakan suatu konsekuensi logis dari pemikiran teoritis bahwa pendirian PT didasarkan pada perjanjian dan sebagai hasil implementasi dari perjanjian. Oleh karena itu segala sesuatunya dan dalam hal ini menyangkut maksud, tujuan serta kegiatan usaha perseroan tidak boleh bertentangan dengan ketiga batasan sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu. 

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya untuk dikemukakan adalah bahwa melakukan kegiatan usaha merupakan kewajiban bagi PT. Mengikuti pandangan H.L.A. Hart yang menekankan kewajiban merupakan primary rules(aturan-aturan yang menetapkan kewajibankewajiban dan hak-hak warga masyarakat), dimana sebenarnya kewajiban tersebut berkaitan erat dengan keyakinan serta motivasi internal, bahwa apabila tidak dilaksanakan akan timbul akibat-akibat yang tidak menyenangkan. Sebaliknya dengan melaksanakannya diharapkan akibat-akibat tersebut tidak akan terjadi, bahkan diyakini akan mendatangkan suatu kenikmatan. Dengan demikian kewajiban tersebut harus dilaksanakan, karena apabila sebaliknya akan menimbulkan sanksi-sanksi.

Kewajiban melaksanakan kegiatan usaha yang dibebankan oleh Pasal 2 UUPT disamping karena dirumuskan dengan kata “harus” sebagai pernyataan perintah yang terdapat dalam pasal itu sendiri, keharusan melaksanakannya juga dikaitkan kewajiban mengisi format isian untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan(Pasal 9 ayat (1) ). Apabila tidak melaksanakan pasal ini maka berlakulah Pasal 10 ayat (4) dimana sebagai sanksinya Menteri langsung memberitahukan penolakan pengesahan. 

Secara ringkas dapatlah diuraikan, The Nexus if Contract Theory sebenarnya mengandung makna bahwa melaksanakan kegiatan usaha merupakan maksud dan tujuan yang dengan sendirinya harus terbangun(built-in) dalam rangkaian perjanjian-perjanjian mendirikan dan mengelola PT. Disamping itu mengingat PT juga merupakan wahana bisnis, maka melaksanakan kegiatan usaha merupakan aktivitas yang pokok dan mutlak sifatnya. 

modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,
Sebelum sampai pada topik pokoknya maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai komposisi permodalan Perseroan Terbatas. Dengan demikian berarti pertama-tama yang diuraikan itu menyangkut permasalahan modal Perseroan Terbatas itu terdiri dari apa saja atau dari unsur-unsur apa saja permodalan Perseroan dibentuk. 

Menyangkut komposisi tersebut, ketentuan-ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 33 ayat UUPT pada pokoknya sudah menyatakan modal Perseroan itu terdiri dari 3 jenis modal yaitu modal dasar (authorized capital), modal ditempatkan(issued capital) dan modal disetor (paid up capital). Akan tetapi dalam hal ini UUPT tidak menentukan mengenai apa yang dimaksud dengan ketiga jenis modal itu. 

Rochmat Soemitro yang menggunakan istilah modal perseroan, modal yang ditempatkan dan modal bayar, secara garis besarnyamenjelaskan makna-makna dari ketiga jenis modal itu sebagai berikut: 

Modal dasar merupakan modal perseroan disebut juga modal saham atau modal sero, atau dalam bahasa Belanda “maatschappelijk kapitaal” (statutair kapital) ialah jumlah modal yang disebut dalam akta pendirian dan merupakan suatu jumlah maksimum, sampai jumlah mana dapat dikeluarkan surat-surat saham.

Mengenai modal ditempatkan dijelaskan, modal perseroan menurut kebiasaan tidak seluruhnya sekaligus ditempatkan, akan tetapi sebagian dahulu ditempatkanm sedangkan sebagian lagi disimpan dalam portpolio, dan baru akan dikeluarkan jika ternyata dibutuhkan modal lebih banyak lagi. 

