Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Bertindak Perseroan Terbatas Dan Ultra Vires 
Pengertian Perseroan Terbatas dan Unsur-unsurnya
Terhadap bentuk perusahaan yang menjadi topik bahasan dalam tesis ini terdapat berbagai istilah yang bersumber dari berbagai bahasa. Beberapa  diantaranya  yang  seringkali  dibahas  dalam  kepustakaan adalah, Company Limited by shares, Naamloze Vennootschap(NV) dan Perseroan Terbatas yang masing-masing perlu dijelaskan maknanya. 
Menurut E.W. Chance Company Limited by shares is a partnership,  the  liablity  of  its  members  is  restricted  to  the amount remaining  unpaid on his shares …The limitation  of liability in a limited company is in respect only of the liability of the members, which is to the company. The liability of the company to its creditors is in no way restricted: the creditors may look only to the company for payment of their debts and they have no rights against the members as such. Unlike a partnership, a company is at law a corporate body, a legal persona  with an existence quite independent of its members.
Naamloze  Vennootschap atau  yang  sering  disingkat dengan(NV) pada  pokoknya  menurut  Achmad  Ichsan merupakan  suatu sebutan pada zaman  Hindia Belanda untuk perseroan  yang  diatur  dalam  Kitab  Undang-undang  Hukum Dagang Pasal 36 s/d 56. Sebutan “naamloos” dalam arti tanpa nama ini disebabkan karena N.V itu tidak mempunyai  nama seperti firma dan pada umumnya juga tidak menggunakan salah satu  nama  dari  anggauta  peseronya;  identifikasinya  terletak dalam  obyek  perusahaan  yang  menjadi  tujuan  usahanya umpama PT. Perusahaan Dagang Beras. 
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, istilah  Perseroan Terbatas atau  yang  sering  disingkat  dengan  PT  dapat  dikatakan merupakan istilah mulai populer penggunaannya di Indonesia. Hal ini dapat  ditelusuri  dari  banyaknya  definisi  yang  diberikan  oleh  para sarjana sebagai berikut:
M.H. Tirta Amidjaja mengemukakan bahwa perseroan terbatas itu ialah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal yang tertentu, yang terbagi atas saham-saham dan tiaptiap  pesero-pemegang  saham-turut  serta  didalamnya  sebanyak  satu saham  atau  lebih  dengan  tidak  bertanggungjawab  sendiri  untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu.
Dengan  kalimat  yang  kurang-lebih  sama  maknanya K.R.M.T  Tirtodiningrat  kemudian  mengemukakan  bahwa perseroan  terbatas  adalah  suatu  persekutuan  dengan  modal tertentu yang dibagi-bagikan dalam beberapa sero atau saham, dimana tiap-tiap anggota mengambil bahagian secara memiliki satu  atau  beberapa  sero,  sedang  pemegang-pemegang  sero bertanggung  jawab  atas  pinjaman-pinjaman  dari  perseroan terbatas  hanya  hingga  jumlah  yang  tersebut  pada  sero  yang dimiliki itu.
Pandangan  beberapa  sarjana  mengenai  definisi  PT tersebut secara tidak langsung menunjukkan perjalanan sejarah dari istilah atau nama   yang  dipergunakan  secara  khusus  dan  resmi  untuk menggambarkan perseroan yang  diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang(KUHD) mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56.
Pada intinya istilah Perseroan Terbatas tidaklah merupakan terjemahan dari  istilah  Naamloze  Vennootschap,  namun  demikian   istilah Perseroan  Terbatas  disamping  merupakan  istilah  yang  diserap  dari perbendaharaan  kata  dalam  bahasa  Indonesia,  istilah  tersebut  lebih relevan dan dapat secara lebih tepat mendeskripsikan bentuk dan sifat perseroan yang diatur dalam pasal-pasal KUHD itu.
Hal ini dapat ditelusuri dari pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Soekardono   bahwa pada dasarnya istilah tersebut lebih sesuai dengan  sifat-sifatnya  bentuk  perusahaan  yang  dijalankan. Ditambahkan dengan pandangan bahwa  Perseroan  Terbatas  atau  yang  disingkat  dengan  PT, terjadi dari dua kata, yaitu: perseroan dan terbatas. Perseroan ialah  persekutuan  yang  modalnya  terdiri  dari  sero-sero  atau saham-saham(aandeel,  aktien),  sedangkan  kata  “terbatas”  itu tertuju pada tanggung jawab pemegang saham atau pesero yang bersifat “terbatas” pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya.