Modal bayar ialah modal perseroan yang diwujudkan dalam jumlah uang. 
Berkaitan dengan modal perseroan perlu dijelaskan pengertian tersebut murni merupakan pengertian yuridis….tidak ada hubungannya dengan pengertian ekonomis….dan perihal modal perseroan itu praktis selalu dicantumkan dalam anggaran dasar. Pendapat ini semakin relevan karena dalam UUPT memang telah ditentukan kewajiban untuk mencantum jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor(Pasal 9 ayat 1 huruf d). Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, maka Menteri dapat melakukan penolakan(Pasal 10 ayat 4). Dari ketentuan Pasal 31 ayat (1) dapat diketahui modal perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Ketentuan ini sejalan dengan pendapat bahwa modal Perseroan Terbatas itu selalu dibagi ke dalam saham-saham.

Modal perseroan yang kemudian dibagi ke dalam sahamsaham tersebut adalah modal dasar sesuai dengan klasifikasi saham menurut UUPT. Sehubungan dengan klasifikasi saham, Pasal 48 ayat (1) UUPT menentukan, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dalam Penjelasan pasal ini dinyatakan, yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Sedangkan Pasal 53 ayat (1) UUPT menentukan, anggaran dasar menetapkan 1(satu) klasifikasi saham atau lebih.

Pengertian yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan UUPT tersebut menunjukkan seluruh saham yang dikeluarkan Perseroan merupakan saham atas nama, tidak ada jenis saham lainya yang boleh dikeluarkan. Jadi setiap saham yang dikeluarkan Perseroan itu menurut UUPT sebenarnya sama jenisnya dan hanya berbeda klasifikasinya seperti yang ditentukan dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT antara lain:
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. 

Selanjutnya berdasarkan Pasal 48 ayat (1), Pasal 53 ayat (1) dan ayat (4), Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dengan satu klasifikasi atau lebih, dimana menurut Penjelasan Pasal 53 ayat (4), klasifikasi saham tidak berdiri sendiri tetapi dapat merupakan gabungan dua atau lebih klasifikasi.

Uraian tersebut diatas pada pokoknya memperlihatkan kedudukan modal dalam perseroan dan sehubungan dengan pentingnya peranan modal disetor dalam menunjang operasional Perseroan, maka permasalahan mengenai penyetoran atas modal saham Perseroan perlu pula diuraikan secara garis besarnya. 

Mengenai penyetoran atas modal saham Perseroan, Pasal 34 UUPT menentukan:
(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya,
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan,
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1(satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14(empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

Pasal 34 tersebut sebenarnya mengandung makna yang sangat luas dan memberikan kesempatan yang luas pula kepada semua pihak yang berkeinginan menanamkan modal melalui pemilikan saham Perseroan.

Dalam hal ini Pasal 34 itu memperbolehkan penyetoran atas modal saham perseroan tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk lainnya yang penilaiannya berdasarkan harga wajar sesuai harga pasar atau penilaian ahli yang independen. 

Di samping dalam bentuk uang yang memang secara umum sudah dilakukan dan dalam bentuk lain yang dinilai dengan uang secara wajar, Pasal 34 UUPT secara khusus menyebutkan penyetoran saham juga dapat dilakukan dalam bentuk benda tidak bergerak. Dari sekian banyak contoh benda tidak bergerak, maka untuk Indonesia tanah merupakan yang paling potensial dijadikan setoran atas modal saham Perseroan. Hal ini didukung fakta karena tanahlah yang paling mungkin dimiliki terutama oleh investor Indonesia yang akan berpatungan mendiri Perseroan dengan investor asing. 

Uraian mengenai unsur modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham(ad.d.) tersebut pada satu sisi memberikan makna bahwa dibaginya modal dasar kedalam saham sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada khalayak khususnya investor yang berminat menanamkan modal dengan jalan memiliki saham baik melalui partisipasi langsung ketika PT didirikan maupun bursa efek. Pada sisi lainnya, pembagian kedalam saham juga dimaksudkan seperti diungkapkan oleh Mas Soebagio pada pokoknya adalah untuk mengetahui dan dapat mengukur besarnya tanggung jawab dalam arti hak dan kewajiban setiap pemegang saham dalam hubungannya dengan Perseroan Terbatas.

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya. 
Unsur ini pada pokoknya semakin memperlihatkan bahwa merancang, mendirikan dan mengelola PT sebenarnya akumulasi atau perwujudan dari perjanjian-perjanjian(a nexus of contracts) di antara para pendiri yang kemudian menjadi pemegang saham, antara PT dengan direksi, dan antara PT melalui direksi dengan pihak ketiga.

Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa PT merupakan a nexus of contract dan berarti tunduk pada Asas Kebebasan berkontrak(Freedom of Contract atau Beginselen van Contractvrijheid). 

Di dalam asas tersebut terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. 

Pandangan yang pada pokoknya memberikan ruang lingkup kebebasan berkontrak yang sangat luas itu ternyata dalam prakteknya menurut berbagai sistem hukum tidaklah berarti bahwa perjanjian dapat dibuat dan dilakukan dengan sebebas-bebasnya. Hal dapat disimak dari pendapat sebagai berikut:

Asas kebebasan berkontrak bukan tanpa pembatasan. Untuk mencegah disalahgunakan asas itu baik dengan undue influence di negara-negara dengan sistem common law atau misbruik van omstandigheden di negara-negara dengan civil law, asas kebebasan berkontrak perlu didampingi asas aequitas praestationis, yaitu asas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Asas-asas ini dapat dijumpai di dalam undangundang, kepatutan dan ketertiban umum(openbare orde) atau public policy dalam konsep Anglo-Amerikan.

Pendapat tersebut pada pokoknya mengemukakan setiap perjanjian haruslah mengandung kepantasan dan kepantasan itu sendiri dapat dijumpai dalam undang-undang baik secara implisit maupun eksplisit. Oleh karena itu ditentukanlah bahwa PT harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang. 

Disamping itu pendapatan tersebut juga menyiratkan tentang pentingnya kedudukan Undang-undang dalam hubungannya dengan perjanjian. Tentang pentingnya kedudukan itu dapat disimak dari pendapat Robert Duxbury berkaitan dengan perjanjian dalam sistem common law yang mengemukakan, a contract may be expressly forbidden by a statutory provision. 

Di Indonesia kedudukan yang sama kuatnya dapat dijumpai pada Paragraf kedua Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang pada pokoknya menentukan persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup itu.

Kompetensi Perseroan Terbatas
Sehubungan dengan sub bahasan ini sebenarnya terdapat dua istilah yaitu kewenangan dan kompetensi. Secara gramatikal kedua istilah ini memiliki pengertian yang hampir sama, akan tetapi istilah kewenangan itu sendiri pada pokoknya merupakan suatu istilah yang biasanya dipergunakan dalam Hukum Administrasi Negara. Hal ini dapat disimak antara lain dari sebuah artikel yang disusun oleh Yosran sebagai berikut : 
Pengertian kewenangan adalah :
Sumber-sumber kewenangan terdiri atas :
1. ATRIBUSI, yaitu Pemberian kewenangan pada badan atau lembaga/ pejabat negara tertentu baik oleh pembentuk Undang Undang Dasar maupun pembentuk Undang Undang. Sebagai contoh : Atribusi kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk Undang Undang.
2. DELEGASI, yaitu Penyerahan atau Pelimpahan kewenangan dari badan /lembaga pejabat tata usaha negara kepada Badan atau Lembaga pejabat tata usaha negara lain dengan konsekwensi tanggung jawab beralih pada penerima delegasi. Sebagai contoh : Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang pengajuan calon wakil kepala daerah.
3. MANDAT, yaitu Pelimpahan kewenangan dengan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat. Sebagai contoh : tanggung jawab membuat keputusan-keputusan oleh menteri dimandatkan kepada bawahannya

Di samping karena istilah kewenangan dapat dikatakan sudah menjadi bagian dari dalam hukum administrasi negara, tampak pula istilah itu tidak ada relevansinya dengan topik bahasan tesis ini. Sementara itu istilah kompetensi dapat dijumpai penerapannya dalam Hukum Acara Perdata meliputi absolute kompetentie dan relatief kompetentie.