....istilah  “perseroan  terbatas”  lebih  tepat  daripada  istilah “Naamloze  Vennootschap”,  sebab  arti  istilah  “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya...., maka makna dari istilah  Perseroan Terbatas  menjadi semakin jelas dan pada akhirnya istilah tersebut dipergunakan sebagai istilah resmi  dalam  berbagai  keperluan  baik  yang  menyangkut  dokumen notariil  maupun  dokumen-dokumen  negara  seperti  Berita  Negara Republik  Indonesia(BNRI)  dan  Tambahan  Berita  Negara  Republik Indonesia(TBNRI). 
Kendati  pun  pengaturan  mengenai  Perseroan  Terbatas  yang dituangkan dalam KUHD mulai dari Pasal 26 sampai dengan Pasal 56 secara  berturut-turut  sudah  digantikan  dengan  diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1995 dan Undang-undang No. 47 Tahun 2007,  penggunaan  istilah  Perseroan  Terbatas  masih  tetap dipertahankan. 
Di  samping  menggunakan  Perseroan  Terbatas  sebagai  nama atau  titel,  kedua  undang-undang  tersebut  secara  khusus   juga mencantumkan  pengertian  atau  definisi  mengenai  apa  yang dimaksudkan  dengan  Perseroan  Terbatas.  Pengertian  tersebut  diatur dalam  Pasal  1  angka  1  Undang-undang  No.  47  Tahun  2007  yang menentukan :
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan  hukum yang  merupakan  persekutuan  modal,  didirikan berdasarkan  perjanjian,  melakukan  kegiatan  usaha  dengan modal  dasar  yang  seluruhnya  terbagi  dalam  saham  dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari pengertian yang ditentukan secara yuridis tersebut dapatlah diuraikan adanya 5(lima)  unsur  yang pada pokoknya saling berkaitan sebagai beikut:
a. Perseroan  Terbatas  adalah  badan  hukum  yang  merupakan persekutuan modal, 
b. didirikan berdasarkan perjanjian, 
c. melakukan kegiatan usaha,
e. memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 
Mengingat  karena  beberapa  hal  menyangkut  unsur-unsur tersebut  sudah  disinggung  secara  garis  besarnya  pada  bahasan terdahulu, maka dalam bahasan pada sub bab ini sebenarnya akan lebih ditekankan pada penguraian   unsur  Perseroan Terbatas adalah badan hukum  yang  merupakan  persekutuan  modal.  Namun  demikian  dan mengingat pula bahwa unsur-unsur yang  lainnya  juga memiliki arti yang  tidak  kalah  pentingnya,  maka  penguraiannya  tidaklah  cukup hanya  berupa  penegasan  semata-mata.  Terhadap  unsur-unsur  yang lainnya  itu akan ditambahkan pula penjelasan-penjelasan yang perlu dan relevan. 
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
Pernyataan  yang  dituangkan  dalam  Undang-undang  No.  47  Tahun 2007  tentang  Perseroan  Terbatas(UUPT)bahwa  Perseroan Terbatas(PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal mengandung  dua  hal;  pertama,memberikan  ketegasan  dan  kedua, UUPT  tidak  menentukan  secara  rinci  penegasan  PT  sebagai  badan hukum persekutuan modal.
Mengenai  hal  yang  pertama,  hendaknya  patut  diberikan apresiasi yang tinggi karena dengan ditegaskannya bahwa PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, berarti UUPT telah memberikan suatu kepastian hukum mengenai status hukum PT. Di samping  itu  penegasan  tersebut  merupakan  langkah  maju  apabila dibandingkan terutama dengan  KUHD   yang tidak menentukan secara tegas tentang status PT sebagai badan hukum. 
Berkaitan dengan hal yang kedua, perihal badan hukum dan persekutuan  modal  merupakan  pilar-pilar  penting  bagi  PT  yang menimbulkan keingintahuan untuk mendalaminya lebih jauh lagi, akan tetapi UUPT justru UUPT tidak mengatur secara terperinci mengenai pengertian istilah tersebut. Oleh karena itu pemahamannya dilakukan melalui penelusuran terhadap sumber bahan hukum sekunder. 
Menurut  R.  Subekti badan  hukum  adalah  suatu perkumpulan/organisasi  yang  oleh  hukum  diperlakukan   seperti seorang manusia, yaitu  sebagai pengemban hak-hak dan kewajibankewajiban, dapat memiliki kekayaan, dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan. Selanjutnya ditambahkan….perseroan terbatas atau NV sebagai badan hukum atau rechtspersoon berarti bahwa perseroan terbatas mempunyai suatu kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan para pesero atau pengurusnya. 
Rochmat  Soemitro mengemukakan  badan  hukum,  dalam bahasa  Belanda  “Rechtspersoon”,  ialah  suatu  badan  yang  dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi. 
Kedua  pandangan  tersebut  dilatarbelakangi  oleh  pemikiran hukum Belanda yang pada pokoknya mengikuti alur berpikir menurut Civil  Law  System.  Oleh  karena  itu  untuk  mengimbanginya,  maka sehubungan dengan penguraian perihal badan hukum dalam bahasan ini perlu  pula diuraikan pandangan  dari sistem hukum lain sebagai pembanding.
Dalam sistem  common law,  badan hukum dipadankan dengan corporation  dan  Henry  Campbell  Black mengemukakan  bahwa corporation merupakan an artificial person or legal entity created by or under the authority of the laws of a state or nation.  Selanjutnya secara  lebih  rinci,  Lewis  D.  Solomon  dan  Alan  R.  Palmiter memandang…a  corporation  is  a  structuring  device  for  conducting modern business. It is a framework-a legal person- through which a business can enter into contracts, own property, sue in court and be sued.
Berdasarkan  penelusuran  sumber-sumber  bahan  hukum sekunder baik dari penulis yang pemikirannya dilatarbelakangi prinsipprinsip  civil law  system maupun  common law  system dapat dipetik makna  yang  umum,  bahwa   badan  hukum  itu  pada  pokoknya merupakan suatu entitas yang diciptakan oleh hukum dan diperlakukan sama seperti layaknya manusia. 
Dengan  mengadopsi  pandangan  bahwa  untuk  adanya  suatu badan haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a. adanya harta kekayaan yang terpisah,
b. mempunyai tujuan tertentu,
c. mempunyai kepentingan sendiri,
d. adanya organisasi yang teratur maka dapat dikemukakan PT  sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal mengandung pengertian, bahwa PT itu ditetapkan secara  yuridis   mewadahi  kegiatan  pemupukan,  pengelolaan  dan pemanfaatan modal  yang  dipisahkan  dari  kekayaan  pribadi  para pemegang  sahamnya  yang  bertanggungjawab  secara  terbatas  pada sejumlah  modal yang  disetor untuk kepentingan  menjalankan  usaha perseroan.
didirikan berdasarkan perjanjian,
PT menurut The Nexus of Contract Theory sebagaimana telah dikutip pada halaman terdahulu pada pokoknya merupakan suatu akumulasi atau kumpulan dari berbagai perjanjian yang dibuat diantara berbagai pihak terutama dengan para pemegang saham, direksi, tenaga kerja, para  suplier  dan  pelanggan.  Jadi  sebenarnya  PT  itu  penuh  dengan berbagai perjanjian.
Diantara  tahap-tahap  pendirian (konstruksi),  beroperasi (operasional) dan berakhirnya jangka waktu keberadaan PT(terminasi), maka  keberadaan  berbagai  perjanjian  itu  memang  sangat  dominan ketika PT berada pada tahap  operasional.  Akan tetapi  hal ini tidak berarti bahwa perjanjian tidak terdapat pada tahap-tahap yang lainnya. 
Keberadaan perjanjian dalam PT sebenarnya sudah dimulai dan berperan  ketika  PT itu  dirancang  pendiriannya  oleh  dua atau  lebih calon  pendiri.  Kesepakatan-kesepakatan  yang  dihasilkan  melalui perjanjian tersebut kemudian dituangkan ke dalam anggaran dasar PT yang  bersangkutan.  Perjanjian  semacam  inilah  yang  oleh  Andrew Hicks dan S.H. Goo termasuk dalam hubungan hukum yang disebut dengan  Pre-Incorporation Contracts  yaitu perjanjian-perjanjian yang dipersiapkan  untuk  dibuat  oleh  suatu  perseroan  sebelum  perseroan tersebut memasuki tahapan memperoleh status sebagai badan hukum(a contract  purpoted  to  be  made  by  a  company before  the  date  of incorporation).
Pasal 7 ayat (1) UUPT menentukan Perseroan didirikan oleh 2(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.  Berdasarkan  penafsiran  secara  gramatikal,   ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa sebelum datang menghadap di hadapan  notaris,  para  pendiri  sebenarnya  sudah  mempersiapkan kesepakatan-kesepakan  yang  dihasilkan  dari  perjanjian  pendahuluan diantara mereka sebelumnya.
Adanya  perjanjian  pendahuluan  yang  sifatnya konsensual(consensueel) atau  suatu perjanjian yang  didasarkan pada kata sepakat itu dan juga  akta notaris yang juga berisi anggran dasar sebagai tonggak awal berdirinya suatu PT tersebut keduanya semakin memperlihatkan  dengan  pasti  bahwa  PT  didirikan  berdasarkan perjanjian.  Oleh  karena  itu  dapat  dikemukakan  pendirian  dan eksistensinya  PT sebenarnya  merupakan  implementasi  atau perwujudan  dari  perjanjian  terutama  yang  terjadi  diantara  sesame pendiri.