Absolute kompetentie atau kekuasaan mutlak menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili….sedangkan relatief kompetentie atau kekuasaan relative menyangkut batas wilayah dari satu macam pengadilan.

Di samping itu istilah kompetensi atau competency dipergunakan baik dalam hukum pembuktian(in the law of evidence) yang menunjukkan kesempurnaan alat bukti dan dalam hukum kontrak(in the law of contract). Dalam bidang hukum ini, kompetensi pada pokoknya mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian dibuat oleh para pihak yang tidak memiliki cacat mental atau tidak memiliki kapasitas(without mental disability or incapacity).

Dalam Bahasa Belanda, istilah kompetensi mengacu pada istilah bevoeg yang artinya berwenang atau berkompeten. Secara keseluruhan uraian mengenai pengertian kompetensi

tersebut pada pokoknya mengarah pada satu makna, bahwa kompetensi itu menunjukkan kapasitas atau kemampuan melakukan tindakan. Apabila pembahasannya menyangkut kompetensi PT, maka itu berarti membahas kemampuan PT melakukan tindakan-tindakan apa saja. Inilah yang merupakan pertimbangan mengapa dalam sub bahasan tesis ini dipergunakan istilah kompetensi. Namun demikian karena maknanya yang hampir sama dan sepanjang tidak mengganggu konsistensi uraian, penggunaan istilah kewenangan secara bergantian dengan istilah kompetensi kiranya masih dapat diterima. Secara garis besarnya dapat diuraikan bahwa kompetensi tersebut berkaitan erat dengan hak atau recht atau right yaitu kekuasaan/wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu.

PT sebagai badan hukum merupakan subyek hokum yang dapat memiliki kewajiban dan hak-hak. Oleh karena itu dikatakanlah PT memiliki kompetensi. Namun demikian mengingat antara manusia dan badan hukum terdapat perbedaan, maka ruang lingkup kompetensi subyek hukum tersebut juga berbeda. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan perbedaan antara manusia (natural person) dengan badan hokum (artificial person) dalam kompetensinya berkaitan dengan hak-hak konstitusional misalnya, yaitu The Business Interest Theory dan The Purely Personal Theory. 

The Business Interest Theory holds that a corporation does have constitutional rights but only those necessary to the firm’s business interests. For example, when a state creates a

corporation with the power to acquire and utilize property, it necessarily and implicitly guarantees that the corporation will not be deprived of that property absent due process of law. under The Purely Personal Theory, a corporation has all the constitutional rights enjoyed by natural person except those that are “purely personal”…. is determined on the basis of the nature, history, and purpose of that particular right.

Menurut kedua teori yang berkembang di Amerika Serikat tersebut sebenar kompetensi badan hukum perusahaan (business firm corporation) itu sepanjang dipandang perlu bagi perusahaan sangat luas ruang lingkupnya hingga meliputi hak-hak konstitusional, kecuali yang menyangkut hak-hak yang sifatnya sangat pribadi. Dalam kaitan ini dapatlah dikemukakan sebagai suatu contohnya adalah hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum. Dikaji dari aspek sifat, sejarah dan tujuannya, hak tersebut merupakan very purely personal right sehingga hanya dapat diberikan kepada natural person dan tidak dapat diberikan kepada badan hukum. 