Mengingat PT itu didirikan berdasarkan perjanjian, maka hal ini mencerminkan bahwa sebenarnya pendirian PT tunduk pada Hukum Perjanjian atau Contract Law yang menurut Gordon D Schaber dan Claude D. Rohwer
….is initially concerned with determining what promises the law will enforce or otherwise recognize as creating legal rights.
melakukan kegiatan usaha, 
Berkaitan dengan unsur ini Pasal 2 UUPT menentukan Perseroan harus mempunyai  maksud  dan  tujuan  serta  kegiatan  usaha  yang  tidak bertentangan  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. 
Pertama-tama yang patut dikemukakan pasal ini pada pokoknya merupakan  suatu  konsekuensi  logis  dari  pemikiran  teoritis  bahwa pendirian  PT  didasarkan  pada  perjanjian  dan  sebagai  hasil implementasi dari perjanjian. Oleh karena itu segala sesuatunya dan dalam  hal  ini  menyangkut  maksud,  tujuan  serta  kegiatan  usaha perseroan  tidak  boleh  bertentangan  dengan  ketiga  batasan sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu. 
Selanjutnya  yang  tidak kalah pentingnya  untuk dikemukakan adalah bahwa melakukan kegiatan usaha merupakan kewajiban  bagi PT. Mengikuti pandangan H.L.A. Hart yang menekankan kewajiban merupakan  primary rules(aturan-aturan yang menetapkan kewajibankewajiban  dan  hak-hak  warga  masyarakat),  dimana  sebenarnya kewajiban  tersebut  berkaitan  erat  dengan  keyakinan  serta  motivasi internal, bahwa apabila tidak dilaksanakan akan timbul akibat-akibat yang  tidak  menyenangkan.  Sebaliknya  dengan  melaksanakannya diharapkan akibat-akibat tersebut tidak akan terjadi, bahkan diyakini akan  mendatangkan  suatu  kenikmatan.  Dengan  demikian  kewajiban tersebut  harus  dilaksanakan,  karena  apabila  sebaliknya  akan menimbulkan sanksi-sanksi.
Kewajiban melaksanakan kegiatan usaha yang dibebankan oleh Pasal  2  UUPT  disamping  karena  dirumuskan  dengan  kata  “harus” sebagai  pernyataan  perintah  yang  terdapat  dalam  pasal  itu  sendiri, keharusan melaksanakannya juga dikaitkan  kewajiban mengisi format isian  untuk  memperoleh  Keputusan  Menteri  mengenai  pengesahan badan hukum Perseroan(Pasal 9 ayat (1) ). Apabila tidak melaksanakan pasal ini maka berlakulah Pasal 10 ayat (4) dimana sebagai sanksinya Menteri langsung memberitahukan penolakan pengesahan. 
Secara  ringkas  dapatlah  diuraikan,  The  Nexus  if  Contract Theory sebenarnya mengandung makna bahwa melaksanakan kegiatan usaha merupakan maksud dan tujuan yang  dengan sendirinya  harus terbangun(built-in) dalam rangkaian perjanjian-perjanjian mendirikan dan  mengelola  PT.  Disamping  itu  mengingat  PT  juga  merupakan wahana  bisnis,  maka  melaksanakan  kegiatan  usaha  merupakan aktivitas yang pokok dan mutlak sifatnya. 
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,
Sebelum  sampai  pada  topik  pokoknya  maka  terlebih  dahulu  akan diuraikan  mengenai  komposisi permodalan  Perseroan  Terbatas. Dengan demikian berarti pertama-tama yang diuraikan itu menyangkut permasalahan  modal Perseroan Terbatas itu terdiri dari apa saja atau dari unsur-unsur apa saja permodalan Perseroan dibentuk. 
Menyangkut komposisi tersebut,  ketentuan-ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 33 ayat UUPT  pada pokoknya sudah menyatakan  modal Perseroan  itu  terdiri  dari  3  jenis  modal  yaitu  modal  dasar (authorized capital),  modal  ditempatkan(issued  capital) dan  modal  disetor (paid  up capital). Akan tetapi dalam hal ini UUPT tidak menentukan mengenai apa yang dimaksud dengan ketiga jenis modal itu. 
Rochmat  Soemitro yang  menggunakan istilah  modal  perseroan, modal  yang  ditempatkan  dan  modal  bayar,  secara  garis  besarnyamenjelaskan makna-makna dari ketiga jenis modal itu sebagai berikut: 
Modal dasar merupakan modal perseroan disebut juga modal saham atau modal  sero,  atau  dalam  bahasa  Belanda  “maatschappelijk  kapitaal” (statutair kapital) ialah jumlah modal yang disebut dalam akta pendirian dan  merupakan  suatu  jumlah  maksimum,  sampai  jumlah  mana  dapat dikeluarkan surat-surat saham.
Mengenai  modal  ditempatkan  dijelaskan,  modal  perseroan  menurut kebiasaan tidak seluruhnya sekaligus ditempatkan,  akan tetapi sebagian dahulu ditempatkanm sedangkan sebagian lagi disimpan dalam portpolio, dan baru akan dikeluarkan jika ternyata dibutuhkan modal lebih banyak lagi. 
Modal bayar ialah modal perseroan yang diwujudkan dalam jumlah uang. 
Berkaitan  dengan  modal  perseroan  perlu  dijelaskan  pengertian tersebut  murni  merupakan  pengertian  yuridis….tidak  ada  hubungannya dengan  pengertian  ekonomis….dan  perihal  modal  perseroan  itu  praktis selalu dicantumkan dalam anggaran dasar. Pendapat ini semakin relevan karena  dalam  UUPT  memang  telah  ditentukan  kewajiban  untuk mencantum  jumlah  modal  dasar,  modal  ditempatkan,  dan  modal disetor(Pasal 9 ayat 1 huruf d). Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, maka Menteri dapat melakukan penolakan(Pasal 10 ayat 4).  Dari ketentuan Pasal 31 ayat (1) dapat diketahui modal perseroan terdiri  atas  seluruh  nilai  nominal  saham.  Ketentuan  ini  sejalan  dengan pendapat  bahwa  modal  Perseroan  Terbatas  itu  selalu  dibagi  ke  dalam saham-saham.
Modal perseroan yang kemudian dibagi ke dalam sahamsaham  tersebut  adalah  modal  dasar  sesuai  dengan  klasifikasi  saham menurut UUPT.  Sehubungan dengan  klasifikasi saham, Pasal 48 ayat (1) UUPT menentukan, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dalam Penjelasan pasal ini dinyatakan, yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Perseroan  hanya  diperkenankan  mengeluarkan  saham  atas  nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Sedangkan  Pasal  53  ayat  (1)  UUPT  menentukan,  anggaran  dasar menetapkan 1(satu) klasifikasi saham atau lebih.
Pengertian  yang  terkandung  dalam  ketentuan-ketentuan  UUPT tersebut  menunjukkan  seluruh  saham  yang  dikeluarkan  Perseroan merupakan  saham atas nama, tidak ada jenis saham lainya yang  boleh dikeluarkan. Jadi setiap saham yang dikeluarkan Perseroan itu  menurut UUPT sebenarnya sama jenisnya dan hanya berbeda klasifikasinya seperti yang ditentukan dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT antara lain:
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara
b. saham  dengan  hak  khusus  untuk  mencalonkan  anggota  Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen  lebih  dahulu  dari  pemegang  saham  klasifikasi  lain  atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. 
Selanjutnya berdasarkan Pasal 48 ayat (1), Pasal  53 ayat (1) dan ayat (4), Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dengan satu klasifikasi atau lebih, dimana menurut Penjelasan Pasal 53 ayat (4), klasifikasi saham tidak berdiri sendiri tetapi dapat merupakan gabungan dua atau lebih klasifikasi.
Uraian tersebut diatas pada pokoknya memperlihatkan kedudukan modal dalam perseroan dan sehubungan dengan pentingnya peranan modal disetor  dalam  menunjang  operasional  Perseroan,  maka  permasalahan mengenai penyetoran atas modal saham Perseroan perlu pula diuraikan secara garis besarnya. 
Mengenai  penyetoran  atas  modal  saham  Perseroan,  Pasal  34 UUPT menentukan:
(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya,
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  penilaian  setoran  modal  saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan,
(3) Penyetoran  saham  dalam  bentuk  benda  tidak  bergerak  harus diumumkan dalam 1(satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14(empat belas) hari setelah  akta pendirian  ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
Pasal 34  tersebut sebenarnya  mengandung  makna  yang  sangat luas dan memberikan kesempatan yang luas pula kepada semua pihak yang berkeinginan  menanamkan  modal  melalui  pemilikan  saham  Perseroan.
Dalam hal ini Pasal 34 itu memperbolehkan penyetoran atas modal saham perseroan  tidak  hanya  dalam  bentuk  uang,  tetapi  juga  dalam  bentuk lainnya yang penilaiannya berdasarkan harga wajar sesuai harga pasar atau penilaian ahli yang independen. 
Di samping dalam bentuk uang yang memang secara umum sudah dilakukan dan dalam bentuk lain yang dinilai dengan uang secara wajar, Pasal 34 UUPT secara khusus menyebutkan penyetoran saham juga dapat dilakukan dalam bentuk benda tidak bergerak. Dari sekian banyak contoh benda tidak bergerak, maka untuk Indonesia tanah merupakan yang paling potensial dijadikan setoran atas modal saham Perseroan. Hal ini didukung fakta karena tanahlah yang paling mungkin dimiliki terutama oleh investor Indonesia  yang  akan  berpatungan  mendiri  Perseroan  dengan  investor asing. 
Uraian mengenai unsur modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham(ad.d.) tersebut pada satu sisi memberikan makna bahwa dibaginya modal dasar kedalam saham sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada khalayak khususnya investor yang berminat menanamkan modal dengan jalan memiliki saham baik melalui partisipasi langsung  ketika  PT  didirikan  maupun  bursa  efek.  Pada  sisi  lainnya, pembagian kedalam saham juga dimaksudkan seperti diungkapkan oleh Mas  Soebagio pada  pokoknya  adalah  untuk  mengetahui  dan  dapat mengukur besarnya tanggung jawab dalam arti hak dan kewajiban setiap pemegang saham dalam hubungannya dengan Perseroan Terbatas.
memenuhi  persyaratan  yang  ditetapkan  dalam  Undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya. 
Unsur ini pada pokoknya semakin memperlihatkan bahwa merancang, mendirikan dan mengelola PT sebenarnya akumulasi atau perwujudan dari perjanjian-perjanjian(a nexus of contracts) di antara para pendiri yang kemudian menjadi pemegang saham, antara PT dengan direksi, dan antara PT melalui direksi dengan pihak ketiga.
Berdasarkan  uraian  tersebut  di  atas  jelaslah  bahwa  PT merupakan  a  nexus  of  contract dan  berarti  tunduk  pada   Asas Kebebasan  berkontrak(Freedom  of  Contract  atau  Beginselen  van Contractvrijheid). 
Di  dalam  asas  tersebut  terkandung  suatu  pandangan  bahwa orang  bebas    melakukan  atau  tidak  melakukan  perjanjian,  bebas dengan  siapa  ia  mengadakan  perjanjian,  bebas  tentang  apa  yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. 
Pandangan  yang  pada  pokoknya  memberikan  ruang  lingkup kebebasan berkontrak yang sangat luas itu ternyata dalam prakteknya menurut  berbagai  sistem  hukum  tidaklah  berarti  bahwa  perjanjian dapat  dibuat  dan  dilakukan  dengan  sebebas-bebasnya.  Hal  dapat disimak dari pendapat sebagai berikut:
Asas  kebebasan  berkontrak  bukan  tanpa  pembatasan.  Untuk mencegah disalahgunakan asas itu baik dengan undue influence di negara-negara dengan sistem common law atau misbruik van omstandigheden  di  negara-negara  dengan  civil  law,  asas kebebasan  berkontrak  perlu  didampingi  asas  aequitas praestationis,  yaitu  asas  yang  menghendaki  jaminan keseimbangan  dan  ajaran  justum  pretium,  yaitu  kepantasan menurut hukum. Asas-asas ini dapat dijumpai di dalam undangundang, kepatutan dan ketertiban umum(openbare orde) atau public policy dalam konsep Anglo-Amerikan.
Pendapat  tersebut  pada  pokoknya  mengemukakan  setiap perjanjian haruslah mengandung kepantasan dan kepantasan itu sendiri dapat  dijumpai  dalam  undang-undang  baik  secara  implisit  maupun eksplisit. Oleh karena itu ditentukanlah  bahwa PT harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang. 
Disamping  itu  pendapatan  tersebut juga menyiratkan  tentang pentingnya  kedudukan  Undang-undang  dalam  hubungannya  dengan perjanjian.  Tentang  pentingnya  kedudukan  itu  dapat  disimak  dari pendapat Robert Duxbury berkaitan dengan perjanjian dalam sistem common  law  yang  mengemukakan,  a  contract  may  be  expressly forbidden by a statutory provision. 
Di  Indonesia  kedudukan  yang  sama  kuatnya  dapat  dijumpai pada Paragraf kedua Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang  pada  pokoknya  menentukan  persetujuan-persetujuan  itu  tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup itu.
Kompetensi Perseroan Terbatas
Sehubungan dengan sub bahasan ini sebenarnya terdapat dua istilah yaitu kewenangan dan kompetensi. Secara gramatikal kedua istilah ini memiliki pengertian yang hampir sama, akan tetapi istilah kewenangan itu  sendiri  pada  pokoknya  merupakan  suatu  istilah  yang  biasanya dipergunakan  dalam  Hukum  Administrasi  Negara.  Hal  ini  dapat disimak  antara lain  dari sebuah artikel  yang  disusun oleh  Yosran sebagai berikut : 
Pengertian kewenangan adalah :
Sumber-sumber kewenangan terdiri atas :
1. ATRIBUSI,  yaitu  Pemberian  kewenangan  pada  badan  atau lembaga/ pejabat negara tertentu baik oleh pembentuk Undang Undang  Dasar  maupun  pembentuk  Undang  Undang.  Sebagai contoh : Atribusi kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk Undang Undang.
2. DELEGASI, yaitu Penyerahan atau Pelimpahan kewenangan dari badan /lembaga pejabat tata usaha negara kepada Badan atau Lembaga  pejabat  tata  usaha  negara  lain  dengan  konsekwensi tanggung jawab beralih pada penerima delegasi. Sebagai contoh : Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang pengajuan calon wakil kepala daerah.
3. MANDAT, yaitu Pelimpahan kewenangan dengan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat. Sebagai contoh : tanggung  jawab  membuat  keputusan-keputusan  oleh  menteri dimandatkan kepada bawahannya
Di samping karena istilah kewenangan dapat dikatakan sudah menjadi bagian dari dalam hukum administrasi negara, tampak pula istilah itu tidak ada relevansinya dengan topik bahasan tesis ini.  Sementara itu istilah kompetensi dapat dijumpai penerapannya dalam  Hukum  Acara  Perdata  meliputi  absolute  kompetentie  dan relatief kompetentie.
Absolute kompetentie  atau kekuasaan mutlak menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan dilihat dari macamnya  pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili….sedangkan  relatief  kompetentie  atau  kekuasaan  relative menyangkut batas wilayah dari satu macam pengadilan.
Di samping itu  istilah  kompetensi  atau  competency dipergunakan  baik  dalam hukum  pembuktian(in  the  law  of  evidence)  yang  menunjukkan kesempurnaan  alat  bukti  dan  dalam  hukum  kontrak(in  the  law  of contract).  Dalam  bidang  hukum  ini,  kompetensi  pada  pokoknya mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian dibuat oleh para pihak yang  tidak  memiliki  cacat  mental  atau  tidak  memiliki kapasitas(without  mental disability  or  incapacity).
Dalam Bahasa Belanda, istilah kompetensi mengacu pada istilah bevoeg yang artinya berwenang atau berkompeten. Secara  keseluruhan  uraian  mengenai  pengertian  kompetensi
tersebut pada pokoknya mengarah pada satu makna, bahwa kompetensi itu  menunjukkan  kapasitas  atau  kemampuan  melakukan  tindakan. Apabila pembahasannya menyangkut kompetensi PT, maka itu berarti membahas  kemampuan  PT  melakukan  tindakan-tindakan  apa  saja. Inilah  yang  merupakan  pertimbangan  mengapa  dalam  sub  bahasan tesis  ini  dipergunakan  istilah  kompetensi.  Namun  demikian  karena maknanya  yang  hampir  sama  dan  sepanjang  tidak  mengganggu konsistensi uraian, penggunaan istilah kewenangan secara bergantian dengan istilah kompetensi kiranya masih dapat diterima.   Secara  garis  besarnya  dapat  diuraikan  bahwa  kompetensi tersebut  berkaitan  erat  dengan  hak  atau  recht  atau  right  yaitu kekuasaan/wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu.
PT sebagai badan hukum merupakan subyek hokum yang  dapat  memiliki  kewajiban  dan  hak-hak.  Oleh  karena  itu dikatakanlah PT memiliki kompetensi.  Namun demikian mengingat antara  manusia  dan  badan  hukum  terdapat  perbedaan,  maka  ruang lingkup kompetensi subyek hukum tersebut juga berbeda.  Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan perbedaan antara manusia  (natural  person)  dengan  badan  hokum (artificial  person) dalam  kompetensinya  berkaitan  dengan  hak-hak  konstitusional misalnya, yaitu The Business Interest Theory dan The Purely Personal Theory. 
The Business  Interest Theory holds that a  corporation  does have constitutional rights but only those necessary to the firm’s business  interests.  For  example,  when  a  state  creates  a
corporation with the power to acquire and utilize property, it necessarily and implicitly guarantees that the corporation will not be deprived of that property absent due process of law. under The Purely Personal Theory, a corporation has all the constitutional rights enjoyed  by natural person except  those that are “purely personal”…. is determined  on the basis of the nature, history, and purpose of that particular right.
Menurut  kedua  teori  yang  berkembang  di  Amerika  Serikat tersebut sebenar kompetensi badan hukum perusahaan (business firm corporation) itu sepanjang dipandang perlu bagi perusahaan sangat luas ruang lingkupnya hingga meliputi hak-hak konstitusional, kecuali yang menyangkut hak-hak yang sifatnya sangat pribadi. Dalam kaitan ini dapatlah  dikemukakan  sebagai  suatu  contohnya  adalah  hak  untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum. Dikaji dari aspek sifat, sejarah dan tujuannya, hak tersebut merupakan  very purely personal right sehingga hanya dapat diberikan kepada natural person dan tidak dapat diberikan kepada badan hukum. 
Untuk  mengetahui  apakah  PT  di  Indonesia  memiliki kompetensi dan sampai sejauh mana ruang lingkupnya pertama-tama dipastikan  kedudukan  PT tersebut  dalam hukum (apakah  merupakan badan  hukum  atau  tidak)  dan  selanjutnya  dianalisis  prasyarat  yang harus dimiliki untuk dapat diberikan kompetensi. 
Mengenai  PT  yang  dinyatakan  sebagai  badan  hukum sebenarnya tidaklah mengherankan karena semenjak ditetapkan dalam Wetboek van Koophandel(WvK),  apa yang kemudian dikenal dengan istilah  Perseroan  Terbatas  itu  sudah  diterima  sebagai  suatu  bentuk badan  hukum  persekutuan  modal  atau  badan  hukum  yang  bersifat komersial.  Oleh  karena  itu  persoalannya  tidaklah  terletak  pada pertanyaan  apakah  PT  itu  merupakan  badan  hukum  atau  tidak, melainkan apakah PT sebagai badan hukum dapat memiliki kehendak dan apabila dapat, maka apakah kehendak tersebut dapat dilaksanakan oleh PT itu sendiri. 
Berkaitan  dengan  persoalan  kehendak,  Friedrich  Carl  von Savigny  dengan  Teori  Fiksi  sebagaimana  dikutip  oleh  Chidir  Ali pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut: 
….hanya manusia saja yang mempunyai kehendak. Badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mungking menjadi suatu subyek dari hubungan hukum….badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang-orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan  sesuatu  hal….Jadi,  orang  bersikap  seolah-olah ada subyek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak  dapat  melakukan  perbuatan-perbuatan,  sehingga  yang melakukannya ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.
Kendati  pun  sangat  menegaskan  badan  hukum  tidak  dapat membuat kehendak sendiri, Teori Fiksi sebagaimana diuraikan secara ringkas tersebut sebenarnya mengakui adanya kehendak dalam badan hukum dan sudah tentu kehendak itu tidak dibuat oleh badan hukum itu sendiri. Kehendak itu direncanakan oleh orang-orang yang mendirikan badan  hukum  yang  bersangkutan  dan  sekaligus  melalui  suatu mekanisme berfungsi melaksanakan atau mewujudkan kehendak untuk dan atas nama badan hukum. 
Intinya,  PT  sebagai  badan  hukum  memiliki  kehendak  yang nantinya  merupakan  kompetensi  badan  hukum  itu  sendiri  untuk melaksanakannya.  Di  Indonesia  berdasarkan  Pasal  2  UUPT  yang menentukan, Perseroan harus mempunyai  maksud  dan tujuan serta kegiatan  usaha yang  tidak  bertentangan  dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan,  ketertiban  umum,  dan/atau  kesusilaan,  maka adanya  kompetensi  PT  dapat  disaksikan  dalam  rumusan  mengenai Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha yang terdapat pada setiap Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT. 
Untuk memperjelas uraian tersebut diatas selanjutnya disajikan contoh  rumusan  Maksud  Dan  Tujuan  Serta  Kegiatan  Usaha  yang dikutip dari sebuah Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT berikut :  
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA
Pasal 3
1. Maksud dan tujuan Perseroan ialah :
Industri  penempaan,  pengepresan,  dan  penggulungan logam;
2. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:
- diversifikasi  produk  didalam  lingkup  industri  penempaan, pengepresan, dan penggulungan logam, termasuk tetapi tidak terbatas pada pengerjaan baja nir-karat terpadu(integrated stainless steel work), penggulungan  panas  dan  dingin  (hot  and  cold  rolling),  grinding, polishing, annealing, pickling, slitting, leveling, tube making, blanking, circle cutting.
Berdasarkan  ketentuan  Pasal  2  tersebut  dapat  dikemukakan, UUPT pada pokoknya hanya mengatur hak-hak komersial(commercial rights) saja, dan dari ketentuan  itu  pula dapat diketahui  bahwa PT harus  mempunyai  maksud  dan  tujuan  atau  kehendak  serta   wajib melaksanakan  kegiatan  usaha yang  telah  ditentukan  secara  limitative dalam anggaran dasar. Berkaitan dengan bidang usaha, maka rumusan tersebut merupakan kompetensi PT itu sendiri untuk melaksanakannya. 
Penyebutan  secara  rinci  mengenai  maksud  dan  tujuan  serta kegiatan  usaha  tersebut  secara  langsung  pula  menunjukkan  adanya pembatasan  terhadap  kompetensi  PT,  dan  pembatasan  seperti  itu bersifat  umum  dalam  pengertian  diakui  secara  internasional.  Dari praktek dan regulasi misalnya yang berlaku di Belgia dan Australia dapat diketahui,  bahwa perumusan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha haruslah bersifat tertentu agar dapat memberikan kepastian.