Untuk mengetahui apakah PT di Indonesia memiliki kompetensi dan sampai sejauh mana ruang lingkupnya pertama-tama dipastikan kedudukan PT tersebut dalam hukum (apakah merupakan badan hukum atau tidak) dan selanjutnya dianalisis prasyarat yang harus dimiliki untuk dapat diberikan kompetensi. 

Mengenai PT yang dinyatakan sebagai badan hukum sebenarnya tidaklah mengherankan karena semenjak ditetapkan dalam Wetboek van Koophandel(WvK), apa yang kemudian dikenal dengan istilah Perseroan Terbatas itu sudah diterima sebagai suatu bentuk badan hukum persekutuan modal atau badan hukum yang bersifat komersial. Oleh karena itu persoalannya tidaklah terletak pada pertanyaan apakah PT itu merupakan badan hukum atau tidak, melainkan apakah PT sebagai badan hukum dapat memiliki kehendak dan apabila dapat, maka apakah kehendak tersebut dapat dilaksanakan oleh PT itu sendiri. 

Berkaitan dengan persoalan kehendak, Friedrich Carl von Savigny dengan Teori Fiksi sebagaimana dikutip oleh Chidir Ali pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut: 

….hanya manusia saja yang mempunyai kehendak. Badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mungking menjadi suatu subyek dari hubungan hukum….badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang-orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal….Jadi, orang bersikap seolah-olah ada subyek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang melakukannya ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.

Kendati pun sangat menegaskan badan hukum tidak dapat membuat kehendak sendiri, Teori Fiksi sebagaimana diuraikan secara ringkas tersebut sebenarnya mengakui adanya kehendak dalam badan hukum dan sudah tentu kehendak itu tidak dibuat oleh badan hukum itu sendiri. Kehendak itu direncanakan oleh orang-orang yang mendirikan badan hukum yang bersangkutan dan sekaligus melalui suatu mekanisme berfungsi melaksanakan atau mewujudkan kehendak untuk dan atas nama badan hukum. 

Intinya, PT sebagai badan hukum memiliki kehendak yang nantinya merupakan kompetensi badan hukum itu sendiri untuk melaksanakannya. Di Indonesia berdasarkan Pasal 2 UUPT yang menentukan, Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, maka adanya kompetensi PT dapat disaksikan dalam rumusan mengenai Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha yang terdapat pada setiap Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT. 

Untuk memperjelas uraian tersebut diatas selanjutnya disajikan contoh rumusan Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha yang dikutip dari sebuah Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT berikut :  

MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA
Pasal 3

1. Maksud dan tujuan Perseroan ialah :
Industri penempaan, pengepresan, dan penggulungan logam;

2. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:
- diversifikasi produk didalam lingkup industri penempaan, pengepresan, dan penggulungan logam, termasuk tetapi tidak terbatas pada pengerjaan baja nir-karat terpadu(integrated stainless steel work), penggulungan panas dan dingin (hot and cold rolling), grinding, polishing, annealing, pickling, slitting, leveling, tube making, blanking, circle cutting.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut dapat dikemukakan, UUPT pada pokoknya hanya mengatur hak-hak komersial(commercial rights) saja, dan dari ketentuan itu pula dapat diketahui bahwa PT harus mempunyai maksud dan tujuan atau kehendak serta wajib melaksanakan kegiatan usaha yang telah ditentukan secara limitative dalam anggaran dasar. Berkaitan dengan bidang usaha, maka rumusan tersebut merupakan kompetensi PT itu sendiri untuk melaksanakannya. 

Penyebutan secara rinci mengenai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha tersebut secara langsung pula menunjukkan adanya pembatasan terhadap kompetensi PT, dan pembatasan seperti itu bersifat umum dalam pengertian diakui secara internasional. Dari praktek dan regulasi misalnya yang berlaku di Belgia dan Australia dapat diketahui, bahwa perumusan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha haruslah bersifat tertentu agar dapat memberikan kepastian.

Subscribe to receive free email updates: